Daftar Isi
Di tempat umum, hak pribadi kita bersinggungan dengan hak orang lain
Di Jepang bahkan sampai muncul larangan melakukan atau menerima panggilan telepon di kereta. Hal ini dianggap perilaku yang sangat buruk dan mengganggu kenyamanan. Kita sudah seharusnya paham bahwa di mana pun selama itu adalah tempat umum, hak pribadi kita bersinggungan dengan hak pribadi lain. Ada batasan untuk tidak berlaku seenaknya di sana.
Kembali lagi ke penumpang prameks yang saya jumpai menyetel konten dakwah keras-keras. Jika tujuan dia adalah mendengarkan hiburan sepanjang perjalanan, bukankah volume HP bisa disesuaikan? Yang penting kan bisa didengar oleh telinganya sendiri.
Namun, jika tujuan dia agar penumpang lain juga bisa mendengar dakwah dari HP-nya, tunggu sebentar. Bukannya saya, salah satu dari penumpang lain di dalam prameks itu, juga punya pilihan untuk tidak mendengarkan apa yang tidak ingin saya dengar? Kalaupun ada orang yang membutuhkan siraman rohani demikian, saya rasa di era sekarang ini mereka juga bisa menemukannya sendiri hanya dari genggaman tangan.
Kondisi tiap penumpang dalam Prameks pagi itu berbeda-beda
Dalam satu gerbong Prameks yang padat pagi itu, ada banyak orang dengan beragam kondisi pribadi. Ada yang ke luar rumah dari pagi-pagi buta dan kurang tidur. Merasakan sedikit ketenangan di perjalanan sebelum berjibaku dengan rutinitas padat setibanya di kantor nanti adalah hak dia, bukan? Ada juga yang pergi dengan membawa masalah yang berat.
Kadang kita terlalu tinggi dalam melabeli kebaikan. Berhasil membuat orang jadi tobat atau turut serta mencerdaskan anak bangsa, misalnya. Terlalu ndakik-ndakik, padahal membiarkan orang lain tenang selama perjalanan juga suatu bentuk kebaikan.
Ketenangan nampaknya memang sepele. Tapi, kita pasti pernah naik bus kota, sedang berusaha tidur, lalu tiba-tiba ada pengamen datang. Kita bergegas merogoh saku mencari uang receh. Ketemu uang logam lima ratusan dan uang kertas lima ribuan. Ketika kita memberi uang logam lima ratusan tadi ke pengamen, dia protes. Terlalu sedikit, katanya.
Akhirnya dengan terpaksa kita berikan uang kertas lima ribuan. Tidak perlu kembalian yang penting pengamen itu cepat pergi dan kita bisa cepat istirahat. Ketenangan itu harganya lima ribu rupiah! Dengan uang segitu bisa dapat lima bakwan untuk sarapan sampai kenyang. Jadi bukan cuma konten dakwah, suara selembut Raisa pun bisa dianggap mengganggu di dalam Prameks dan kendaraan umum lainnya.
Bener lan pener
Orang Jawa punya istilah “bener lan pener”. Sesuatu tidak hanya harus benar, tapi juga tepat situasi dan kondisinya.
Menyebarkan kebaikan tentu perbuatan yang “bener”. Tapi sesuatu yang kita anggap benar tidak selalu bernilai sama untuk orang lain, terlebih jika dilakukan tanpa memedulikan kondisi si penerima kebenaran. Maka “bener” itu tidak memiliki “pener”.
Selama kurang lebih sepuluh menit suara HP yang menyetel konten dakwah itu berbunyi keras, tidak ada satu pun orang yang protes di dalam gerbong Prameks. Saya anggap, saya satu-satunya yang tidak suka diberi kebaikan itu.
Saya pun urung menegur dan memilih memasang earphone untuk mengurangi kebisingan. Akhirnya saya tetap mendapat sedikit ketenangan tanpa mengurangi kesenangan orang tersebut. Itu juga bentuk kebaikan, bukan?
Penulis: Sri Wahyuni
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Tempat di Gerbong Prameks yang Cocok untuk Kawula Muda Pacaran.