Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Mengulik Lebih Dalam Desa Wisata di Jogja supaya Orang Tidak Salah Kaprah

Mozara Kartika Putri oleh Mozara Kartika Putri
15 Desember 2024
A A
Mengulik Lebih Dalam Desa Wisata di Jogja supaya Orang Tidak Salah Kaprah Mojok.co

Mengulik Lebih Dalam Desa Wisata di Jogja supaya Orang Tidak Salah Kaprah (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Sebagai seseorang yang gemar berwisata, saya jelas senang apabila punya banyak pilihan tempat wisata di suatu daerah. Itu mengapa, bertumbuhnya desa wisata di berbagai daerah jelas jadi kabar yang menggembirakan. Persis seperti pembuka dalam tulisan Desa Wisata Jogja Menyimpan Sisi Gelap yang Perlu Segera Diperbaiki.

Namun, saya ingin mengkritik setidaknya dua hal dalam tulisan tersebut. Pertama, penyebutan Desa Wisata Ledok Sambi sebagai contoh dalam sub judul “Desa wisata Jogja melenceng dari konsep ideal” di awal tulisan. Penulis sebenarnya sudah dengan tepat menjelaskan soal bagaimana konsep desa wisata yang ideal. Seharusnya, desa wisata itu bergerak atas dasar komunitas yang mana merupakan penduduk desa. Merekalah yang saling berinteraksi di bawah pengelolaan desa dan punya kesadaran penuh memberdayakan potensi kepariwisataan desa mereka. Saya sepakat dengan pernyataan itu, tapi penulis menurut saya menunjukkan contoh yang salah, Desa Wisata Ledok Sambi! Menurut saya ini fatal karena Ledok Sambi bukanlah desa wisata, tapi destinasi wisata atau daya tarik wisata di Jogja. Pengelolanya setahu saya juga bukan Pokdarwis, Koperasi, atau Bumdes, yang biasanya jadi pengelola sebuah desa wisata, tapi perseorangan. Bisa dikatakan pihak swasta.

Memang, tempat yang punya nama lengkap Ledok Sambi Ecopark ini berada di Desa Wisata Sambi, tapi sekali lagi bukan desa wisata. Meski dikelola secara perorangan atau swasta, daya tarik wisata ini melibatkan masyarakat setempat. Misalnya, makanan yang dijual tempat ini merupakan produksi ibu-ibu PKK dari kampung tersebut.

Soal desa wisata di Jogja, Pemda DIY sendiri mengaturnya dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 40 Tahun 2020 tentang Kelompok Sadar Wisata dan Desa/Kampung Wisata.

Tidak sekadar melibatkan warga. Warga desa adalah motor desa wisata

Hal lain yang saya kritik dan cukup mengganggu ada dalam bagian akhir tulisan di sub judul, Kurangnya keterlibatan warga lokal. Penulis menyebutkan jika Desa Wisata Penglipuran Bali sebagai contoh baik pengelolaan desa wisata karena warga lokal dilibatkan. Sedikit meluruskan, bukan warga lokal dilibatkan, tapi memang pengelolanya adalah warga lokal, sesuai konsep dari desa wisata itu sendiri.

Nah, hal lain yang saya kritik adalah kalimat, tidak seperti banyak desa wisata lain yang diurus oleh pihak swasta. Syukur-syukur kalau pihak swasta bisa mengelolanya dengan baik dan melibatkan warga. Persoalannya, tidak sedikit juga swasta yang asal dan ugal-ugalan dalam mengelola wisata. Akibatnya, warga lokal justru terganggu dengan konsep desa wisata di desanya.

Maksud penulis desa wisata akan lebih baik kalau dikelola swasta? Atau desa wisata di Indonesia banyak yang pengelolaannya swasta? Padahal kan di awal penulis sudah menyampaikan bahwa esensi penting dalam konsep desa wisata adalah bergerak atas dasar komunitas yang mana merupakan penduduk desa atau dalam pengelolaannya berdasarkan community based tourism (CBT). Jadi apa sebenarnya pengertian desa wisata?

Mengulik arti desa wisata

Menjawab pertanyaan di atas, mari kita kulik dari arti desa wisata terlebih dahulu. Desa, kampung atau ada juga yang menyebut Gampong (biasanya di daerah Aceh) wisata merupakan sebuah kawasan dengan beragam potensi keunikan. Ini bisa dilihat dari sumber daya alam ataupun kearifan lokal yang dapat dikembangkan menjadi sebuah daya tarik wisata. Desa Wisata juga biasanya diinisiasi atau dikembangkan oleh komunitas/masyarakat setempat.

Baca Juga:

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Saya sendiri lebih suka memaknai bahwa desa wisata merupakan sebuah konsep pengembangan pariwisata yang sifatnya holistik (membentuk ekosistem), dikelola oleh komunitas masyarakat tentunya dengan kesamaan visi misi dan biasanya menawarkan pengalaman dalam bentuk paket wisata. Apa sih yang dimaksud dengan holistik? atau apa sih ciri-ciri atau indikator sebuah wisata disebut dengan desa wisata?

#1 Desa wisata dikelola oleh komunitas setempat/berdekatan dengan lokasi

Pengembangan sebuah kawasan wisata tentu tidak terlepas dari adanya pengelola yang sebaiknya sudah terlembaga. Desa Wisata bisa dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dikukuhkan oleh Dinas Pariwisata setempat, boleh jadi dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan mungkin juga dikelola oleh Koperasi dikukuhkan oleh Dinas Koperasi setempat. Ketiga, bentuk lembaga pengelola desa wisata tentu saja atas sepengetahuan dari orang nomor 1 di desa, siapa lagi kalau bukan kepala desa.

#2 Penetapan pengelola dan penetapan sebagai desa wisata tidak instan

Tidak seperti Proyek Roro Djonggrang yang harus membangun seribu candi dalam satu malam, pembentukan dan penetapan pengelola desa wisata tidak bisa satu-dua hari. Butuh proses yang panjang untuk bisa memilih dan menentukan. Saya rasa, pondasi paling awal yang harus dibangun secara kokoh dalam mengembangkan desa wisata adalah kelembagaannya.

Saat masih mahasiswa (sekitar 2016-2017), saya berkesempatan melihat dan mengulik dinamika dari pembentukan desa wisata di beberapa desa wisata yang ada di DIY. Sebut saja Desa Pentingsari, Desa Nglanggeran, dan Desa Jelok. Peranan dari aktor penggerak atau saya lebih suka menyebut sebagai local hero menjadi kunci penting dari pengembangan desa wisata.

Pun penetapan sebagai Desa Wisata juga harus menempuh banyak proses. Pengusulan penetapan desa wisata dilakukan oleh kelompok masyarakat kepada pemerintah desa yang disetujui melalui musyawarah. Setelah musyawarah, keputusan kepala desa disampaikan kepada pengembangan desa wisata kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menangani urusan pariwisata. Tidak berhenti disitu saja, desa akan diverifikasi terlebih dahulu oleh OPD apakah sudah sesuai dengan persyaratan ditetapkan dengan keputusan bupati/ walikota. Proses yang lumayan panjang, bukan?

#3 Memiliki 3 (tiga) A yaitu Atraksi, Amenitas, dan Aksesibilitas

Pengembangan desa menjadi desa wisata harus mempertimbangkan aspek 3 (tiga) A yaitu Atraksi, Amenitas, dan Aksesibilitas. Atraksi adalah daya tarik wisata yang mampu memberikan pengalaman bagi pengunjung. Daya tarik bisa saja dari keindahan alamnya, keeksotisan budaya lokal, kreativitas yang unik, atau bisa perpaduan dari ketiganya. Amenitas sebagai fasilitas penunjang yang menjadi kebutuhan dari wisatawan seperti toilet, tempat parkir, tempat ibadah, kantin, homestay,dll.

Sementara sisi aksesibilitas, desa wisata juga harus mempertimbangkan kemudahan akses bagi wisatawan untuk sampai ke lokasi dan juga selama di desa. Beberapa desa wisata bahkan juga sudah seharusnya memperhatikan akses yang ramah difabel. Apakah sudah ada desa wisata yang ramah difabel? Hmm…penulis sepertinya perlu sering-sering dolan biar bisa menjawab pertanyaan ini.

#4 Uangnya darimana?

Anggaran pengembangan desa wisata bisa berasal dari beberapa sumber. Namanya saja desa wisata, pengelolanya komunitas setempat, diketahui oleh Kepala Desa tentu salah satu sumber dana bisa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Ada juga Dana Desa yang sah-sah saja untuk membiayai pengembangan desa wisata. Tentunya untuk penggunaan APBDes dan Dana Desa perlu musyawarah yang tak kalah panjang. Tapi bukannya semua itu perlu proses untuk berhasil?Ingat tidak ada yang instan. Kopi instan pun tetep perlu proses. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, pengembangan yang holistik juga akan mendorong pengembangan desa wisata supaya lebih baik lagi. Holistik dengan mengedepankan asas pentahelix, pelibatan multi stakeholder dalam pengembangan desa wisata. Tak jarang, desa wisata yang sudah berkembang bisa mendapatkan pendanaan lain dari Corporate Social Responsibility perusahaan, dana hibah, dan lembaga lain. Tentu saja sumber pendanaan lain juga harus diketahui desa ya.

Nah, itu dia beberapa hal yang mungkin bisa mempermudah untuk membedakan desa wisata dan wisata desa. Tidak semua wisata di desa itu bisa secara mudah disebut sebagai desa wisata Jogja. Lebih sederhananya lagi, kalau membedakan desa wisata dan wisata desa bisa cek di website Jadesta milik Kemenparekraf karena seluruh Desa Wisata terdaftar di sana. Gampang bukan? Oiya, kita patut berbangga Desa Wisata Wukirsari Bantul berhasil meraih penghargaan desa terbaik dunia atau The Best Tourism Village 2024 dari organisasi pariwisata dunia Perserikatan Bangsa-bangsa atau United Nation World Tourism Organization (UNWTO). Selamat!

Penulis: Mozara Kartika Putri
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA 6 Desa Wisata Terbaik Tahun 2022 di Jogja

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 15 Desember 2024 oleh

Tags: Desadesa wisatadesa wisata jogjaJogjawisatawisata jogja
Mozara Kartika Putri

Mozara Kartika Putri

Pecinta Sheila On 7 Garis Tipis-Tipis. Associate Researcher di Lembaga Riset.

ArtikelTerkait

Kiat-Kiat Mengobati Patah Hati di Kota Jogja

Kiat-Kiat Mengobati Patah Hati di Kota Jogja

7 Januari 2020
Walking Tour: Pilihan Wisata yang Menarik, Sayang Banyak Pesertanya Nggak Asyik Mojok.co

Walking Tour: Pilihan Wisata yang Menarik, Sayang Pesertanya Nggak Asyik

20 Mei 2024
4 Alasan Saya Malas Belanja ke Transmart Maguwo Jogja yang Pernah Dipuja-puja Warga mojok.co

4 Alasan Saya Malas Belanja ke Transmart Maguwo Jogja yang Pernah Dipuja-puja Warga

5 Juli 2024
Nanggulan, Tempat Terbaik untuk Healing dan Nongkrong di Kulon Progo

Nanggulan, Tempat Terbaik untuk Healing dan Nongkrong di Kulon Progo

20 September 2024
Kiat Menghindari Macet di Jogja selain dengan Rebahan Terminal Mojok

Kiat Menghindari Macet di Jogja selain dengan Rebahan

18 Juli 2022
3 Makanan Tradisional Khas Kotagede yang Mulai Meredup Terminal Mojok

3 Makanan Tradisional Khas Kotagede yang Mulai Meredup

12 Januari 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025
QRIS Dianggap sebagai Puncak Peradaban Kaum Mager, tapi Sukses Bikin Pedagang Kecil Bingung

Surat untuk Pedagang yang Masih Minta Biaya Admin QRIS, Bertobatlah Kalian, Cari Untung Nggak Gini-gini Amat!

5 Desember 2025
4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Tetap Menyenangkan Mojok.co

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

30 November 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.