Nanjak Ambeng: Tradisi Buka Bersama ala Desa Pesisir Utara Lamongan

Lebaran Tahun Ini: Meski Raga Tak Bersama, Silaturahmi Tetap Harus Terjaga Berlutut dan Pakai Bahasa Jawa Kromo Adalah The Real Sungkeman saat Lebaran Selain Hati, Alam Juga Harus Kembali Fitrah di Hari yang Fitri Nanti Starter Pack Kue dan Jajanan saat Lebaran di Meja Tamu Mengenang Keseruan Silaturahmi Lebaran demi Mendapat Selembar Uang Baru Pasta Gigi Siwak: Antara Sunnah Nabi Atau Komoditas Agama (Lagi) Dilema Perempuan Ketika Menentukan Target Khataman Alquran di Bulan Ramadan Suka Duka Menjalani Ramadan Tersepi yang Jatuh di Tahun Ini Melewati Ramadan dengan Jadi Anak Satu-satunya di Rumah Saat Pandemi Memang Berat Belajar Gaya Hidup Eco-Ramadan dan Menghitung Pengeluaran yang Dibutuhkan Anak-anak yang Rame di Masjid Saat Tarawih Itu Nggak Nakal, Cuma Lagi Perform Aja Fenomena Pindah-pindah Masjid Saat Buka Puasa dan Salat Tarawih Berjamaah 5 Aktivitas yang Bisa Jadi Ramadan Goals Kamu (Selain Tidur) Nanti Kita Cerita tentang Pesantren Kilat Hari Ini Sejak Kapan sih Istilah Ngabuburit Jadi Tren Ketika Ramadan? Kata Siapa Nggak Ada Pasar Ramadan Tahun Ini? Buat yang Ngotot Tarawih Rame-rame di Masjid, Apa Susahnya sih Salat di Rumah? Hukum Prank dalam Islam Sudah Sering Dijelaskan, Mungkin Mereka Lupa Buat Apa Sahur on the Road kalau Malah Nyusahin Orang? Bagi-bagi Takjil tapi Minim Plastik? Bisa Banget, kok! Nikah di Usia 12 Tahun demi Cegah Zina Itu Ramashok! Mending Puasa Aja! Mengenang Kembali Teror Komik Siksa Neraka yang Bikin Trauma Keluh Kesah Siklus Menstruasi “Buka Tutup” Ketika Ramadan Angsle: Menu Takjil yang Nggak Kalah Enak dari Kolak Nanjak Ambeng: Tradisi Buka Bersama ala Desa Pesisir Utara Lamongan

Hampir setiap orang yang mendengar kata Lamongan, ketika bertemu saya, akan menanggapi dengan, “Wah bisa bikin soto Lamongan atau pecel lele, dong.” Ya, Lamongan memang terkenal dengan dua makanan itu. Walaupun di desa saya sendiri tidak banyak orang yang menjual soto Lamongan atau pecel lele. Bisa dihitung dengan jari.

Padahal di daerah tersebut juga ada hal lain yang lebih unik, seperti sebuah daerah di Lamongan yang melarang masyarakatnya untuk mengonsumsi lele. Aneh, kan? Daerah yang terkenal dengan pecel lele, justru masyarakatnya memiliki pantangan untuk makan lele. Selain itu ada juga tradisi lamaran yang harus dilakukan oleh pihak perempuan. Nah, tradisi yang ini benar-benar masih kental di desa pesisir utara Lamongan sampai saat ini. Dua tradisi ini memang memiliki sejarahnya tersendiri dan sayangnya kalah terkenal dengan soto Lamongan dan pecel lele.

Namun seperti kita ketahui, Indonesia memang memiliki berbagai suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dan masing-masing daerah mempunyai kebudayaan yang unik serta makanan khasnya yang lebih dikenal oleh masyarakat secara luas.

Di lain sisi, Indonesia juga merupakan negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbanyak di dunia. Kedua hal ini memunculkan tradisi unik di tanah air ketika bulan Ramadan tiba. Setiap suku mempunyai cara berbeda-beda untuk menyambut dan mengisi hari-hari di bulan yang mewajibkan setiap muslim untuk berpuasa penuh ini.

Begitu pula di Desa Paciran, sebuah desa yang berada di pesisir utama Kabupaten Lamongan. Warga Desa Paciran tepatnya di kompleks Pondok Pesantren Karangasem memiliki cara tersendiri yang cukup unik dalam mengisi hari-hari terakhir bulan Ramadan. Tradisi tersebut biasa disebut masyarakat dengan tradisi Nanjak Ambeng. Nanjak dalam bahasa Jawa Paciran artinya makan bersama, sedangkan ambeng yaitu nasi dalam talam.

Dalam setiap acara ini puluhan sampai ratusan ambeng disediakan untuk buka bersama. Ambeng-ambeng tersebut berasal dari donasi warga Paciran sendiri yang memiliki rezeki lebih. Jadi tidak heran kalau menu yang disediakan juga beragam dan banyak variasi. Mulai dari nasi kuning, nasi uduk, sayur lodeh, maupun lalapan aneka warna. Selain itu juga disajikan berbagai macam takjil sebagai santapan pembuka sebelum menyantap ambeng.

Ratusan orang pria, wanita, tua, muda, hingga anak-anak mulai memadati sudut gang. Dan ketika menjelang maghrib, ratusan ambeng sudah mulai berjajar rapi di sepanjang gang kompleks Pondok Pesantren Karangasem. Tak lama berselang, setiap orang sudah dalam posisi masing-masing. Seakan sudah ada yang mengatur untuk membentuk grup-grup kecil.

Ketika azan berkumandang, sudah ada ratusan lingkaran manusia yang mengelilingi ambeng dan semua orang pun makan bersama dalam satu wadah (ambeng). Lingkaran-lingkaran kecil itu tampak hening saat menyantap hidangan dalam satu ambeng bersama-sama menggunakan tangan. Tanpa canggung dan penuh semangat, masyarakat akan saling menikmati dengan penuh kesetaraan.

Ada berkah tersendiri bila bisa makan bersama dalam satu wadah. Semua orang terlihat sama. Bahkan kiai, ustaz, Pak Kades, dan tokoh masyarakat lainnya berbaur menjadi satu.   Menyantap bersama-sama hidangan beralaskan berbagai tikar di sepanjang jalan dan gang-gang sempit desa.

Dan begitu ambeng selesai disantap bersama dengan teratur dan rapi, semua yang hadir membersihkan sisa makanan di lingkaran masing-masing. Menjelang salat Magrib, jalanan pun kembali bersih.

Tradisi ini bermula dari sebuah pengajian rutinan Ramadan di kompleks Pondok Pesantren Karangasem. Kemudian didesain dengan menambahkan acara buka bersama melalui cara nanjak ambeng, yang dapat diikuti oleh masyarakat yang lebih luas di wilayah tersebut. Sehingga acara ini menjadi kebiasaan dan lama kelamaan sudah menjadi tradisi bagi warga Paciran. Sampai saat ini acara nanjak ambeng mulai dilakukan di setiap masjid-masjid dan musala-musala yang ada di Paciran. Nah, jika nanjak ambeng sudah digelar, itu artinya bulan Ramadan tinggal menunggu hitungan hari saja.

Acara ini memang rutin dilaksanakan tiap tahunnya untuk menciptakan kebersamaan antar warga, juga untuk mendekatkan hubungan antara pemimpin (tokoh masyarakat dan kepala daerah) dengan masyarakatnya.

Nanjak Ambeng memang masih kental di kalangan Wong Ciran (sebutan untuk masyarakat Desa Paciran, Lamongan) dan kerinduan akan momen inilah yang membuat Wong Ciran selalu ingin ingin kembali pulang meskipun jauh dari tanah perantauannya.

BACA JUGA Esai-esai Terminal Ramadan Mojok lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version