Ya kita harus melakukan apa saja agar negara kita baik-baik saja. Misal kita tidak tahu caranya, kita boleh kok meniru cara negara lain dalam membuat pemerintahnya sadar
Bapak saya pernah bilang, kalau mau jadi bajingan, nggak usah setengah-setengah, putus sekolah sekarang, mulai nongkrong di terminal.
Kalimat tersebut dilontarkan bapak ketika sudah kehabisan akal untuk menasehati saya yang—saat itu—sudah tak tertolong bandelnya. Bolos sekolah, merokok, mabuk, dan tak betah di rumah. Ya pahami saja, saat itu saya masih SMA. Masih berapi-api, masih menganggap orang tua adalah penghalang mimpi, dan rumah serasa penjara.
Saya memahami bapak, meskipun kalau diingat-ingat mak clekit juga. Sebab, saat itu, saya seperti sudah tak bisa lagi ditolong. Mau dikasih tahu kek mana juga nggak ada efeknya. Jadi, bapak sekalian menawarkan opsi, nggak usah setengah-setengah, sekalian wae nek meh rusak.
Maka itulah saya memahami kok bisa ada segelintir orang di negara ini, beneran nggak setengah-setengah dalam memuluskan langkahnya “menguasai” negara. Undang-undang diubah, putusan penting “dibanting”.
Ya gimana lagi, wong sudah nggak bisa ditolong.
Mengkritik negara nggak ada gunanya
Begini. Menolong seseorang yang tak mau ditolong itu sama saja menggarami lautan. Keadaan nggak berubah, kamunya malah terlihat goblok.
Mungkin itulah yang orang-orang lihat saat banyak orang di medsos mengkritik negara. Nggak ada gunanya, soalnya negara, dalam konteks ini orang-orang yang berkuasa menjalankan negaranya, tak mau ditolong. Mereka melakukan apa pun asal sesuai dengan kepentingannya. Padahal, dilihat dari jauh, sudah jelas efek buruknya. Terlihat jelas di mata.
Jadi ya, untuk apa mengkritik orang-orang tersebut. Nggak ada gunanya. Mau bikin aksi? Digebuk yang ada. Digebuk masih mending. Bisa jadi jejak digital Anda digali, atau aib kalian yang pernah kalian lakukan di masa lalu dibongkar di media sosial. Kalian bakal memilih mati, soalnya kalian praktis tak punya masa depan lagi.
Saya pribadi, melihat kegegeran dua hari ini, sebenarnya ya pesimis akan ada perubahan. Sebab ya meski saya nggak ada henti mengkritik negara, saya tahu betul bahwa nggak ada gunanya. Wong ya banyak rakyat yang mengaku puas. Buktinya mayoritas penduduk memilih calon pemimpin yang sedarah dan sepemikiran untuk melanjutkan negara yang kayak gini.
Jadi, saya menganggap, negara ini sebenarnya baik-baik saja. Rakyatnya puas, apa-apa terjamin. Nyatanya, pemimpin yang menjual keberlanjutan menang di pemilu kan? Ya artinya negara ini baik-baik saja.
Kayaknya lho, ya, saya sih nggak yakin-yakin amat.
Baca halaman selanjutnya: Purging fire…
Purging fire
“When a forest grow too wild, a purging fire is inevitable and natural..”
Kalimat yang diucapkan Ra’s Al Ghul di Batman Begins ini sepertinya cocok untuk menggambarkan keadaan saat ini. Atraksi politik di negara ini sudah kelewat banyak. Jika diibaratkan rumput liar, ya tumbuhnya sudah benar-benar tak terkendali. Dan biasanya, biasanya nih ya, bakal ada kejadian yang me-reset semuanya agar keadaan kembali seimbang.
Disclaimer dulu nih, saya tidak sedang membakar siapa-siapa. Tapi memang perlu diakui, yang terjadi di negara ini sudah kelewat lucu. Cuman nih, cuman, alam memberi kita buanyak contoh kejadian yang bisa kita ambil hikmahnya. Rata-rata sih, bentuknya kepunahan massal yang dimulai dengan bencana alam.
Saya sih tidak pernah berdoa negara ini kena bencana ya. Nggak mungkin. Tapi melihat banyaknya orang yang tidak puas dan berkobar hatinya, ya saya hanya bisa memberi saran untuk mendoakan pemimpin kita agar sadar. Sadar tentang apa, ya nggak tahu, entah sadar kalau ngubah undang-undang biar anak dapat kerja, apa yang mana, nggak tahu.
Ya kita harus melakukan apa saja agar negara kita baik-baik saja. Misal kita tidak tahu caranya, kita boleh kok meniru cara negara lain dalam membuat pemerintahnya sadar. Denger-denger sih, salah satu negara yang mungkin bisa kita tiru adalah Prancis. Tapi, kenapa Prancis?
Oh, mudah saja, karena Prancis punya sejarah pernah me-reset negaranya di tahun 1789-1799. Kita bisa dengan mudah belajar pada mereka. Atau, para petinggi itu coba menganggarkan untuk studi banding mempelajari Pekan Kebudayaan Prancis. Saya sih yakin, pulang-pulang, mereka akan dapat pencerahan.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Ironi Kota Solo: Kotanya Nyaman untuk Ditinggali, tapi Biaya Hidupnya Begitu Tinggi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.