Nama Panggilan Nyeleneh Itu Bukan Ejekan, tapi Simbol Keakraban

Nama Panggilan Nyeleneh Itu Bukan Ejekan, tapi Simbol Keakraban terminal mojok.co

Nama Panggilan Nyeleneh Itu Bukan Ejekan, tapi Simbol Keakraban terminal mojok.co

Menjadi seorang bakul angkringan yang banyak teman akrab adalah sebuah anugerah terbesar dalam hidup saya. Dari yang berlatar belakang seorang pegawai negri, penulis lepas, hingga bakul pecel yang turut jadi pelanggan saya, membuat pemikiran saya semakin terbuka. Setiap apa yang diceritakan kepada saya entah itu masalah pribadi, kerjaan, dan terutama masalah hati, terkadang bisa saya ambil kesimpulan dari sudut pandang yang berbeda.

Pelanggan setia yang biasa mampir di angkringan saya pun semakin hari semakin akrab. Dari yang dulu cuma sekadar makan lalu pulang, malah untuk saat ini sering jika memesan es teh satu gelas saja bisa menghabiskan waktu hingga lima jam. Bahkan untuk bahan bercandaan yang sepele dan receh pun, sering dilontarkan. Biasanya jika sudah akrab dengan seseorang, kita akan mempunyai nama panggilan khusus yang biasa disebut dengan “ceng-cengan”. Seperti misalnya saya sendiri. Bernama asli Grantino Gangga Ananda Lukmana yang punya nama panggilan “Sengget”.

Kenapa dari Grantino Gangga bisa dipanggil Sengget? Sebab, saya mempunyai postur tubuh yang tinggi seperti bambu. Bahkan tinggi badan saya mencapai 186cm. Biasanya, orang di daerah saya sering memetik mangga dengan bambu. Nah, bambu yang digunakan sebagai alat pemetik buah tersebut disebut “sengget” oleh orang-orang di daerah saya. Dari situlah awal panggilan Sengget.

Entah nama panggilan akrab tersebut digunakan sebagai bahan ejekan atau memang benar-benar panggilan akrab, saya pun tidak terlalu memikirkannya. Nama panggilan memang seringnya dibuat untuk dijadikan ciri khas seseorang, apalagi kalau sudah akrab dan dekat. Sudah tidak ada rasa tersinggung atau sakit hati, justru senang.

Nama panggilan bisa begitu berbeda dengan nama asli. Fenomena semacam ini tentu banyak contohnya di pergaulan. Kadang lucu untuk mengingatnya. Kawan-kawan di sekitar saya juga punya panggilan yang begitu nyeleneh. Berikut adalah daftar nama panggilan pelanggan dan orang di sekitaran saya yang sedikit aneh, tapi tetap menggemaskan.

#1 Yanto Stempel (Supardiyanto)

Tetangga saya yang kerap datang untuk sekadar nongkrong di angkringan dan berstatus sebagai wiraswasta ini bekerja sebagai tukang pembuat stempel. Sebab banyaknya nama penyandang “Yanto” di kampung saya dan kebanyakan nama Yanto ini telah dipakai para pengurus kampung seperti RT, sekertaris RW dan takmir masjid, maka Yanto Stempel sebagai panggilan yang berdasarkan pekerjaan utamanya.

#2 Retno Kobis (Retno Yuwarsih)

Pelanggan saya satu ini berasal dari desa sebelah dan bekerja sebagai penjual sayuran kubis di Pasar Giwangan. Namun tampaknya, ibu dua anak ini sudah mulai nyaman dengan panggilan yang diberikan oleh teman-teman saya. Iya, Retno Kobis, sungguh ciri khas yang menggambarkan orangnya.

#3 Shogun (Erwin Ardiyantoro)

Blio adalah sahabat karib saya ini berasal dari Riau. Dipanggil dengan sebutan demikian karena memang namanya terlalu bagus menurut saya. Asal-usul nama panggilan tersebut diberikan oleh sahabat saya yang bernama Evan. Dulunya si Erwin ini suka menggunakan motor Shogun sebagai kendaraan utamanya. Tidak heran kalau namanya berubah jadi merek motor.

#4 Si Dul (Asep Candra)

Mempunyai usaha dibidang kaos distro di bilangan Kotagedhe, Si Dul jadi nama panggilan seorang yang bernama Asep Candra. Agak jauh memang, tapi ada sejarahnya. Berawal dari brand miliknya yang mempunyai tagline singkat “Masdul Coli (masuk dulu, cocok beli)”, kemudian kami pun akrab memanggilnya dengan sebutan Si Dul. Ini pun terjadi begitu saja, seolah teman-teman di sekitar telah bersepakat untuk tak memanggilnya “Si Asep”.

#5 Petrik (Yulius Yanis)

Hanya sebatas nama asal-asalan yang kami berikan agar tidak susah untuk memanggil namanya. Itu saja. Terkadang memang seacak itu.

#6 Lastri Pecel (Sulastri Asih)

Mbak Lastri adalah seorang bakul pecel di depan angkringan saya. Blio masih muda dan masih lajang. Selain membuat pecel, Mbak Lastri juga sering mendaki gunung. Gimana nggak punya embel-embel “pecel”, lha wong dimanapun blio berada, entah di kota maupun di gunung saja selalu membawa sambel pecel dan sayuran. Tapi, saya akui, pecel buatan Mbak Lastri ini memang mantap.

Masih banyak nama panggilan dari orang terdekat saya yang aneh dan unik. Seperti misalnya ayah saya yang dulunya mempunyai nama panggilan Robet. Untuk ayahanda tidak perlu saya bahas. Takut kualat. Ada juga Irvan Ashari selaku teman SMA saya yang digadang mirip dengan personel boyband lokal, maka diberikanlah nama “Bisma”.

Memang benar, nama adalah sebuah doa. Dan untuk nama panggilan yang wajar pun bisa diambil dari nama tengah atau nama akhir. Contohnya saja Sofiana, yang bisa juga dipanggil dengan Mbak Fia. Tapi, memang sebagai simbol keakraban seseorang, nama panggilan yang nyeleneh dan unik ini wajar jika diberikan. Asalkan orang yang diberikan panggilan tersebut bisa merasa nyaman dengan namanya. Saya pun nyaman dengan panggilan “Sengget” yang sudah melekat bertahun-tahun lamanya.

BACA JUGA Gerobak Angkringan Harusnya Jadi Ruang Aman untuk Perempuan yang Jajan dan Nongkrong dan tulisan Grantino Gangga Ananda Lukmana lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version