Saya yakin sebagian besar masyarakat kita tentu sudah tak asing lagi dengan yang namanya bakso. Hampir di setiap tempat ada penjual bakso yang melimpah ruah menjajakan dagangannya. Teknik jualannya pun menyeluruh, mengena di segala lapisan masyarakat. Dari mulai pedagang bakso keliling, warung di pinggir jalan, hingga gerai mewah yang tersebar di mal, stasiun, ataupun bandara. Meski harga, rasa, cara pengolahan, serta kualitas daging berbeda satu sama lain, namun tetap saja semua kompak menamakan makanan tersebut bakso.
Dari sini, kita bisa belajar satu hal. Untuk menjadi manusia yang sesungguhnya, kita juga harus menyatu dengan segala lapisan masyarakat yang ada. Entah itu, saat kita berhadapan dengan orang miskin, orang menengah, dan orang kaya sekalipun, kita tetaplah orang yang sama. Meski kualitas kita meningkat sekalipun, itu tak harus membuat kita lupa diri dan lupa akan asal usul kita.
Bakso sendiri sangat digemari lintas usia. Cita rasanya disukai tanpa pandang bulu. Ibu-ibu sangat suka menyuapi anak balitanya dengan bakso setiap sore. Selain teksturnya lembut, kuah dari makanan ini sangat segar dan membuat anak-anak lahap untuk makan. Padahal mah emak-emak sebenarnya cuma cari praktisnya aja—daripada masak sop ribet mending beli bakso keliling lima ribu udah beres.
Untuk anak remaja sendiri, bakso merupakan makanan yang sangat amat bersahabat di kantong. Bagi anak ABG yang sudah punya pacar, dinner di warung bakso adalah pilihan yang amat sangat bijaksana. Sehingga tempat makan ini selalu menjadi destinasi utama makan untuk pasangan kawula muda yang minim budget untuk kencan. Selain itu, untuk anak sekolahan yang sering kali dipalak traktiran saat tengah ulang tahun oleh teman-temannya yang tidak berperikemanusian—minta traktiran, padahal ngado aja nggak. Jajan bakso merupakan pilihan paling pas dan paling murah meriah—namun tetap elegan.
Untuk orang tua dan dewasa—bakso juga kandidat unggulan untuk menu arisan, kumpul-kumpul keluarga, hingga acara resepsi. Semua mata hadirin yang datang pasti untuk pertama akan jatuh pada gerobak bakso, dan bisa dipastikan bahwa manu ini akan bersaing ketat dengan es krim sebagai menu yang pertama habis di acara apa pun.
Hal ini mengajari kita, bahwa hidup ini harus menjadi pribadi yang menyenangkan untuk segala usia. Pada anak-anak kita menjadi pribadi yang ceria dan menyenangkan—bisa mengayomi dan menyayangi. Untuk rekan sebaya kita juga bisa menjadi teman yang asyik dan tidak membosankan—enak diajak diskusi ataupun bercanda. Untuk orang tua—kita bisa bersikap lunak dan tidak keras kepala.
Jika dahulu kala makanan ini hanya berbentuk bulat dan ada kuahnya, maka di zaman serba modern ini kita akan mendapati transformasi bakso secara spektakuler. Setiap harinya, orang semakin kreatif menciptakan varian serta bentuk dari bakso secara unik.
Makanya jangan heran jika melihat bentuk bakso yang tak lagi bulat. Karena kini sudah ada bentuk segitiga, kotak, lope, dan mungkin besok akan ada bentuk trapesium sama kaki juga. Kalau dulu namanya paling mentok bakso urat dan telur, maka kini namanya sudah semakin ciamik. Dari mulai bakso jumbo, beranak, tusuk, goreng, krakal, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Dari keanekaragaman serta pembaruan dari makanan ini, kita juga bisa belajar satu hal—menjadi manusia itu juga harus terus berinovasi. Jangan pernah berhenti untuk terus belajar. Kita harus siap dipermak dan direnovasi dalam hidup ini. Jangan kaku dan terus berpikiran kuno.
Sebagai generasi muda, kita sudah seharusnya berpikir maju dan menemukan hal-hal baru yang relevan dengan berkembangnya zaman. Jangan terus-terus melucu dengan Khong Guan isi rengginang terus tiap tahun—basi tau!
Bakso itu mau dimakan pas matahari tengah panas-panasnya atau mau dimakan pas hujan lagi deras-derasnya, tetap saja cocok di segala cuaca. Mau makan sendirian atau rame-rame, bakso juga tetap enak dimakan.
Begitu juga dalam hidup ini, mau dalam keadaan sedih ataupun senang, kita sudah semestinya tetap menjadi pribadi yang kuat dan tetap menyenangkan. Mau punya pasangan ataupun jomlo, seharusnya bukan menjadi masalah yang memengaruhi kebahagian kita.
Saat suasana lebaran seperti ini, warung baksolah yang menjadi sasaran semua orang. Hampir tak ada warung yang sepi saat lebaran tiba. Kebanyakan orang-orang sudah jenuh dengan menu lebaran yang bersantan dan berlemak, makanya mereka mencari makanan ini untuk sebuah kesegaran baru. Hal ini juga harusnya kita sikapi dengan bijak. Saat teman-teman kita datang cuma ada maunya—pas lagi susah, pas lagi sedih, pas gak punya uang—kita tetap hadir sebagai solusi dan tempat curhat terbaik.
Dari segala kebaikan-kebaikan bakso ini, tetap saja kita harus ingat, bahwa di antara begitu banyak, ada juga yang namanya Bakso Setan. Jadi, semuanya kembali pada diri masing-masing untuk mengambil hikmah dari hal ini ya.