Seandainya tinggal di Sleman, bukan Bantul, saya pasti bisa ketemu Mas Duta Sheila on 7 yang lagi ronda keliling kampung~
Saya selalu senang menjadi warga Bantul. Makanya nggak usah heran kalau saya sering membela wilayah yang masih dianggap pedalaman ini oleh mereka yang tinggal di daerah kota dan Sleman.
Meskipun dalam kehidupan sehari-hari, saya waswas dan takut akan kejahatan jalanan klitih yang semakin meluas dan jalan aspal yang tambal sulam terus setiap tahun. Belum lagi aktivitas truk dan bus yang semakin marak di sini. Lama-lama daerah rumah saya ramainya akan menyaingi jalan lintas provinsi!
Berdamai dan terus memasang sikap waspada selama tinggal di Bantul bertahun-tahun, kini akhirnya saya menemukan satu penyesalan sebagai warga Bantul.
Daftar Isi
Tuhan, mengapa saya jadi warga Bantul, bukan warga Sleman?
Penyesalan saya adalah mengapa saya nggak tinggal di Sleman. Namun, alasannya jelas bukan karena iri banyak mall di Sleman. Atau karena jarak tempuh untuk bepergian ke beberapa wilayah jika saya tinggal di Sleman itu akan jauh lebih mudah dan hemat waktu.
Alasan sebenarnya dari penyesalan tadi adalah saya nggak satu domisili dengan penyanyi kesukaan saya, Mas Duta Sheila on 7. Iya, penyesalan yang mungkin terdengar aneh. Menyesal tinggal di Bantul karena nggak bisa ketemu Mas Duta. Tapi gimana dong, masalahnya saya suka banget sama Sheila on 7!
Lagu-lagu Sheila on 7 selalu menjadi hit di Indonesia, tetapi tidak satu pun yang bersifat one hit wonder. Di samping itu, meski sudah berkarya dari tahun 2000-an awal, Sheila on 7 tetap menjadi band yang selalu down-to-earth. Ditambah lagi fakta bahwa mereka memang berasal dari Jogja, bagaimana saya nggak makin cinta?
Keluarga dan teman-teman saya semua bahkan mengetahui betapa sukanya saya dengan lagu-lagu dari Sheila on 7 yang vokalisnya digawangi oleh Mas Duta ini.
Hampir semua lagu mereka familier di telinga dan saya hafal sejak sekolah dasar. Misalnya, “Anugerah Terindah yang Pernah Kumiliki”, “Sebuah Kisah Klasik”, hingga lagu yang menjadi judul konser mereka yang ramai waktu lalu, “Tunggu Aku di Jakarta”.
Bahkan di tengah gempuran artis baru seperti Hindia, Tulus, atau Nadin Amizah, Sheila on 7 tetap menjadi band yang lagunya nggak pernah absen di daftar putar lagu-lagu saya.
Yang terjadi jika saya berada satu domisili dengan Mas Duta
Bayangkan saja jika saya berkesempatan satu domisili dengan keluarga Mas Duta Sheila on 7 di Condongcatur, Sleman, alih-alih Bantul. Tentu saya nggak akan luput melihat aksi beliau bermain mini voli dengan bapak-bapak RT atau melihat namanya dalam jadwal ronda berkali-kali di papan pos kamling. Selain itu, saya juga memiliki peluang lebih besar untuk bertegur sapa ketika di jalan sambil bernyanyi “Trimakasih Bijaksana” bagian “tak peduli berapakah berat badanmu nanti, kau tetap yang ter-muah di hati!”.
Ditambah lagi baru-baru ini beredar kembali video mengenai Mas Duta Sheila on 7 yang ikut syawalan ketika Lebaran tahun ini di tengah gempuran informasi mereka akan melakukan konser di beberapa kota. Kurang down-to-earth apalagi coba?
Sebuah kenyataan pahit
Mengenai hal ini, saya akhirnya mencoba untuk mencari kesempatan dengan bertanya kepada salah satu teman yang berdomisili di Sleman. Saya menawarkan padanya untuk bertukar peran selama satu hari. Saya jadi warga Sleman, dia jadi warga Bantul. Jelas saja, jawaban yang diberikan hanya tiga huruf yang sifatnya singkat, padat, jelas: MOH!
Jawaban yang sebenarnya sudah bisa ditebak bahkan sebelum saya melontarkan pertanyaan. Duh, memang dasarnya Bantul masih sering dianggap ketinggalan segala hal. Tapi ya sudah, agaknya saya memang harus tetap tinggal di Bantul agar bisa terus beradu argumen dengan teman-teman dari kota dan Sleman. Meski statusnya kabupaten, Bantul juga modern, Bos!
Penulis: Cindy Gunawan
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Bantul, Sentra Industri UMKM sekaligus Penghasil Utama Gondes di Jogja.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.