Setelah berbulan-bulan berlalu, tampaknya banyak orang yang belum bisa move on dari perseteruan yang sempat viral di TikTok mengenai Mas Abdul dengan videonya yang kurang lebih mengatakan bahwa orang sana (baca: bule) selalu menggunakan kata dalam bahasa Inggris having, bukan drinking saat mereka pengin ngopi.
Semenjak video itu diunggah ke akun pribadi miliknya, banyak yang kontra dan bahkan tidak sedikit yang menyerang langsung Mas Abdul dengan berapi-api bagaikan prajurit yang siap perang. Mulai dari golongan mereka yang mengaku guru atau dosen, mahasiswa jurusan Bahasa Inggris dan Komunikasi, dan tak mungkin tak ikut meramaikan adalah mereka yang memiliki pasangan dan banyak mengenal orang sana alias bule.
Lah, kenapa persoalan ini jadi makin rumit nan ruyem serta panjang nan berkesambungan? Apakah ini sangat penting sehingga kasus Mbak Rina Nose yang tidak percaya Covid-19 harus ditunda dulu untuk duduk di bangku spotlight pada saat itu?
Jelas untuk membahas ini, kita harus mengundang ahli bahasa yang sudah melakukan penelitian selama bertahun-tahun tentang sintaksis, semantik, dan pragmatik. Masalah rumit ini hanya bisa diselesaikan oleh cendekiawan-cendekiawan bahasa yang cemerlang di bidangnya atau bisa juga diselesaikan dengan satu hal, common sense alias pakai nalar saja toh.
Maksudnya apa, ya? Ya tentu tidak bermaksud apa-apa. Masalah benar atau tidaknya penggunaan kata having atau drinking ini tidak seperti menjawab pertanyaan apakah satu ditambah satu itu dua. Tidak ada dari kedua pilihan ini yang paling benar begitu pula sebaliknya.
Saya, iya, saya merupakan mahasiswa jurusan Bahasa Inggris yang awalnya ingin ikut meramaikan, namun hal itu dihalangi oleh dosen saya saat saya melontarkan pertanyaan itu kepada beliau. “Having atau drinking itu sama-sama memiliki arti bahwa kita mengonsumsi kopi tersebut, persoalannya sebenarnya mudah. Mungkin banyak yang menggunakan having karena itu yang paling sering terlontar di masyarakat. Itu saja.”
Dari pernyataan yang diberikan dosen saya, yang saya juga sudah garuk-garuk kepala membacanya, inti dari penggunaan kedua kata itu sama. Perbedaannya terletak di mana kita menggunakannya dalam kalimat. Tempat dan budaya di masyarakat berkaitan dengan bahasa yang kita gunakan.
Kembali lagi pada inti dari berkomunikasi adalah tiap pihak yang terlibat mendapatkan pesan dan informasi, jadi jika paham dengan drinking atau lebih senang menggunakan having itu tidak ada masalah. Menerka-nerka arti tanpa konteks itu juga hampir tidak bisa dilakukan, maka harus paham konteksnya.
Menarik memang untuk membahasnya, lebih menarik lagi kalau tidak ada pihak yang merasa paling benar. Mas Abdul memang terkesan seperti orang yang paling tahu segalanya, sampai cara orang mau minum kopi juga diperdebatkan, begitu pula yang melawan Mas Abdul sama saja.
Sampai ada native speaker alias orang yang bahasa Inggrisnya persis orang sana (baca: bule) yang mengajak Mas Abdul untuk mengklarifikasi akar-akar permasalahan ini. Sudah melebar, sampai banyak yang menyerang cara beliau mengedukasi pengikutnya yang mungkin suka caranya mengajar. Katanya beliau terlalu kasar, sombong, dan tidak mendasar. Mungkin benar, mungkin menurut pengikut setianya yang sudah lama mengikuti konten-konten Mas Abdul sendiri dan berhasil meningkatkan kemampuan bahasa Inggris mereka, mungkin Mas Abdul harus berubah, jangan terlalu kasar lah.
Padahal itu akun pribadi miliknya dan jika cara dia berbagi ilmu itu tidak membuat kamu merasa nyaman, sepertinya kamu bisa mencari titik tiga di ujung layar telepon pintar mahalmu itu dan pilih opsi untuk blokir.
Tapi kembali lagi, di luar permasalahan ini, saya ingin bertanya; kenapa masih banyak banget yang pusing-pusing ambil pusing tentang pusingnya cara mengucapkan keinginan ngopi dalam bahas Inggris?
Mau itu having atau drinking harusnya jangan dipermasalahkan segitunya, dong. Kenapa? Karena yang harus dipermasalahkan itu jenis kopinya, di mana ngopinya, dan dengan siapa nongkrongnya. Apakah ngopi di gerai Starbucks dalam mal atau ngopi di kafe dengan visual yang Instagramable? Mungkin juga di tempat tongkrongan anak-anak Terminal Mojok sambil berdiskusi hal rumit viral nan menarik apa lagi yang akan bisa ditulis lagi ke depannya~
BACA JUGA Ironi Thrift Store di Indonesia dan tulisan Muhammad Farhan Aulia lainnya.