Nggak Pantas Umat Islam Paksa Karyawan Muslim Resign Kerja dari Bank karena Riba

Nggak Pantas Umat Islam Paksa Karyawan Muslim Resign Kerja dari Bank karena Riba terminal mojok.co

Nggak Pantas Umat Islam Paksa Karyawan Muslim Resign Kerja dari Bank karena Riba terminal mojok.co

Perkara bunga bank adalah riba seolah jadi perdebatan yang tak ada ujungnya. Masalahnya, heran dan ilfeel aja sama orang-orang yang memaksa karyawan muslim resign kerja dari bank demi menghindari riba dan agar rezeki lebih berkah. Halo, kamu siapa?

Ini berawal dari unggahan viral di Twitter yang menceritakan kisah temannya yang diceraikan oleh sang istri karena resign kerja dari bank. Ia mengungkapkan alasan resign kerja karena ingin menghindari riba dan memilih untuk berdagang.

Tentu saja, unggahan yang sensitif itu kemudian diberondong dengan sejumlah komentar. Banyak yang memuji, tapi tak sedikit pula yang memaki.

Nuansa komentar yang memuji biasanya berkutat pada pandangan, “Riba dosa besar, InsyaAllah rezeki lebih berkah.” Sementara itu, nuansa komentar yang memaki berkisar pada pandangan kritik, “Seharusnya cari sumber pendapatan lain dulu, jangan pertaruhkan nasib anak dan istri.”

Beberapa yang lainnya sibuk membanggakan diri dengan kisah sukses resign kerja dari bank malah jadi kaya atau sebaliknya menyindir sikap inkonsisten penganut paham “bunga bank adalah riba.”

Sebenarnya, perbedaan pandangan mengenai bunga bank dan riba ini bukanlah hal yang baru. Meski begitu, topik ini sering kali diangkat dan seolah tak ada ujungnya seperti topik, “Bolehkah mengucapkan selamat natal?” Tak hanya umat Islam saja yang mengalami perbedaan pendapat, bahkan ulama-ulama besar pun masuk dalam arus perbedaan pendapat pula.

Ulama besar yang memiliki pemahaman bunga bank adalah riba di antaranya Yusuf Qardhawi, Mutawalli Sya’rawi, Abu Zahrah, dan Muhammad al-Ghazali. Dasar hukum yang dijadikan pijakan adalah larangan riba dalam surat Al-Baqarah ayat 275.

Sementara itu, ulama besar yang memahami bahwa bunga bank bukan riba adalah Syekh Ali Jum’ah, Muhammad Abduh, Muhammad Sayyid Thanthawi, Abdul Wahab Khalaf, dan Mahmud Syaltut. Mereka juga bersandar pada dalil Al-Quran Surat An-Nisa ayat 29, yang menjelaskan bahwa perdagangan yang halal itu jika dilakukan dengan suka sama suka, saling rida.

Ahli tafsir Al-Quran asal Indonesia, Quraish Shihab lebih jelas lagi memberi penengahan, “Berinteraksi dengan bank syariah itu mendekati kebenaran tuntunan agama, tetapi berinteraksi dengan bank konvensional tidak pasti bahwa itu terlarang.”

Ulama yang berbeda pendapat tersebut pada akhirnya mengembalikan kepada umat untuk memilih keyakinan yang menurutnya benar tanpa perlu menghakimi atau malah memaksakan pandangan dirinya kepada orang lain.

Meski begitu, faktanya di masyarakat, tak sedikit pula yang saling sikut dengan pandangan orang lain. Biasanya dengan alasan, “INI MASALAH SYARIAT, JANGAN DISEPELEKAN.” Bahkan ada pula yang sampai mengecam keras dengan kata-kata, “JANGAN SAMPAI ALLAH DAN RASULULLAH JADI MUSUHMU DAN MEMERANGIMU DI AKHIRAT KELAK.” Wadawww, ngeri amat.

Saya heran sama orang yang gampang banget memberikan ancaman, menghakimi dan memaksakan pandangannya pada muslim lainnya. Padahal Nabi Muhammad, panutan umat Islam, memiliki toleransi yang tinggi terhadap perbedaan pendapat yang ada di kalangan umat Islam. Bukan perkara receh, melainkan perihal ibadah salat, loh.

Kala itu, Nabi Muhammad memerintahkan kepada para sahabatnya untuk tidak salat Asar sebelum sampai di Bani Quraizhah. Namun, di tengah perjalanan, azan salat Asar berkumandang. Sebagian sahabat lalu salat di tengah perjalanan, sementara yang lainnya melaksanakan salat saat tiba di Bani Quraizhah. Nabi tidak mempermasalahkan kedua hal tersebut. Beliau tidak pula menyalahkan atau membenarkan salah satu pihak.

Perbedaaan pendapat itu pun banyak kita saksikan dalam perjuangan dakwah Nabi mulai dari saat perang, pemakaman Nabi, pembagian harta rampasan perang, zakat, dan lainnya.

Jadi, perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan sudah sepatutnya tidak ada yang merasa paling benar sendiri dengan pandangannya. Selain itu, hal penting yang perlu kita pahami bahwa tidak berhak umat Islam menghakimi dan memaksa orang lain untuk mengikuti pandangannya.

Lha wong, Nabi Muhammad saja tidak pernah berdakwah dengan memaksa orang lain, kok kita umatnya merasa pede dan sok pahlawan dengan memaksa orang lain ikut pandangan kita?

Untuk itu, tak perlulah kita saling sikut dan saling paksa dengan perbedaan pandangan bunga bank dan riba ini. Toh, ulama pun memiliki pandangan yang berbeda dan landasan yang sama-sama kuat serta bisa dipertanggungjawabkan.

Bagi mereka yang pro, silakan resign kerja dari bank dan cari pekerjaan lain, tapi jangan sekali-kali memaksa teman muslim lainnya. Bagi mereka yang kontra, silakan tetap bekerja dengan hati nyaman dan damai, tanpa perlu khawatir mengenai keberkahannya.

Bagi yang masih ragu-ragu, cari ilmunya dan pelajari: mana pandangan yang membuatmu mantap, yakin, dan damai, lantas pilihlah. Allah Maha Tahu dengan segala yang kita pikirkan dan yakini.

BACA JUGA Menghindari Riba: Membatalkan Kontrak dengan BPR Meski Dianggap Gila

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version