Kemarin motor saya brebet. Penyebabnya sama seperti kebanyakan orang. Setelah isi bensin di Pertamina, tarikannya langsung nyendat. Ketika dinyalakan pun agak susah, gasnya berat, dan setelah melibas satu-dua kilometer, motor benar-benar menyerah. Ia hanya bisa berjalan beberapa meter. Kemudian berhenti. Tak bisa jalan. Nyendat. Ketika dinyalakan, begitu lagi.
Saya misuh. Betapa muak dengan pemerintah. Bukan saja karena motor brebet saya, tapi juga karena ini bukan pertama kalinya ada korban dari sistem yang asal-asalan.
Siapa saja bisa jadi korban motor brebet
Beberapa waktu belakangan, ketika melewati jalan, saya melihat pemandangan serupa. Seorang ibu bersama anaknya mendorong motor. Dari jauh, wajah mereka terlihat lusuh, mungkin sudah agak jauh mereka berjuang di bawah panas matahari. Anaknya masih berseragam sekolah, sementara ibunya, yang sudah sepuh, ikut membantu mendorong motor dari belakang.
Pun ketika saya mendorong motor brebet ini, beberapa orang langsung menduga penyebabnya. Beberapa lagi langsung iba, kemudian menunjukkan bengkel terdekat, sambil cerita kalau ia juga korban dari kelucuan kinerja Pertamina.
Solusi yang terlalu teoritis
Kalau kita membaca di beberapa pemberitaan, Pemerintah sudah menyiapkan solusi atas fenomena ini. Kalau motor brebet setelah isi bensin, silakan bawa ke bengkel yang sudah bekerja sama. Katanya nanti akan diperiksa dan diperbaiki. Kedengarannya keren dan sistematis, ya? Tapi situasi di lapangan tentu saja tidak sesederhana itu.
Misal, ketika sedang ada keperluan, kemudian motor mogok di tengah jalan, apakah kita sempat mikir: “Wah, bengkel rujukan terdekat ada di mana, ya?” Tentu tidak. Yang kita pikirkan cuma bagaimana caranya motor ini bisa jalan lagi biar nggak telat kerja, nggak telat ngejar kereta, atau nggak telat urusan lain-lain.
Belum lagi, lokasi kita nggak selalu dekat bengkel rujukan. Kadang sedang di jalan antarkota, kadang di gang sempit, kadang malah di jalanan yang bahkan sinyal saja setengah mati. Dengan kondisi seperti itu, saya merasa solusi dari pemerintah ini (maaf saja), terlalu teoritis, nggak mashok akal. Seakan hanya sekadar ingin dianggap bertanggungjawab saja tanpa benar-benar memberikan solusi konkret.
Tapi, di sisi lain, saya juga sadar memang beginilah pemerintah kita. Tak pernah beres dan tak pernah bisa diandalkan
Kok bisa tidak ada pelaku penyebab motor brebet?
Saya masih mbatin dengan fenomena ini, kok bisa solusinya adalah agar diperbaiki motornya. Maksud saya harusnya ditangkap dulu pelakunya. Kemudian baru dilakukan perbaikan. Iya, fokusnya bukan pada siapa penyebabnya, tapi bagaimana cara menambalnya.
Ibarat sedang hujan, dan atap rumah bocor, mereka sibuk ngelap lantai yang basah, bukan memperbaiki genteng yang rusak, agar sumber kebocorannya bisa teratasi lebih dulu.
Padahal, kalau benar bahan bakar yang bermasalah, bukankah mestinya pelakunya dicari? Siapa yang lalai, siapa yang mencampur, siapa yang bertanggung jawab atas ribuan motor yang brebet dan mogok di jalan?
Kita memang hanya bisa mengandalkan diri sendiri
Iya, ketika motor kita brebet. Saya, dan mungkin kita semua, memang hanya bisa mendorong motor pelan-pelan. Mencari bengkel terdekat. Sambil berharap uang yang dibawa masih ada sisa untuk membeli keperluan esok hari.
Yah, motor saya memang akhirnya hidup lagi. Tapi kejadian itu meninggalkan rasa getir. Rasanya seperti menjadi warga negara tanpa benar-benar mendapat hak-haknya. Tapi, apalagi yang mau diharapkan di negara yang lebih rajin memasang tulisan “awas jalan berlubang” ketimbang menambal lubang itu.
Semoga saja kita tetap sehat. Sebab, hidup dengan mengandalkan diri sendiri memang begitu beratnya.
Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 3 Hal yang Saya Benci Ketika Mengisi Bahan Bakar di SPBU Pertamina
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
