Run from LDR, run!
“Pak, Mak, aku mau nikah.” kataku kali itu di hari ulang tahun Bapakku.
“Sama siapa?” tanya Bapakku, dengan tidak penasaran.
“Sama pacarku, yang orang Afrika itu,” jawabku mantap.
“Puji Tuhan! Akhirnya setelah dua tahun lebih, doa Mamak dijawab Tuhan,” ucap Mamakku dengan mata yang agak berkaca-kaca.
Semua berjalan dengan begitu lancarnya dari pihak keluarga (walaupun secara administrasi negara ya sulit banget!). Pacarku akhirnya datang ke Indonesia, lamaran, lalu menikah. Dua bulan lamanya doi tinggal di Indonesia sebelum akhirnya kembali lagi ke negara perantauan untuk bekerja.
Senang? Jelas iya. Cinta yang selama ini kami bina (ceilaaahhh) dengan perbedaan budaya, latar belakang, zona waktu, zona wilayah, dan perbedaan lain-lainnya ini memasuki awalan baru, pernikahan. Sedih? Udah pasti. Bayangin aja, 30 bulan lamanya kami tidak bertemu. Padahal waktu itu, kami baru saja naik kelas dari level temenan ke pacaran. Walaupun sudah beda negara namun jaraknya tidak terlalu jauh sehingga masih bisa bertemu tiap akhir pekan.
Gara-gara pandemi, wakuncar tiap minggu sudah tidak mungkin karena border antarnegara ditutup rapat dan akhirnya pacar saya malah pindah ke negara yang lebih jauh lagi karena tuntutan pekerjaan. Dan setelah resmi menikah baru sebulanan, doi kudu balik lagi ke perantauan, tentu saja karena pekerjaan. Naik kelas lagi deh. Dari LDR (Long Distance Relationship) ke LDM (Long Distance Marriage).
Resep berhasil LDR
Lalu, saya mulai ditanyain sama orang-orang di sekitaran saya tentang resep awet membina kasih jarak jauh agar bisa bermuara ke pernikahan. Beberapa orang yang sedang menjalin LDR ini malahan sampe curhat gimana berjuangnya mereka mempertahankan hubungan tipe ini. Karena selain dilanda rindu yang membabi-buta, LDR ini memang salah satu ladang mencari dosa. Benar. Emangnya mbok pikir yang pacaran jarak dekat doang yang bisa bikin dosa?
Dosanya orang-orang LDR ini adalah suuzan sama pasangan. Ya benar. WA nggak langsung dibalas, mikirnya sang pujaan hati lagi sama yang lain. Telepon nggak diangkat, mikirnya sang pujaan hati lagi nongkrong nggak jelas. Padahal ya karena perbedaan wilayah dan waktu (apalagi yang beda waktunya di atas 3 jam), tentu saja jam produktifnya sudah beda. Yang di sini udah ngantuk, yang di sana masih mau main futsal. Yang di sini segar baru bangun tidur, yang di sana baru pulang kerja pengen me time. Hayo! Ngaku kamu yang lagi LDR-an pasti meringisan baca ini!
Orang-orang makin penasaran karena selain jauh secara jarak, background saya dan pasangan emang berbeda jauh banget!!! Saya ¾ Batak + ¼ Jawa. Sementara suami asli dari Afrika. Sungguh nggak ada benang merahnya sama sekali. Tentu saja ini tidak mudah. Sulit banget malahan.
Setelah self-awarded sebagai ahli LDR, maka izinkan saya menjawab pertanyaan ini untuk khalayak umum. Resep awet membina kasih jarak jauh menurut saya adalah PUTUS. Iya putus hubungan. Run, bestie, run! Iya. Saya nggak lagi bercanda. Ini serius.
Nga ada untungnya
Sekarang, saya kasih kamu waktu 1 menit untuk memikirkan keuntungan dari LDR. Nah! Bener! Nggak ada!
T-tapi kan cinta itu tulus, nggak menuntut untung rugi?
Iya. Benar. Itu nggak salah. Tapi bayangin aja sekarang. Waktu kamu jomblo, hidupmu baik-baik aja. Kemudian punya pacar, lalu karena studi, kerja atau apa pun itu, kalian terpaksa LDR. Saya yakin, nggak ada orang waras yang memang sengaja dengan sukarela menjalin hubungan LDR. Semuanya pasti karena terpaksa. Dan kita semua di sini pasti setuju bahwa sesuatu yang dipaksakan itu biasanya nggak baik.
Lalu, apakah kamu masih bersikukuh untuk membina kasih jarak jauhmu itu? Membina kewarasanmu tentu saja lebih penting daripada membina kasih jarak jauh kamu yang melelahkan itu. Kamu layak untuk dapat perhatian yang cukup dari pacarmu, diapelin tiap minggu, nge-date keliling kota, nonton film baru di bioskop, nyobain kafe-kafe gemas kekinian bahkan candle light dinner di restoran yang mevvah pas anniversary atau ulang tahun.
Belum lagi jika LDR-nya beneran jarak jauh banget dengan perbedaan waktu yang lumayan jauh. Tak tanggung-tanggung, kamu juga akan dituntut untuk mengobarkan waktu tidurmu juga demi bisa teleponan sama si doi. Padahal tidur cukup itu adalah hak paling mendasar untuk tubuhnya dan karena LDR, kamu dengan sadar melepaskan hak itu.
So, kalau masih bisa lari, silakan lari sekencang-kencangnya dan sejauh-jauhnya dari LDR. Kecuali kalau kamu emang sudah nggak bisa lari ke lain hati, apa boleh buat. Hehehe.
Penulis: Agnes Betania
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 4 Panduan Beli Vape Seken untuk Pemula