Menjelaskan Deflasi dengan Bahasa Sederhana, Fenomena yang Nggak Kalah Mengerikan dari Inflasi

Memahami Deflasi dengan Bahasa Sederhana, Fenomena yang Nggak Kalah Mengerikan dari Inflasi Mojok.co

Memahami Deflasi dengan Bahasa Sederhana, Fenomena yang Nggak Kalah Mengerikan dari Inflasi (unsplash.com)

Jangan percaya pemerintah, tidak ada yang bisa diapresiasi dari fenomena deflasi 5 bulan berturut-turut yang terjadi di Indonesia.

Ketika sebuah negara mengalami ketidakstabilan ekonomi, penyakit yang pertama kali dicoba untuk diantisipasi adalah inflasi. Wajar saja, inflasi merupakan salah satu fenomena ekonomi yang indikatornya mudah sekali dirasakan: kenaikan harga-harga barang secara agregat. Maksudnya bagaimana tuh? Artinya, kenaikan harga itu terjadi bukan hanya pada satu komoditas, tapi juga komoditas lainnya. Terutama, komoditas yang berhubungan dengan kebutuhan dasar seperti beras atau bahan bakar minyak. Kenaikan komoditas ini kemudian mempengaruhi kenaikan barang atau jasa lainnya.

Sebagai gambaran, saat inflasi terjadi, nilai uang yang kita miliki jadi menurun, sehingga uang yang dimiliki saat ini hanya bisa membeli lebih sedikit barang dibandingkan sebelumnya. Contohnya, Sebelum terjadi inflasi kita bisa bisa membeli sepiring nasi dengan harga Rp10.000. Saat terjadi inflasi, mungkin kita membutuhkan Rp12.000 untuk membeli sepiring nasi yang sama.

Inflasi bisa disebabkan oleh beberapa hal. Misal, meningkatnya biaya produksi (bahan baku, upah, energi), meningkatnya permintaan barang dan jasa, atau jumlah uang yang beredar lebih banyak dibandingkan jumlah barang yang tersedia. Secara sederhana, inflasi membuat harga-harga naik dan daya beli uang menurun.

Efek domino dari inflasi ini sangat dirasakan dari sisi konsumen, karena daya beli mereka tidak mampu mengimbangi kenaikan harga yang tidak terkendali. Bila diteruskan, dampaknya akan dirasakan oleh sektor usaha. Sektor-sektor usaha jadi lesu karena masyarakat tidak mampu menjangkau bahan-bahan yang diproduksi oleh sektor usaha.

Nah, ini baru inflasi. Padahal dalam ekonomi  ada satu fenomena ekonomi yang dari sisi konsumen terlihat positif tapi punya daya rusak yang cukup tinggi bagi perekonomian secara makro. Fenomena itu adalah deflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa Indonesia telah mengalami deflasi sejak bulan Mei 2024. Kalau kita mendengar perkataan beberapa menteri seperti Sri Mulyani yang mengatakan itu tren positif atau Airlangga yang menyebutkan bahwa deflasi jadi tanda suksesnya pemerintah kendalikan harga, maka sungguh nalar saya sebagai sarjana ekonomi dijungkir balikan oleh kedua statement tersebut.

Perumpamaan deflasi secara sederhana

Secara sederhana, deflasi adalah penurunan harga barang atau jasa secara agregat. Jadi harga-harga semuanya pada turun. Ya kebalikan dari inflasi itu sendiri. Seperti yang saya sebut sebelumnya, deflasi ini terlihat positif apabila dilihat dari sisi konsumen. Tapi, persoalannya, bagaimana jika penurunan harga tersebut terjadi karena harga barang atau jasa yang ditawarkan tidak laku atau konsumennya memang nggak mau beli? Lho kok bisa?

Mudahnya kita ilustrasikan ke dalam sebuah kantin sekolah. Di sebuah kantin sekolah terdapat beberapa pedagang, sebut saja pedagang gorengan, cireng, es teh, nasi kuning, cilok, dan nasi goreng. Para pedagang itu selama berhari-hari jualannya tidak laku. Mereka kemudian berinisiatif menurunkan harga dagangan mereka supaya dagangannya laku. Tapi sayangnya, dagangan mereka tetap tidak laku. Usut punya usut, dagangan mereka tidak laku karena para siswa di kantin tidak diberi uang saku karena ada yang sudah bawa bekal. Hal itu membuat mereka jadi nggak mau jajan di kantin.

Ketika situasi ini terjadi berlarut-larut, para pedagang akan mengalami kerugian bahkan kebangkrutan. Saat terjadi kebangkrutan, para pedagang jadi tidak bisa membayar sewa kepada pihak sekolah. Imbasnya sekolah pun akan berkurang pendapatannya dari retribusi para pedagang di kantin. Ilustrasi ini adalah gambaran sederhana dari fenomena deflasi.

Untuk situasi yang dihadapi oleh Indonesia, deflasi terjadi karena daya beli masyarakat menurun. Lalu pertanyaannya, kenapa kok daya beli masyarakat saat ini menurun?

Menelisik alasan daya beli masyarakat Indonesia menurun

Daya beli menurun diakibatkan karena masyarakat mulai selektif dalam membelanjakan uang yang diperolehnya. Ini imbas dari pendapatan masyarakat yang sedikit tapi porsi terhadap beban pajak yang mereka bayarkan makin bertambah. Retribusi seperti PPN, pajak bumi dan bangunan, dan berbagai iuran sosial macam BPJS dan Tepera membuat pendapatan mereka makin berkurang. Kondisi itu kemudian membuat mereka menahan pendapatan mereka untuk membeli barang atau jasa yang bersifat sekunder atau tersier.

Selain itu, fenomena judi online di kelas menengah bawah juga membuat perputaran uang di sektor rill makin sedikit. Uang yang sejatinya seperti air sebagai sumber kehidupan, tapi malah disumbat dan dialihkan ke sektor-sektor nonriil. 

Perilaku untuk tidak menaruh atau membelanjakan uang ke sektor riil juga marak dilakukan oleh kalangan kelas atas. Mereka lebih tertarik menaruh uangnya di pasar sekunder atau derivatif ketimbang berinvestasi ke sektor riil. Mereka lebih memilih untuk mengamankan uang daripada membelanjakannya.

Kalau kondisi ini tetap dibiarkan, sektor usaha jadi lesu. Ujung-ujungnya memangkas biaya produksi jadi salah satu solusi, PHK besar-besaran tidak bisa terhindarkan di perusahaan padat karya atau manufaktur. Nah kalau sudah begitu, tentu masyarakat biasa yang terkena dampaknya. Pengangguran dan kemiskinan pun akhirnya meningkat.

Jadi aneh betul, fenomena deflasi yang 5 bulan berturut-turut ini kok dibilang kondisi yang positif. Seharusnya pemerintah mikir. Masyarakat yang makin pelit ini bukan karena nggak doyan belanja, tapi memang karena mereka lebih selektif untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. Ketidakpastian yang salah satu sebabnya karena pemberlakuan kebijakan yang kebanyakan absurd. 

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Ketika Ekonomi Indonesia Sedang Nggak Baik-Baik Saja, UMKM Bisa Menjadi Sumber Harapan untuk Hidup Nyaman

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version