Pertanyaan ini memang harus dijawab: Bagaimana bisa Tuhan Yesus mati disalib? Kan Tuhan Maha Segalanya?
Ujaran “Kenapa Yesus disalib? Karena lambat waktu di jalan,” adalah joke yang sukses bertahan digilas zaman. Tapi, saya tidak akan membahas candaan di atas, toh sudah dijawab. Saya akan membahas perkara Yesus yang disalib dan menimbulkan pertanyaan “Kok Tuhan orang Kristen bisa mati sih?”
Apalagi setiap hari Jumat Agung alias Wafat Isa Almasih di kalender, pertanyaan ini terus muncul. Biasanya sih memang bertujuan untuk menimbulkan gesekan. Tapi banyak juga yang benar-benar penasaran dengan kematian Yesus. Apabila Yesus adalah bagian dari Tritunggal Maha Kudus Allah, kok bisa Tuhan Yesus mati?
Apakah tuhan orang Kristen sebegitu lemahnya? Apakah tuhan Kristen bukan entitas maha segalanya? Apakah orang Kristen menyembah manusia?
Tentu seperti artikel sebelumnya, saya akan membahas lewat kacamata teologis Kristen Katolik. Bisa dibilang, artikel ini merangkum perjalanan spiritual dan belajar saya selama ini. Apa yang saya tulis adalah hasil diskusi dengan guru agama, katekis, sampai teman sendiri saat nongkrong di kedai kopi.
Baiklah, kita mulai dari perjalanan singkat Yesus. Terlahir di Betlehem, Yesus sudah menunjukkan keilahian sejak muda. Kehadiran Yesus sebagai manusia ini untuk menebus dosa umat manusia, serta membawa manusia pada kebangkitan dan kehidupan kekal. Yesus mengajarkan filsafat cinta kasih yang jadi way to life orang Kristen.
Salah satu upaya penebusan dosa ini adalah mengorbankan diri di kayu salib. Kematian Yesus ini selayaknya anak domba yang dikorbankan bangsa Israel demi menepati janji keselamatan Allah. Yesus yang disebut anak domba Allah ini wafat, lalu bangkit dari alam maut pada hari ketiga.
Sekarang mari kita masuk ke pertanyaan utama: apakah Allah telah mati karena Yesus disalib? Untuk menjawab ini, kita perlu mengingat dua hakekat Yesus. Umat Kristen percaya bahwa Yesus “sungguh Allah, sungguh manusia.” Yesus memiliki dua peran sekaligus dalam masa hidupnya. Menjadi manusia yang mengajarkan cinta kasih, dan sebagai perwujudan Allah di bumi.
Ketika disalib, Yesus benar-benar wafat di alat eksekusi paling hina pada masanya. Jantung Yesus berhenti, kesadaran Yesus hilang. Raga Yesus telah mati sekitar pukul 3 siang pada waktu itu. Raga Yesus diturunkan dari kayu salib, dan dimakamkan terburu-buru karena esok adalah Paskah orang Yahudi.
Anda melihat petunjuknya? Raga Yesus telah mati. Tapi, ke mana jiwanya? Roh keilahian Tuhan Yesus tidak mati. Dalam kata-kata terakhirnya, Yesus bersabda “Bapa, ke dalam tangan-Mu kuserahkan roh-Ku.” Roh Yesus terpisah dari raganya, dan kembali ke hakikat aslinya sebagai satu kesatuan dengan Tritunggal Maha Kudus.
Dalam Injil Lukas 23:43, Yesus berujar kepada orang yang disalib di sebelahnya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” Dari kalimat ini sudah tegas dinyatakan bahwa roh Yesus kembali ke Firdaus alias surga.
Karena kematian Yesus adalah bagian dari misi keselamatan, maka Yesus merelakan dirinya untuk dibunuh secara hina. Bahkan lebih menyakitkan daripada domba persembahan yang digorok lehernya. Nah, peristiwa ini sering menimbulkan pertanyaan baru: Jika Yesus adalah Allah, mengapa Ia tidak menyelamatkan diri sendiri? Persis dengan perkataan orang yang sama-sama sedang disalib (berbeda dengan orang yang saya sebut sebelumnya).
Apakah Yesus tidak punya kuasa? Ia punya! Ketika Yesus digrebek dan ditangkap pasukan gabungan Romawi-Israel, Petrus yang menjadi pemimpin para rasul (murid Yesus) menghunus pedang. Yesus menghardik dan menyatakan bahwa Ia bisa saja memanggil lebih dari dua belas pasukan malaikat untuk melawan pasukan gabungan tadi. Tapi, jika Yesus mau.
Yesus tidak mau memakai privilese ilahiah itu. Alasannya karena Yesus telah mengikhlaskan dirinya mati di kayu salib. Karena tanpa kematian-Nya, misi penyelamatan tidak akan sempurna.
Tapi, mengapa Yesus harus mati? Dalam teologi Kristen, upah dari dosa adalah kematian kekal. Maka dengan mengambil kematian-Nya sendiri, Yesus merapel semua upah dosa manusia dan menebusnya. Inilah janji keselamatan yang dibawa Allah ke dunia melalui Yesus.
Kematian Yesus juga membawa ajaran bagi manusia. Pertama, Yesus menunjukkan kasih Allah kepada manusia. Salah satu upacara orang Yahudi seturut ajaran Musa adalah persembahan penebusan dosa. Anak domba (beneran domba) tanpa cela menjadi bentuk perjanjian Allah dengan umat-Nya.
Kalau anak domba biasa saja bisa menebus dosa seseorang, maka Yesus yang disebut anak domba Allah menebus seluruh umat manusia. Bukan berarti manusia bebas bertindak goblok karena sudah ditebus oleh Yesus.
Kedua, kematian Yesus dan kebangkitannya menjadi janji Allah pada umat manusia. Yesus menunjukkan bahwa kebangkitan badan bukanlah hal mustahil. Maka umat Kristen terus memantaskan diri untuk klak dibangkitkan bersama seluruh manusia.
Ada lagi satu pertanyaan yang juga muncul dari pertanyaan sebelumnya: jika demikian, orang Kristen menyembah manusia? Berarti manusia bisa menjadi tuhan? Pertanyaan ini memang sering dilempar sebagai bahan candaan gelap. Namun, jawaban dari pertanyaan ini penting untuk memahami iman umat Kristen.
Reminder, Yesus memiliki dua sifat. Ia adalah Allah yang turun ke Bumi sebagai manusia. Yesus membawa karakteristik manusia, namun berkuasa sebagai Allah. Yang orang Kristen puja adalah ilahiah Yesus dan misi penebusan dosa umat manusia. Yesus menjadi jalan bagi orang Kristen untuk bersatu dengan ilahiah seorang kristen.
Mungkin yang saya sampaikan masih sangat permukaan. Tapi, saya harap bisa untuk membuka cakrawala baru demi menjaga gesekan antarumat beragama. Juga, biar nggak perlu ada ejek-ejekan nggak perlu. Tahulah maksud saya gimana.
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Memahami Konsep Trinitas: Kenapa Tuhan Orang Kristen Beranak dan Ada 3?