Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Hiburan Film

Menonton Film Eksil sebagai Cucu Jenderal Zaman Orde Baru Bikin Hati Saya Remuk Tak Berbentuk

Maryza Surya Andari oleh Maryza Surya Andari
13 Februari 2024
A A
Menonton Film Eksil sebagai Cucu Jenderal Jaman Orde Baru Bikin Hati Saya Remuk Tak Berbentuk

Menonton Film Eksil sebagai Cucu Jenderal Jaman Orde Baru Bikin Hati Saya Remuk Tak Berbentuk (Instagram Lola Amaria)

Share on FacebookShare on Twitter

Bertahun-tahun hidup cukup dekat dengan kekuasaan Orde Baru, kemudian menonton film Eksil berhasil menciptakan riak-riak kegelisahan baru di batin saya. Saya bukanlah trah keluarga The Smiling General, bukan pula keturunan dari para pejabat lingkar dalam presiden kedua RI. Saya hanya kebetulan lahir sebagai cucu jenderal jaman Orba.

Menonton Eksil adalah pengalaman yang menyesakkan bagi saya. Scene awal film menyorot wajah para Eksil yang semakin menua dan berkerut. Babak pertama ini diiringi pula pembacaan puisi karya almarhum Chalik Hamid.

Kuburan kami berserakan di mana‐mana

di berbagai negeri, di berbagai benua

kami adalah orang‐orang Indonesia

yang dicampakkan dari tanah‐airnya paspor kami dirampas sang penguasa

Menatap mata para eksil yang kuat sekaligus teduh, bak mendengar cerita seorang kakek kepada anak cucunya. Impian yang dirampas, masa depan yang tercerabut, dan diasingkan karena prasangka semata. Betapa senjangnya dengan cerita hidup kakek saya, yang jika masih hidup sepantaran dengan mereka.

Eyang kakung saya adalah seorang jenderal di masa Orde Baru. Ketika beliau akhirnya mencapai masa purnawirawan, beliau sempat ditunjuk mewakili fraksi ABRI di DPR. Berkat prestasi dan karier, beberapa kali Eyang memiliki kesempatan mendapatkan penghargaan atau bersalaman dengan Pak Harto. Foto-foto Eyang bersama penerima mandat Supersemar itu dipajang di bagian depan rumah. Memori saya ketika kecil mengingat menjadi cucu seorang pejabat ABRI yang dielu-elukan banyak orang karena kedekatannya dengan penguasa.

Baca Juga:

Desa Nglopang Magetan, Desa yang Menyimpan Sejarah Kelam Indonesia

Kamu Masuk Jurusan HI karena Mau Jadi Dubes? Sebaiknya Jangan Gegabah, Saya Kasih Tahu Dulu Fakta-faktanya

Selayaknya cinta kasih seorang kakek kepada cucunya, begitu pula hubungan saya dan Eyang. Namun kekaguman dan ketidaktahuan kepada Eyang ketika saya kecil ternyata bias. Sehingga saya versi kecil tidak pernah menanyakan siapa itu Pak Harto? Kenapa orang begitu kagum karena Eyang terlihat berfoto karib dengannya? Saya bertumbuh besar dengan menerima impresi bahwa orba adalah era yang lebih cerlang ketimbang orde lama.

Pencerahan tentang eksil yang begitu kelam

Saya baru terbuka dan menerima informasi tentang peristiwa G30S PKI dari sudut pandang lain ketika usia saya menginjak akhir 20-an. Membayangkan betapa sakitnya menjadi anak muda dengan masa depan cemerlang tetapi harus diasingkan (hence, eksil), dipenjara tanpa pengadilan, bahkan dibunuh dan disiksa. Gegar iman yang pertama kali terjadi hampir satu dekade lalu itu membuat saya semakin mencari tahu mengenai peristiwa sesungguhnya dari genosida bangsa tahun 1965.

Puluhan buku, berita dan artikel saya lahap seiring keingintahuan yang besar mengenai sejarah bangsa. Hingga akhirnya saya menonton film Eksil, seketika batin dan logika saya tak lagi selaras. Saya seolah menyaksikan Eyang yang saya kagumi, dengan kejeniusan yang sama dengan para Eksil, tapi mengalami peruntungan yang berbeda.

Seharusnya para Eksil dapat menjalani hidup yang cemerlang dengan latar pendidikan tinggi, privilege yang jarang dimiliki di tahun 1960-an. Tetapi mereka tidak saja menerima perlakuan zalim, juga disangkakan hal yang tak pernah mereka perbuat. Siapa yang sesungguhnya bertanggungjawab? Dan mengapa selama ini kekuasaan seolah diam, bahkan setelah Reformasi 1998?

Masih terngiang kesaksian Tom Ilyas, seorang eksil yang pernah dideportasi di 2015 ketika mencari makam ayahnya. Ia menceritakan bahwa orang Indonesia yang mencari suaka di Eropa berbeda dengan mereka yang berasal dari Palestina atau Kurdi. Pemuda pemudi yang terasing, hanya raganya saja yang berada di negeri antah berantah, tetapi hati dan pikiran selalu ada di Indonesia. Tidak ada eksil Indonesia yang menjadi anggota parlemen atau menteri, seperti eksil dari Palestina atau Kurdi, di negara-negara tempat mereka tinggal. Walau diasingkan, mereka masih setia kepada Indonesia.

Tak tahu harus tanya siapa

Gejolak batin yang datang seperti badai di siang bolong, tanpa tahu ke mana saya mendapat jawabannya. Seandainya saja Eyang masih hidup, saya mungkin bisa bertanya dan berdiskusi dengannya. Mungkin Eyang akan tersenyum atau menjawab dengan delik cerita penuh metafora. Tapi Eyang sudah tiada, begitu pula sebagian eksil yang diwawancarai untuk film besutan Lola Amaria ini.

Sebagai bagian dari keluarga yang diuntungkan karena orde baru, menonton Eksil seperti melihat kilas balik hidup keluarga saya. Kali ini saya mengingatnya dengan hati yang hancur. Ketika saya mengingat kembali privilege yang menjadi hak seorang jenderal di jaman orba, sungguh berbanding terbalik dengan para eksil. Eyang dan eksil sama-sama mencintai ibu pertiwi, tetapi mereka yang terasing harus hidup bertahan negeri orang lain tanpa kewarganegaraan.

Eyang kakung dan sesepuh eksil berbagi tanah air yang sama, memiliki potensi dan kejeniusan yang sama pula. Tetapi hidup mereka bak bumi dan langit, karena mendapat perlakuan yang timpang dari negara. Adakah keadilan bagi mereka yang terbuang, dipenjara, bahkan dibunuh karena prasangka semata?

Setitik harapan muncul bagi mereka yang memproduksi dan menonton film ini. Semoga keresahan saya adalah satu gelombang suara anak bangsa, yang suatu saat menjadi gema dan bergaung di negara ini. Sehingga tak ada lagi hidup yang terbuang sia-sia karena perebutan kuasa.

Sumber gambar: Instagram Lola Amaria

Penulis: Maryza Surya Andari
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Kegiatan ‘Biadab’ Orang PKI Sepekan Sebelum 1 Oktober 1965

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 13 Februari 2024 oleh

Tags: Film Eksiljenderalorde barupkisoeharto
Maryza Surya Andari

Maryza Surya Andari

Ibu bekerja yang bercita-cita menjadi penulis.

ArtikelTerkait

Pengambil Alihan TMII dari Yayasan Harapan Kita Adalah Tindakan Pemerintah Paling Gegabah terminal mojok.co

Pengambil Alihan TMII dari Yayasan Harapan Kita Adalah Tindakan Pemerintah Paling Gegabah

9 April 2021
Pengkhianatan G30S/PKI

Film Pengkhianatan G30S/PKI Memang Layak Diputar dan Ditonton Saban Tahun

30 September 2021
orde baru jokowi soeharto mojok.co

Jokowi dan Memori Orde Baru yang Masih Membekas

17 September 2019
Desa Nglopang Magetan Menyimpan Sejarah Kelam Indonesia (Unsplash)

Desa Nglopang Magetan, Desa yang Menyimpan Sejarah Kelam Indonesia

20 Desember 2024
ada apa dengan cinta film indonesia 2000an maskulinitas gender nicholas saputra foto mojok, istri nicholas saputra

3 Film Indonesia Tahun 2000-an yang Menggugat Maskulinitas ala Generasi Baby Boomer

29 April 2020
Mobil Timor, Satu-satunya Warisan Baik dari Orde Baru

Mobil Timor, Satu-satunya Warisan Baik dari Orde Baru

24 Juli 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting Mojok

6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting

30 November 2025
5 Hal yang Jarang Diketahui Orang Dibalik Kota Bandung yang Katanya Romantis Mojok.co

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang di Balik Kota Bandung yang Katanya Romantis 

1 Desember 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.