Naruto dan Hinata: Pernikahan Mereka Bikin Saya Iri Saja, Ini 3 Alasannya

Jika Era Shinobi Berakhir, Ini 5 Pekerjaan yang Cocok Dilakoni Karakter di Naruto terminal mojok.co

Jika Era Shinobi Berakhir, Ini 5 Pekerjaan yang Cocok Dilakoni Karakter di Naruto terminal mojok.co

Tak terasa air mata saya berlinang menghadiri pernikahan Naruto dan Hinata, dalam artian ketika menonton episode terakhir serial Naruto. Menurut saya mereka berdua adalah pasangan yang paling serasi di dunia anime. Bagaimana tidak, Naruto memiliki kekuatan yang sangat besar bahkan diakui sebagai pahlawan di dunia shinobi, diimbangi oleh Hinata yang anggunnya naudzubillah.

Mungkin jika di Indonesia, sosok Hinata ini mirip dengan Hayati kekasihnya Zainuddin. Sehingga saya harus berlindung kepada Allah agar tidak jatuh hati pada perempuan semacam itu untuk kedua kalinya, cukup istri saya saja.

Dengan kefemininnan yang Hinata miliki, kekuatan Naruto ini bisa dibilang tidak akan sia-sia, dalam artian sangat berguna untuk melindungi kekasihnya yang lemah lembut. Walaupun sebenarnya cukup kuat jika dibanding dengan wanita pada umumnya. Bisa dibilang kelemahlembutan dan kefemininnan yang ada pada Hinata itulah kekuatannya yang utama.

Berbeda dengan perempuan serbabisa yang tidak memiliki alasan untuk menunjukkan sisi kemanjaan mereka. Emangnya apa perlu seorang istri menunjukkan sifat manjanya? Saya pikir perlu. Seperti saya misal, yang selalu menjadi penolong saat memasang tabung gas, saat memperbaiki rangkaian listrik, saat mengangkat barang-barang dan yang paling penting bisa membuatkan puisi saat istri saya butuh dihibur. Tentu dengan itu saya merasa bahagia, setidaknya ada gunanya lah di depan istri. Namun ada tiga hal yang membuat saya iri dengan pernikahan Naruto dan Hinata…yang mungkin tidak akan pernah dialami oleh saya.

Menikah di waktu yang tepat

Bisa dibilang waktu yang Naruto pilih untuk menikah itu memang puncak dari kebahagiaan. Bagaimana tidak, saat itu perang besar baru saja selesai, sehingga seluruh elemen masyarakat sedang merasakan bahagia.

Efek dari berakhirnya perang besar itu tentu diiringi dengan naiknya tingkat keamanan dunia, sehingga para shinobi tidak sedang sibuk menjalankan misi. Bahkan bisa dikatakan kegiatan para shinobi tidak seru lagi, ya cuma mondar-mandir seperti manusia biasa tidak lagi saling serang.

Bahkan Orochimaru saja terlihat unyu saat itu, padahal biasanya ia begitu menakutkan dan misterius. Para shinobi juga terlihat gabut di dalam desa. Padahal di dalam tubuhnya tersimpan kekuatan yang sangat besar. Hal itulah yang menjadikan menikah sebagai solusi yang tepat.

Dihadiri banyak orang

Berbeda banget dengan saya yang malah menikah di masa sulit, seperti saat pandemi ini. Memang ya cinta suka datang tidak tepat waktu! Tidak bisa nunggu sampai keadaan kembali normal. Bukankah kebahagiaan itu lebih terasa ketika ekonomi rumah tangga membaik, kan? Seharusnya saya menikah setelah pandemi berakhir, setidaknya bila sudah mulai bekerja lagi.

Jika seperti ini, saya mau berbulan madu saja tidak bisa. Seandainya nekat untuk bepergian pun biayanya lebih mahal karena harus membuat hasil rapid test segala. Itu pun kalau ada duitnya. Jangankan mendapatkan hadiah berupa pekat bulan madu, teman-teman saya pun bernasib sama dengan saya, gaji berkurang, bahkan ada yang sampai dirumahkan. Yang artinya saya dan teman-teman saya sedang prihatin, alias tidak bisa sembarangan mengeluarkan uang.

Sementara Naruto dan Hinata, di acara pernikahannya dihadiri oleh banyak orang dari berbagai desa. Bahkan bisa dikatakan dihadiri oleh semua teman seangkatan. Bahkan Sasuke yang sedang menempuh perjalanan menebus dosa pun merelakan dirinya untuk pulang ke Konoha. Wah Naruto memang seorang teman yang berharga. Wah bagaimana tidak meneteskan air mata ketika saya menyaksikannya? Bagaimana dengan hari pernikahan saya? Inilah hal kedua yang membuat saya iri dengan pernikahan mereka.

Masalah batin

Hal ketiga yang membuat saya iri dengan pernikahan Uzumaki dan Hyuga adalah masalah batin. Ketika mereka menikah, saya pikir mereka benar-benar menempuh hidup baru. Hinata yang tadinya sibuk mengagumi Naruto secara diam-diam, kini malah akan menikah dengannya. Seorang anak laki-laki yang sibuk berlatih, mencri teman dan mencapai impiannya menjadi Hokage kini harus membagi perasaannya untuk hal cinta.

Berbeda sekali dengan saya yang sejak remaja sudah menyatakan cinta saya kepada perempuan yang saya cintai. Bahkan saya mampu memahami segala sifat buruk dan baik pacar saya ketika sebelum menikah. Begitu menikah, saya hanya mendapatkan bonus boleh berhubungan intim saja rasanya. Huhu menyedihkan. Sisanya adalah beban rumah tangga dan mempersiapkan masa depan anak-anak. Bisa dikatakan hidup baru yang saya tempuh tidak baru-baru amat. Begini doang ta?

Kenapa dulu pas remaja saya tidak fokus saja mengejar impian saya untuk menjadi seorang presiden? Sehingga saya akan sibuk mencari ilmu serta menorehkan banyak prestasi. Saya sejak remaja malah sudah khawatir jika tidak menemukan pasangan. Saya memilih tidak dicengin jomblo, sehingga saya memutuskan untuk berpacaran. Duh lemah!

Andai saja waktu bisa diputar kembali ke masa remaja, saya tidak akan begitu khawatir dengan yang sudah tertulis dalam takdir Tuhan.

Saya pikir banyak orang yang berharap bisa kembali ke masa lalu untuk memperbaiki diri, seperti saya. Terlebih lagi bila kita memiliki masa lalu yang buruk. Misalnya saya yang memiliki mantan.

Saya pikir istri saya tidak menginginkan untuk mengerti kisah saya dengan mantan. Sama lah dengan saya yang inginnya tutup mata dengan kisah para mantannya istri saya. Meskipun begitu, terkadang saya suka sebel sendiri jika ingat listing nama mantan sang istri. Terlebih bila saya memiliki mata Uchiha yang bisa melihat masa lalu seseorang. Apakah saya bisa bahagia ketika menikah? Oh tidak!

Mungkin itulah kenapa para shinobi tidak perlu-perlu amat berpacaran terlalu lama, sepertinya memang menghindari konflik di masa lalu. Jika seperti itu, bisa diartikan para shinobi itu tipe orang-orang yang setia dong? Bahkan Jiraiya saja menjadi pecinta setia Tsunade meski cintanya selalu bertepuk sebelah tangan. Atau mungkin karena mereka terlalu sibuk memikirkan ambisi mereka dan memasrahkan kisah cinta mereka kepada takdir Tuhan. Waw ideal sekali prinsip tersebut bagi saya.

Yang pasti saya iri dengan pernikahan Naruto dan Hinata. Meskipun pernikahan saya tidak sempurna, semoga yang tidak sempurna ini bisa mengantarkan saya dan keluarga ke surga.

Saya ingin merasakan jatuh cinta lagi dengan orang yang sama di surga sana. Di mana saya tidak pernah mencintai orang lain dan tidak menyentuh wanita lain selain istri saya. Begitu juga istri saya yang hanya mencintai saya. Hahaha, boleh kan menghayal?

BACA JUGA Mengenang Kerja Keras Membangkitkan Kembali Grand Livina yang Mati karena Kebanjiran dan tulisan Erwin Setiawan lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

 

Exit mobile version