Sebelum Indonesia merdeka, kami orang Buton memiliki pemerintahan sendiri yang disebut Kesultanan Buton. Sayangnya, Buton sebagai sebuah kesultanan tidak begitu terkenal di kalangan masyarakat Indonesia pada umumnya. Pengalaman saya pribadi sebagai orang Buton, dulu saya merasa kota asal saya, Baubau, yang menjadi pusat Kesultanan Buton, dikenal oleh masyarakat Indonesia dari Aceh sampai Papua. Alasan saya merasa demikian karena kota kami punya banyak objek wisata alam dan situs bersejarah era Kesultanan Buton. Kami punya Benteng Keraton Buton yang bukan saja terluas se-Indonesia, tapi juga dunia.
Ternyata semua itu hanya perasaan saya. Faktanya, setelah saya kuliah di kota besar dan banyak berteman dengan orang-orang dari berbagai daerah di Indonesia, saya jadi sadar ternyata daerah saya tidak seterkenal yang saya pikirkan. Teman-teman kuliah saya dulu yang berasal dari Jawa tidak tahu Baubau itu di mana. Sekadar tahu Baubau sebagai salah satu kota di Sulawesi Tenggara juga tidak. Teman-teman saya yang berasal dari Sulawesi Selatan juga tidak tahu apa-apa tentang Baubau, padahal mereka tetangga kami Sulawesi Tenggara.
Seorang teman asal Aceh pernah menyentil saya, “Bro, yang tahu Baubau dan Keraton Butonnya itu hanya orang Baubau saja. Kami orang Aceh tidak tahu.” Ya Allah sampai segitunya, Bang. Padahal saya sejak kecil sudah tahu Aceh itu punya julukan Serambi Mekkah. Di sana pernah berdiri Kerajaan Aceh dan Kerajaan Samudera Pasai. Saya juga tahu nama-nama pejuang di sana seperti Teuku Umar dan Cut Nyak Dien. Namun, mereka tidak tahu sama sekali dengan daerah saya yang dulunya sama-sama berbentuk kesultanan?
Saya kemudian bertanya-tanya, kira-kira apa sebab daerah saya tidak begitu dikenal oleh masyarakat Indonesia khususnya mereka yang tinggal di wilayah barat Indonesia. Padahal kami punya keraton, punya kesultanan, dan punya benteng keraton yang masuk dalam Museum Rekor Indonesia dan Buku Rekor Dunia.
Saya berkesimpulan bahwa salah satu sebab Baubau dan Kesultanan Buton-nya tidak banyak dikenal khususnya oleh mereka yang tinggal di wilayah Indonesia bagian barat. Pasalnya, sejarah daerah kami tidak tercatat dalam buku-buku pelajaran sejarah di sekolah.
Waktu masih SD dulu saya sangat suka pelajaran IPS. Dari buku-buku IPS saya banyak mengetahui kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di Indonesia berikut tokoh-tokohnya. Saya jadi tahu Kerajaan Samudera Pasai di Aceh, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Kesultanan Ternate dan Tidore. Berikut tokoh-tokoh mereka seperti Gadjah Mada, Hayam Wuruk, Ken Arok, Pati Unus, Sultan Agung Tirtayasa, Sultan Iskandar Muda, Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Tuanku Imam Bonjol, Sultan Baabullah, sampai Teuku Umar. Saya hafal semua nama-nama itu di luar kepala.
Namun, saya tidak menemukan sedikit pun buku-buku sejarah yang kami pelajari di sekolah membahas tentang Kerajaan dan Kesultanan Buton maupun tokoh-tokohnya. Padahal di sana ada nama-nama hebat seperti Sultan Murhum yang dikenal juga dengan Halu Oleo, nama yang diabadakan sebagai nama universitas negeri di Kendari. Ada Sultan Idrus Kaimuddin, pemimpin sekaligus ulama dan sastrawan. Ada pula Sultan Himayatuddin yang pernah memimpin perlawanan masyarakat Buton melawan Belanda.
Setelah dewasa saya membaca berbagai macam buku maupun artikel yang membahas sejarah Buton dan Kesultanan Buton. Saya menyimpulkan bahwa di antara sebab Buton menjadi terabaikan dan seolah dilupakan dari sejarah nusantara karena persahabatannya dengan Kerajaan Belanda. Persahabatan Kesultanan Buton dengan Belanda bukan rahasia lagi di kalangan orang-orang Buton sampai orang tua kami dulu mengatakan bahwa Buton tidak pernah dijajah Belanda.
Antara Buton dan Belanda terdapat perjanjian untuk saling membantu dan bekerja sama. Di masa lampau, Kerajaan Gowa-Makassar dan Kesultanan Ternate adalah seteru politik Kesultanan Buton. Jika Gowa menyerang Buton, Belanda akan membantu. Begitu juga sebaliknya, jika Belanda menghadapi musuh, sultan Buton akan mengirim pasukan untuk membantu Belanda. Dalam sumber yang pernah saya baca juga tercatat Sultan Buton pernah mengirim pasukan untuk membantu Belanda melawan pasukan Diponegoro. Sebagai balas budi, Belanda membantu Kesultanan Buton menumpas pemberontakan yang terjadi di Pulau Wakatobi. Entah apa karena ini dalam sejarah Kesultanan Buton dicap sebagai “pengkhianat”.
Meski begitu, bukan berarti tidak pernah terjadi konflik antara Buton dan Belanda. Di masa Sultan Himayatuddin, masyarakat Buton pernah terlibat peperangan dengan Belanda. Pasalnya, sang sultan membatalkan perjanjian yang berlaku antara Buton dan Belanda. Ia tidak setuju dengan beberapa pasal yang dianggap merugikan pihak Kesultanan Buton.
Kesultanan Buton memang bersahabat dengan Belanda, tapi semua itu adalah masa lalu yang hanya tercatat dalam lembaran-lembaran sejarah. Hari ini Buton sepenuhnya menjadi bagian dari negara Indonesia.
Sumber Gambar: YouTube Elang Sutajaya
BACA JUGA Meluruskan Salah Kaprah tentang Baubau, Kota yang Sering Dikira Daerah Papua oleh Orang Jawa dan tulisan Mahardy Purnama lainnya.