Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Monumen Van der Wijck di Lamongan, Warisan Sejarah yang Hanya Jadi Pajangan Berdebu

M. Afiqul Adib oleh M. Afiqul Adib
24 September 2025
A A
Monumen Van der Wijck di Lamongan, Warisan Sejarah yang Hanya Jadi Pajangan Berdebu

Monumen Van der Wijck di Lamongan, Warisan Sejarah yang Hanya Jadi Pajangan Berdebu (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Sebagai warga asli Lamongan, saya ingin memberikan fakta yang mungkin tidak banyak orang tahu. Di Lamongan, tepatnya di Kecamatan Brondong, ada sebuah monumen sejarah yang namanya cukup mentereng, yakni Monumen Kapal Van der Wijck. Nama yang tidak asing memang, tapi lebih dikenal sebagai novel atau film.

Padahal monumennya memang ada. Iya, cerita tenggelamnya kapal tersebut memang pernah terjadi di laut Lamongan utara. Sialnya, nasib monumen tersebut cukup nahas. Kebetulan saya sering lewat sana.

Tiap kali lewat, saya selalu membatin, “Kok bisa ya, monumen bersejarah tapi begini nasibnya?” Sebagai gambaran, ketika artikel ini ditulis, Monumen Kapal Van der Wijck itu masih dipagar, dikunci rapat, dan dibiarkan tumbuh semak-semak liar di sekelilingnya.

Kalau nggak tahu sejarahnya, orang tidak akan ngeh. Selain terkesan kumuh, monumen mungil ini juga tidak terlalu terlihat dari jalan. Padahal monumen ini bukan sembarang bangunan. Ia bangunan bersejarah yang menyimpan kisah besar tentang penyelamatan penumpang kapal Van der Wijck, kapal uap milik perusahaan pelayaran Belanda Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) yang tenggelam di perairan Brondong, Lamongan, pada 1936.

Kapal yang kemudian diabadikan oleh Buya Hamka dalam novel legendaris Tenggelamnya Kapal Van der Wijck itu nyata adanya. Bukan fiksi semata. Kapalnya benar-benar ada. Tenggelamnya pun nyata. Dan yang paling penting, monumen ini harusnya menjadi bukti kepahlawanan nelayan kala itu, yang menyelamatkan penumpang hanya dengan peralatan sederhana.

Pemerintah daerah sudah tak pernah peduli dengan Monumen Van der Wijck

Sedikit cerita, ketika saya coba mencari tahu lebih dalam soal cerita penyelamatan tersebut, hasilnya nihil. Saya bertanya ke beberapa pegawai pemerintah. Mulai dari kepala Desa Brondong, pegawai kelurahan, sampai Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lamongan. Semua mengatakan tak paham detail ceritanya.

Bahkan saya sempat mengontak duta wisata Lamongan, berharap ada secercah harapan dari anak-anak muda yang katanya cinta budaya dan sejarah itu. Tapi jawaban yang datang tetap sama, “Kami juga kurang tahu, Mas.”

Potensi yang lagi-lagi diabaikan

Padahal kalau dikelola serius, Monumen Kapal Van der Wijck ini bisa jadi destinasi edukatif sekaligus wisata sejarah yang keren. Bayangkan, museum kecil tentang kapal, narasi lengkap tentang sejarah tragedi tenggelamnya, replika kapal, dan mungkin audio visual tentang evakuasi warga Brondong yang katanya banyak membantu korban saat itu. Belum lagi kalau dikaitkan dengan novel Buya Hamka, monumen ini bisa jadi tempat ziarah literasi.

Baca Juga:

Perbaikan Jalan di Lamongan Selatan Memang Layak Diapresiasi, tapi Jangan Selebrasi Dulu, Wahai Pemerintah Daerah!

3 Hal Soal Lamongan yang Jarang Dibahas Banyak Orang

Alih-alih begitu, yang ada sekarang justru monumen yang terkunci rapat dan jadi sarang rumput liar. Saya jadi bertanya-tanya, siapa sebenarnya yang bertanggungjawab? Apa nggak eman sudah dibangun tapi akhirnya dibiarkan?

Fyi aja, Monumen Kapal Van der Wijck adalah bentuk terima kasih dari Belanda kepada nelayan Brondong yang membantu menyelamatkan korban kapal karam. Sebuah penghargaan yang seharusnya membuat kita bangga. Tapi bagaimana bisa bangga kalau wujud monumennya saja tak bisa diakses publik?

Jangan sampai lebih terkenal versi fiksi

Lebih ironis lagi, banyak orang yang menganggap tragedi Van der Wijck itu fiksi belaka. Dianggap hanya rekaan Buya Hamka semata. Padahal faktanya, kapal itu memang tenggelam. Ada dokumennya, ada beritanya, dan bahkan ada monumennya. Tapi ya itu tadi, karena tak terawat dan minim informasi, monumen ini lebih mirip bangunan misterius yang tak jelas fungsi dan isinya.

Sebagai warga Lamongan, saya sedih. Ini bukan cuma soal bangunan tua. Ini soal sejarah yang perlahan lenyap karena tidak dirawat.

Kalau Monumen Kapal Van der kaWijck terus dibiarkan, bukan tak mungkin generasi selanjutnya hanya tahu Van der Wijck sebagai novel sedih tentang cinta dan kapal tenggelam. Mereka nggak akan tahu bahwa kisahnya nyata dan pernah menyapa daratan Brondong.

Semoga suatu hari nanti, ada yang serius mengurus ini. Bukan sekadar perbaikan fisik, tapi juga revitalisasi makna. Agar Monumen Van der Wijck yang ada di Lamongan bisa bercerita kembali. Bukan cuma pada rumput liar di halamannya, tapi pada anak-anak sekolah, wisatawan, dan siapa pun yang ingin tahu bahwa Lamongan punya sejarah besar yang semestinya bisa diangkat kembali ke permukaan.

Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Lamongan, Kota yang Tak Pernah Lahir untuk Menjadi Rumah bagi Anak Mudanya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 24 September 2025 oleh

Tags: dinas pariwisata lamonganKabupaten Lamongankapal van der wijcklamonganmonumen kapal van der wijckwisata lamongan
M. Afiqul Adib

M. Afiqul Adib

Seorang tenaga pendidik lulusan UIN Malang dan UIN Jogja. Saat ini tinggal di Lamongan. Mulai suka menulis sejak pandemi, dan entah kenapa lebih mudah menghapal kondisi suatu jalan ketimbang rute perjalanan.

ArtikelTerkait

Nelayan, Profesi Paling Makmur di Lamongan, Awak Kapal Gajinya Minimal 3 Juta!

Nelayan, Profesi Paling Makmur di Lamongan, Awak Kapal Gajinya Minimal 3 Juta!

21 Agustus 2023
Jalan Mulus di Kabupaten Lamongan Itu Mitos!

Jalan Mulus di Kabupaten Lamongan Itu Mitos!

16 Maret 2023
Gerakan Warga Menambal Jalan Lamongan Cerminan Betapa Muak Warga terhadap Pemerintah Mojok.co

Gerakan Warga Menambal Jalan di Lamongan Cerminan Betapa Muak Warga terhadap Pemerintah

18 Februari 2025
Kafe Kalcer di Lamongan Jelas Bukan Hal Buruk, karena Anak Muda Lamongan Butuh Ruang Berekspresi

Kafe Kalcer di Lamongan Jelas Bukan Hal Buruk, karena Anak Muda Lamongan Butuh Ruang Berekspresi

6 November 2025
Wingko Babat Kok Jadi Makanan Khas Semarang?

Wingko Babat Kok Jadi Makanan Khas Semarang?

27 November 2019
Nasi Boran, Kasta Tertinggi Kuliner Khas Lamongan. Melebihi Pecel dan Soto Mojok.co

Nasi Boran, Kasta Tertinggi Kuliner Khas Lamongan. Melebihi Pecel dan Soto

26 November 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bangsring Underwater, Surga Wisata Bawah Laut Banyuwangi yang Tercoreng Pungli

Bangsring Underwater, Surga Wisata Bawah Laut Banyuwangi yang Tercoreng Pungli

15 Desember 2025
Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

16 Desember 2025
Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

16 Desember 2025
Drama Puskesmas yang Membuat Pasien Curiga dan Trauma (Unsplash)

Pengalaman Saya Melihat Langsung Pasien yang Malah Curiga dan Trauma ketika Berobat ke Puskesmas

14 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025
Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Panduan Membeli Toyota Vios Bekas: Ini Ciri-Ciri Vios Bekas Taxi yang Wajib Diketahui!

18 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Mensiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran
  • UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban
  • Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan
  • Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega
  • Mempertaruhkan Nasib Sang Garuda di Sisa Hutan Purba

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.