Menjadi Seorang Guru TK

guru TK

Saya kira semua pekerjaan—apa pun itu bentuknya—membutuhkan kerja keras. Jadi, cobalah untuk menghargai dan menghormati pekerjaan apa pun. Toh di dunia ini, nggak ada satu pun pekerjaan yang sepele, apalagi, jika pekerjaan itu dikerjakan dengan ikhlas dan diniatkan untuk beribadah kepada Allah.

Saya adalah seorang guru TK. Biasanya setiap saya bercerita kalau saya guru TK, ada banyak respon yang saya terima. Mulai dari yang menggampangkan pekerjaan saya seperti “oh… hanya guru TK” atau “Gampanglah kerjaannya. Cuman ngajari anak-anak nyanyi-nyanyi doang kan?, “Kalau cuman guru TK sekolahnya nggak harus tinggi-tinggi lah. Lulus SMA aja kan bisa langsung jadi guru TK”, “Jadi guru TK mah gampang”, sampai ada juga yang mencibir saya dengan mengatakan “Wah… Nggak level banget”.

Saya sih hanya bisa mencoba untuk khusnudzan saja. Mungkin memang masih banyak orang yang memandang rendah pekerjaan sebagai guru TK, seberapa besar pun jasa kami. Dikiranya, kami hanya mengajarkan menyanyi, menunggui mereka bermain, dan menyediakan kertas untuk menggambar saja. Tapi ya saya pikir saya harus maklum karena itu adalah ketidaktahuan mereka. Karena ketidaktahuan itu, jadinya mereka hanya bisa menilai sesuatu dari satu sudut pandang saja.

Padahal, menjadi guru TK itu lebih dari sekadar mengajari anak menyanyi, menggambar, mewarnai, dan menulis. Kami dituntut untuk menguasai semua aspek perkembangan anak mulai dari aspek kognitif, fisik-motor, sosial-emosional, bahasa, seni, moral, dan nilai agama untuk mereka.

Saya pikir orang-orang harus tahu betapa hebatnya perjuangan seorang guru TK itu. Kenapa begitu?

Ya karena kami berperan untuk membantu anak di masa “Golden Age” mereka. Di masa ini seluruh aspek perkembangan anak berkembang sangat pesat. Maka dari itu, mereka membutuhkan stimulus yang tepat agar dapat berkembang dengan tepat pula.

Kami diibaratkan sedang membangun fondasi untuk anak-anak yang ke depannya, dari fondasi itu akan menentukan bangunan apa yang bisa berdiri di masa depan mereka. Jika fondasi itu dari awal sudah salah dan tidak kuat, maka sangat mustahil bangunan di atasnya nanti bisa berdiri tinggi.

Kami menjadi orang yang bertanggung jawab karena ketika mereka tidak mampu memberikan stimulus yang tepat sesuai dengan perkembangan anak, pertumbuhan anak di kemudian hari pun akan mengalami gangguan (kurang maksimal dalam salah satu aspek perkembangannya). Tapi tentu saja jangan menjadikan guru sebagai satu-satunya orang yang bertanggung jawab lho, ya. Masih ada faktor pendukung lain seperti pengasuhan orang tua dan lingkungan tempat di mana anak itu tumbuh.

Kalian tahu, persiapan kami—para guru TK—sebelum mengajar itu lama lho, tidak cukup 1-2 jam saja.

Mulai dari pagi, guru-guru sudah harus di sekolah lebih awal agar ketika anak datang, sudah ada yang menyapa dan menata/menyiapkan media yang nantinya akan dipergunakan dalam kegiatan anak. Dan rutinitas menyapa anak dengan senyuman ini harus dilakukan dengan tulus 🙂 meskipun saat itu misalkan si guru sedang mempunyai masalah.

Saat kegiatan bermain sambil belajar (bukan belajar sambil bermain lho ya… silahkan direnungi perbedaannya), guru harus sabar menghadapi segala keaktifan anak dan harus bisa meresponnya agar anak tidak merasa diabaikan.

Saat anak-anak istirahat, jangan pikir guru-guru TK bisa istirahat layaknya guru SD, SMP, ataupun SMA… Mereka tetap masih berkegiatan menjaga anak-anak yang berlarian ke sana ke mari, menjaga anak yang panjat sana panjat sini,

Guru juga harus memberikan pembiasaan anak untuk toilet training, dan siap tanggap dengan keadaan yang tiba-tiba membutuhkan otak berpikir untuk bisa menyelesaikannya (seperti anak bertengkar, anak berebut, anak jatuh)

Saat waktu pulang sekolah datang, guru pun belum bisa langsung pulang. Mereka masih menjaga anak-anak yang belum dijemput orang tuanya dan memastikan yang menjemput anak adalah orang tua atau pun kerabatnya. Kami harus ekstra berhati-hati mengingat banyak kasus pencullikan anak dengan modus menjemput  mereka sepulang sekolah.

Nah, apakah setelah anak-anak dijemput semua guru sudah bisa pulang juga? Oowwww tentu saja tidak. Kami masih harus merapikan media yang telah digunakan anak-anak di hari itu dan menyiapkan media apa yang akan digunakan untuk hari besoknya. Dan ini semua belum termasuk kalau ada rapat.

Tuhkan jadi guru TK itu berat. Apakah kamu bisa kuat?

Tulisan ini dibuat dengan bantuan ibu Utari Hapsari, kami berdua adalah guru TK yang bangga dan bahagia dengan pekerjaan kami yang sering dianggap “sepele” itu.

BACA JUGA Guru Honorer: Dilema Antara Cinta Mengajar dan Pendapatan atau tulisan Dina Rahmalinda lainnya. Follow Twitter Dina Rahmalinda.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version