Beginilah kira-kira hasil obrolan saya dengan Sakura Haruno, salah satu dokter di Konoha.
Di bawah pemerintahan Naruto, Konoha kini menjadi satu-satunya negara yang sudah terbebas dari pandemi corona. Sunagakure, Kumogakure, dan negara lainnya masih berkutat dengan pandemi corona. Berkat ketegasan Hokage dan kebijakannya yang nggak mencla-mencle, Konoha secara resmi memberhentikan status lockdown negaranya.
Tidak hanya ketegasan, tapi karena warga Konoha yang rela berlebaran tanpa membeli baju koko di Ramayana atau selebrasi minggatnya McD Saritem. Influencer di Konoha pun tidak ada yang mengeluarkan statement pekok lantaran menghargai pemerintah Konoha yang sangat serius dalam memerangi pandemi ini.
Kasus terakhir, Sasuke Uchiha yang divonis positif corona pun dua hari yang lalu sudah pulih lantaran metode pengobatan Ningsih Tinampi Katsuyu, kuchiyose istrinya sendiri, Dokter Sakura Haruno. Pemerintah yang tegas, warga yang manut, dan tenaga medis pun bekerja dengan tenang. Itulah Indonesia eh, Konoha.
Saya adalah mahasiswa pertukaran pelajar di Akademi Ninja. Hingga saat ini aktivitas pembelajaran masih diliburkan dan menunggu keputusan akademik. Lantaran gabut di kosan yang kerjaannya cuma makan Ichiraku Ramen tiap hari, saya memutuskan membuat sebuah tulisan perihal pemerintah Konoha menghadapi pandemi ini.
Berhubung kesibukan Hokage yang tidak bisa ditinggal dan Sasuke sedang swakarantina pasca pemulihan, maka hanya Dokter Sakura Haruno lah yang menjawab surat permohonan wawancara dari saya dan menyanggupinya. Rasanya senang sekali, kapan lagi bisa mewawancarai dokter kepala Rumah Sakit Konoha Bina Sehat.
Dan beginilah hasil wawancara mengenai pandemi dan kehidupannya sebagai Kunoichi yang telah saya rangkum untuk Terminal Mojok.
Dokter Sakura pun datang di lobby Rumah Sakit Konoha Bina Sehat dengan berderai air mata. Saya pun terkejut, pekewuh mau nanya blio ini kenapa. Dokter Sakura Haruno pun menjelaskan, “Maaf, Mas, tadi saya habis lihat drakor. Kasihan banget Dokter Ji. Sebagai sesama dokter, saya nggak terima, Mas!”
Oalaah, jebul Dokter Sakura juga doyan nonton drakor pelakor yang lagi ramai diperbincangkan itu. Saya pun hanya mengangguk dan berbasa-basi sebelum memulai wawancara. “Bagaimana kabarnya, Dok?” tanya saya.
“Dokter,” saya perjelas, takutnya Dokter Sakura dikira saya panggil kodok. Kalian tahu kan bagaimana rasanya dihantam sama dokter yang satu ini?
“Eh, Mas ini bukan dari Konoha, ya? Soalnya logatnya beda. Dari mana? Kumogakure?” tanyanya. Seakan emoh saya ajak basa-basi.
“Indonesia, Dok,” jawab saya dengan ndredeg.
“HAHAHAHA,” tawanya. “Maaf, Mas, bukan maksudnya ngetawain negaramu, tapi saya jadi teringat kata salah satu pejabatnya yang bilang warga Indonesia kebal corona karena banyak makan nasi kucing.”
Saya hanya haha hehe saja karena sesungguhnya itu merupakan hal lucu dan patut ditertawakan. Saat pemerintah Konoha menyatakan perang dengan pandemi ini, negara saya malah ngguyoni dan ngampangi.
“Saya juga keinget om-om pecinta teori konspirasi itu, Mas. Jyan kebanyakan baca bukunya Henry Makow, nggak ada di garda terdepan tapi banyak bacot. Mau ke rumah sakit pasien corona tapi dalihnya nggak ada rumah sakit yang izinkan. Sini, tak amplas pakai shanaroo,” kata Dokter Sakura. Rambut pink miliknya kian mblambrit dan menunjukan kemarahan.
“Iya, Dokter. Om-om konspirasi itu malah dapat panggung dan suaranya makin terdengar oleh masyarakat luas,” jawab saya gemeteran dan ngewel.
“Ada juga itu tuh, si influencer introvert,” kata Dokter Sakura kembali tertawa. “Ini orang Indonesia emang kebanyakan begitu ya, Mas? Ngerasa hebat?”
Belum saya menjawab, Dokter Sakura Haruno kembali bertanya sambil menyeringai, “Gimana akhir kasus si influencer introvert itu? Pasti selesai dengan klarifikasi, kan? Ada hukum nggak sih di negara kamu?”
Waduh, kok malah saya yang diwawancarai sama Dokter Sakura. “Hehehe, seperti itulah,” jawab saya.
“Tenaga medis itu capek lho, Mas. Baik di Konoha maupun di Indonesia. Kok ya dari atas (pemerintah, red) sampai bawah (warganya, red) banyak yang nggampangi pandemi ini.”
“Sangat berbeda dengan pemerintah Konoha dan warga Konoha ya, Dok?” tanya saya. “Dokter,” kembali saya perjelas, takutnya Dokter Sakura ngira saya sedang manggil sendok.
“Di sini, ketimbang bikin lagu dangdut tentang corona, pemerintah fokus menutup lokasi yang ada pasien PDP-nya. Semisal daerah dekat Ichiraku Ramen ada satu PDP, maka yang kami lockdown itu satu kelurahan. Fokus di situ, bukan malah naik dan turunkan BPJS Kesehatan (Badan Penjamin Jutsu Sosial, red). Atau malah para DPR (Daimyo Perwakilan Rakyat, red) menerapkan aturan-aturan yang mengatur mereka.”
“Apa peran Daimyo Perwakilan Rakyat ini?”
“Tugasnya bukan urunan swaptest corona untuk pribadi sih, Mas, xixixi~” katanya, sepertinya ngerasani saya lagi. “Mereka ini nggak seegois itu. Para Daimyo di Konoha urunan sembako untuk menjamin ketersediaan pangan selama warganya swakarantina. Daimyo juga membelikan alat kesehatan untuk tenaga medis, tani, ojol, dan pekerja lain yang berada di luar ruangan,” Dokter Sakura manggut-manggut memberi penjelasan.
“Lalu, bagaimana dengan kondisi suami Anda (Sasuke Uchiha, red)? Menengok blio ini pasien terakhir yang sembuh di Konoha.”
Dokter Sakura Haruno mengeluarkan selembar kertas. Penuh data dan persebaran pasien yang sembuh. “Data-data ini penting, Mas. Tidak hanya persebaran pasien positif, tapi juga pasien yang sudah sembuh. Karena protokol kami, swakarantina selama pemulihan juga perlu. Kami upload hasilnya di covid-konoha.gov. untuk keterbukaan informasi.”
Dokter Sakura kembali menjelaskan, “Keterbukaan informasi itu penting, Mas. Karena virus ini bukan aib. Pemerintah yang serius menangani, memudahkan tenaga medis untuk menjelaskan ke pasien bahwa kami berkomitmen untuk membantu sepenuhnya. Pasien merasa aman, kami (tenaga medis, red) dimudahkan. Tidak ada yang namanya pasien, amit-amit ya, bunuh diri atau kabur.”
“Maaf sebelumnya, kenapa Mas Sasuke bisa kena virus ini, Dok?” tanya saya. “Dokter,” kembali saya pertegas supaya Dokter Sakura nggak mengira saya sedang manggil Dokuritsu Junbi Chosa-kai.
Ia menujuk salah satu dokumen yang tersebar di meja, saya ambil dan blio menjelaskan, “Kebanyakan, yang kena itu dari luar negeri, Mas. Kan suami saya ini pengelana, ia habis menjalani perjalanan untuk mencari Isshiki Otsutsuki. Ya, indikasinya, selama border di Bilangan Kumogakure, ia tertular di sana.”
“Apakah ada instruksi langsung dari Naruto untuk Anda? Menengok Anda ini, yaa bisa dikatakan Menteri Kesehatan Konoha setelah Nyonya Tsunade kukut.”
“Sebenarnya agak pekewuh ya, Mas. Ya, Anda pasti tahu bahwa gosip di luar sana mengatakan saya menyesal menolak Naruto.”
“Hehehe,” saya pun hanya mbatin dan mengingat banyaknya orang yang nggak suka sama blio karena katanya beban.
“Tapi, untuk melawan pandemi ini, profesionalitas saya junjung setinggi mungkin. Intruksi dari Hokage untuk tenaga medis jelas perihal kesehatan. Kan nggak lucu kalau tugas kami ini menyembuhkan, eh malah ikutan sakit. Maka dari itu, pemerintah dan lembaga sosial memberikan banyak sumbangan berupa alat-alat medis untuk kami.”
Dokter Sakura melanjutkan, “Intruksi selanjutnya untuk institusi pendidikan dan tenaga kerja. Hokage menyuruh semua kegiatan berhenti total sejak Januari. Bayangkan, Mas, ketika menteri Anda bilang corona nggak bakal masuk ke Indonesia karena prosedurnya ribet, pemerintah Konoha sudah cepat tanggap sebelum semuanya terlambat.”
“Padahal waktu itu, positif corona di Konoha…”
“Nihil!” jawabnya dengan semangat. “Hanya PDP dan itu pun kami tanggapi dengan serius. Baru pada Maret, ada lima positif dan di antaranya adalah Gamabunta (kodoknya Naruto, red) karena sering jalan-jalan di luar desa, satunya adalah suami saya sendiri.”
“Apa nggak ada kecurigaan bahwa pandemi ini dilancarkan oleh elite global Jigen dan kolega yang mau menyerang Konoha secara mental?”
“Ah, Mas ini pertanyaan nggak mutu kayak di podcast itu tuh… Ini bukan masalah ketakutan kebangkitan PKI Akatsuki, cukong Chakra yang berbuat ulah atau bergeliatnya Juubi Ekor Sepuluh. Ini perihal kemanusiaan dan asas dasar jalan ninja kami. Sejatinya, panik itu memang sampah, tapi panik dan membuat isu-isu meresahkan itu lebih dari sampah!”
“Sebagai penutup, Dokter, apa saran Anda untuk negara saya (Indonesia, red) yang menjadi predikat penanganan terburuk pandemi ini di Asia Tenggara.”
Dokter Sakura mengambil kertas, kemudian menulisnya, padahal saya suruhnya ngomong saja biar nggak ribet. Lantas, datanglah Sarada, ia sehabis menengok ayahnya dan memberikan minuman pengganti ion. Setelah selesai menulis di selembar kertas, Dokter Sakura memberikannya kepada saya. Tulisan tersebut bunyinya seperti ini:
“SEMUA ELEMEN HARUS BEKERJA SAMA. PEMERINTAH DAN PEMBANTUNYA MBOK YA ELING, JANGAN BERBUAT ANEH-ANEH SELAIN MENGELUARKAN KEBIJAKAN MELAWAN PANDEMI INI DENGAN TEGAS. NEW NORMAL-NEW NORMAL NDASMU! DONG RA?!” iya, capslock semua.
BACA JUGA Menghitung Besaran UMR di Desa Konoha dan tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pengin gabung grup WhatsApp Terminal Mojok? Kamu bisa klik link-nya di sini.