Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Menonton Film Adaptasi Novel yang Pernah Dibaca di Mana Menariknya?

Rahma Aulia Fajri oleh Rahma Aulia Fajri
25 November 2020
A A
Menonton Film Adaptasi Novel yang Pernah Dibaca di Mana Menariknya? terminal mojok.co

Menonton Film Adaptasi Novel yang Pernah Dibaca di Mana Menariknya? terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Selama hidup, saya termasuk orang yang jarang sekali membaca novel bahkan menghindarinya sebisa mungkin. Sebagai seorang bioskop holic, novel ibarat spoiler yang berpotensi mengurangi utilitas ketika menonton film. Belakangan ini banyak film yang merupakan hasil adaptasi novel best seller. 

Jadilah berkembang pemikiran semacam “mending nunggu filmnya dulu deh”. Sebab, sepertinya tidak peduli seberapa nyaman fasilitas yang ditawarkan bioskop, kalau plot cerita sudah kita ketahui maka bioskop tidak lagi menarik.

Apa asyiknya nonton film yang endingnya sudah kita ketahui sebelumnya? Orang yang sudah membaca lalu menonton adaptasi novel apa nggak jenuh menonton adegan demi adegan yang sebenarnya sudah “dibayangkan” di kepala. 

Bioskop sudah layaknya warteg langganan di mana orang-orang tanpa pikir panjang akan memilihnya sebagai destinasi utama untuk penyegaran jiwa. Termasuk saya. Tetapi bioskop kini meredup, industri perfilman ambruk. Turut menjadi korban keganasan pandemi. Mau bagaimana lagi. Terkadang saya gamang untuk mencari hiburan lain. Apakah saya perlu menyerah dan membaca novel atau justru menunggu film adaptasi novel ini dirilis di bioskop? Tentu ini membutuhkan kesabaran.

Dari dulu, saya selalu heran dengan para novel addict yang tetap antusias menonton film adaptasi novel meski sudah tahu seluk beluk cerita yang akan disajikan. Lebih mirisnya, tak jarang para novel addict ini menanggung kecewa bertubi-tubi akibat ekspektasi yang sudah dibangun sedemikian rupa selama membaca novel runtuh, tidak terealisasi dalam film karena pembuat film memiliki interpretasi yang berbeda. Jika demikian, bukankah lebih baik menonton filmnya dulu baru kemudian mencari potongan-potongan yang hilang dengan membaca novelnya?

Di sisi lain, mungkin mereka terheran-heran juga dengan saya, kok bisa menahan diri tidak membaca novel demi menunggu adaptasinya ke film yang kita sendiri tidak tahu akan diproduksi kapan, lebih pahitnya bahkan kita tidak tahu akan diproduksi atau tidak.

Hmmm, mungkin membaca novel duluan jadi hal baru yang sebaiknya saya coba di tengah kegabutan pandemi, memahami pikiran dan perasaan para novel addict. Saya putuskan mengambil novel berjudul “Negeri di Ujung Tanduk”. Novel yang mengisahkan petualangan tokoh Thomas memerangi konspirasi para bedebah elit. Ajaib, lembar demi lembar hingga penghujung halaman saya baca dengan khidmat.

Ini fenomena langka bagi saya. Mungkin karena sebelum membaca saya sudah meluruskan niat. Nawaitu “saya ingin membaca novelnya”, tidak dihantui godaan “mending nunggu filmnya dulu deh”, membebaskan imajinasi terbentang seluas horizon. Mulai dari visualisasi megahnya kapal pesiar, menegangkannya adegan belalai crane, baku tembak di laut abu-abu dan yang paling membuat saya berdebar tentu tokoh Thomas yang cerdas dan kharismatik.

Baca Juga:

Adriana, Film Bertemakan Sejarah Jakarta yang Mengusung Konsep Mirip dengan Trilogi The Da Vinci Code

Mengabadikan Nama Pengarang Novel ‘Ketika Cinta Bertasbih’ Menjadi Nama Anak Pertama Saya yang Lahir di Bulan Ramadan. #TakjilanTerminal05

Visualisasi, debaran terhadap tokoh, serta beberapa bagian yang tidak bisa diinterpretasikan secara mandiri cukup membuat saya terngiang-ngiang dengan novel ini.

Terngiang-ngiang, membahagiakan, tapi juga menyiksa. Tidak bisa menyalurkan rasa tersebut dengan stalking pemerannya, mengunjungi lokasi syutingnya ataupun mendengarkan soundtrack-nya. Yang bisa saya lakukan hanyalah mengkhayal. Terngiang-ngiang hingga akhirnya lahir sebuah tanya, “Kira-kira akan seperti apa ya kalau dibuat film?”.

Yasss, senjata makan tuan, terjerembab lah saya. Saya pun mengerti, pertanyaan semacam itulah yang membuat para novel addict tetap yakin akan ada kepuasan lain yang mereka peroleh dari menonton film sekalipun sudah membaca novelnya. Pertanyaan semacam itulah yang mendorong para novel addict tetap antusias menantikan film adaptasi novel, bahkan bisa jadi melebihi antusiasme orang awam.

Kesimpulannya, terdapat opportunnity cost bagi masing-masing pemegang prinsip. Tim “film dulu novel kemudian” harus sabar menunggu rilisnya film. Sedangkan tim “novel dulu film kemudian” harus bersiap dengan kekecewaan yang mungkin terjadi. Saya pribadi tampaknya mulai goyah ke kubu sebelah. Sama seperti bioskop, novel tetap menawarkan sensasi memaknai kisah yang sulit terganti sekalipun banyak film yang mengadaptasi.

BACA JUGA Seberapa Pentingkah Anime dan Manga Dibuatkan Film Live Action?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 25 November 2020 oleh

Tags: film adaptasi novelindustri hiburan
Rahma Aulia Fajri

Rahma Aulia Fajri

sedikit bicara, banyak mikir

ArtikelTerkait

Kita Butuh Acara Semacam 'Republik Mimpi' Lagi terminal mojok.co

Kita Butuh Acara Semacam ‘Republik Mimpi’ Lagi

5 Maret 2021
Adriana, Film Bertemakan Sejarah Jakarta yang Mengusung Konsep Mirip dengan Trilogi The Da Vinci Code terminal mojok

Adriana, Film Bertemakan Sejarah Jakarta yang Mengusung Konsep Mirip dengan Trilogi The Da Vinci Code

15 Oktober 2021
Rintik Sedu, Podcast Galau yang Cocok Didengar untuk Merayakan Kesedihan terminal mojok.co

Rintik Sedu, Podcast Galau yang Cocok Didengar untuk Merayakan Kesedihan

25 November 2020
benci produk luar backstreet boys Cynantia Pratita Perlu Membawakan Lagu Post-Hardcore Ini di Indonesian Idol terminal mojok tita idol tita indonesia idol vokalis band metal

Membayangkan Risiko Benci Produk Luar di Industri Hiburan

13 Maret 2021
Kartun Barat Itu Bagus, tapi Kalah Kreatif Dibanding Anime terminal mojok.co

3 Rekomendasi Anime untuk Penonton Dewasa yang Bakal Mengubah Konsepsimu

28 November 2020
Kehadiran Dita di Kpop: Semoga Tak Ada Perang Netizen +62 dengan Korea

Kehadiran Dita di Kpop: Semoga Tak Ada Perang Netizen +62 dengan Korea

29 Mei 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Dosen Bukan Dewa, tapi Cuma di Indonesia Mereka Disembah

4 Hal yang Perlu Kalian Ketahui Sebelum Bercita-cita Menjadi Dosen (dan Menyesal)

17 Desember 2025
UNU Purwokerto, Kampus Swasta yang Sudah Berdiri Lumayan Lama, tapi Masih Nggak Terkenal

UNU Purwokerto, Kampus Swasta yang Sudah Berdiri Lumayan Lama, tapi Masih Nggak Terkenal

15 Desember 2025
Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025
3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

16 Desember 2025
Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

21 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Membandingkan Warteg di Singapura, Negara Tersehat di Dunia, dengan Indonesia: Perbedaan Kualitasnya Bagai Langit dan Bumi
  • Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan
  • Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan
  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.