Menghitung Kerugian Materiel Milea Selama Pacaran dengan Dilan

Menghitung Kerugian Materiel Milea Selama Pacaran dengan Dilan terminal mojok.co

Menghitung Kerugian Materiel Milea Selama Pacaran dengan Dilan terminal mojok.co

Kita jelas mengamini segala perkataan bahwa pendekatan Dilan kepada Milea terlampau amat lancar. Atau cenderung ke arah hemat yang luar biasa bagi mereka yang menggemarinya. Menggunakan taktik hemat, cermat, dan akurat, Dilan berangsur menjadi sosok paling sporadis dalam mencintai dara Jakarta yang melanglang buana ke Bandung ini.

Selain hadiah TTS yang nggak sampai sepuluh ribu rupiah (dan saya baru tahu fakta baru jika TTS di Palasari bisa diobral sangat murah), Dilan bahkan mendapatkan surplus karena deklarasi cintanya di Desember, biaya materai yang menanggung adalah Milea. Namun, bagaimanapun tata kelola keuangan Dilan dalam mendekati Milea, harus kita hargai karena titik tekan Dilan adalah kualitas, bukan kuantitas.

Toh selama pacaran, Dilan terlihat lebih jor-joran. Mulai dari ketika galau ujug-ujug perginya pasti ke Puncak bersama geng motornya, bayangkan saja berapa biaya bensin Honda CB100 dari Bandung hingga Puncak pulang dan pergi. Lalu antar jemput Milea karena setelah pacaran, sekolah mereka berbeda. Juga jangan luput biaya telepon umum agar Aa Dilan tetap bisa bilang “Jangan bilang ada yang menyakitimu.” yang super uwu itu.

Bagi kalian yang telah berkorban rupiah yang besar kepada mantan pasangan, menurut saya nggak usah berkecil hati. Tiap manusia memiliki caranya tersendiri. Bahkan, Dilan dan Milea pun memiliki konsep yang berbeda dalam mengolah sesuatu yang vital seperti uang. Bagi saya Dilan adalah satu-satunya. Jika ada yang menyaingi hemat dan cermatnya, barangkali hanya Paman Gober dan Tuan Krab ketika pacaran.

Nah, setelah kita telusuri berapa pengeluaran Dilan ketika PDKT dengan Milea, sekarang kita balik, berapa pengeluaran yang dikeluarkan Milea selama pacaran dengan Dilan? Apakah lebih besar atau malah lebih hemat? Berikut adalah beberapa perkiraan dari saya dan tetap menggunakan besaran rupiah di masa sekarang, bukan pada tahun 1991.

Pertama, menjamu geng motornya Dilan. Ketika malam Minggu Kang Adi datang dan mencoba mengajak Milea jalan-jalan, tiba-tiba Dilan dan geng motornya datang ke rumah Milea. Mereka memenuhi ruangan. Anehnya, jumlah mereka di rumah Milea lebih banyak ketimbang jumlah mereka ketika ngarak pasangan baru itu.

Namun, yang saya curigai, masa iya tamu tidak dijamu oleh bibinya Milea. Kang Adi saja terlihat sedang meminum teh di ruang tamu. Saya yakin, geng motornya Dilan ini nggak neko-neko dalam memilih minuman. Semisal kopi dan teh tidak cukup, Ale-ale atau Frutang pasti mereka sikat. Dan adegan ini, saya yakin tidak terlihat dalam kamera maupun dalam narasi cerita karena nggak penting juga.

Mari kita hitung kemungkinan nombok keluarga Milea. Satu dus Ale-ale isi 24 gelas, harganya sekitar Rp20 ribu. Itu sudah dikorting jika langganan. Bisa memilih varian rasa, mulai dari jeruk sampai jambu. Sedangkan Frutang menurut saya pribadi tidak mungkin disediakan karena keberadaannya sudah mulai langka. Ya, opsinya jika tidak Okky Jelly Drink yang per dus Rp18 ribu, atau Teh Zegar per dos Rp20 ribu. Masing-masing isi 24 gelas. Dan kawan-kawan Dilan tidak lebih dari 24 orang.

Kedua, telepon rumah. Saya nggak paham perhitungan biaya telepon rumah pada saat itu. Pun, saya tidak paham aturan-aturan dalam keluarga Milea. Entah itu pembatasan telepon ketika malam atau berapa menit per harinya. Jika ditarik ke zaman sekarang, katakanlah biaya menelepon sama dengan biaya wi-fi keluarga, kita bisa hitung.

Melihat orangtua Milea yang tegas namun dalam batas wajar, saya rasa Milea hanya urunan beberapa rupiah saja untuk ongkos wi-fi keluarga. Dan saya curiganya, keluarga Milea ini pakai  Paket Phoenix Mas Agus yang 10 Mbps saja Rp280 ribu. Dengan adanya kemudahan ini, Dilan bisa bebas nggodani Kang Adi yang masih sering mbribik pacarnya.

Ketiga, Milea merencanakan membeli Jalan Buah Batu dari Pemkot Bandung! Kadang saya pribadi bersyukur bahwa mereka telah putus dan tidak melanggengkan hubungan yang lebih serius. Lha bagaimana tidak bersyukur, pada awal mereka pacaran, tepatnya pada 22 Desember 1990, Milea berkata, “(jalan itu)…bukan lagi milik Bapak Ateng Wahyudi (Wali Kota Bandung waktu itu), melainkan milik aku dan Dilan.” Kata-kata tersebut saya kutip langsung dari Dilan 1991 lho. Duh meni gelo pisan, si Teteh.

Bayangkan saja semisal mereka menikah, barangkali tidak hanya Jalan Buah Batu saja yang akan dimiliki, namun Bandung dan seisinya. Ya, walaupun itu adalah kata-kata khas manusia yang tengah kasmaran, namun tetap saja kesungguhan seorang Milea patut diperhitungkan.

Milea boleh membeli Bandung beserta seluruh isinya, asal jangan ada penggusuran, ya? Karena orang lain juga patut memiliki kenangan emosional bersama kota yang indah ini. Memang kerugian materiel bukan apa-apa sih ketimbang rugi waktu, perhatian, dan perasaan rindu menggebu.

Sumber gambar: YouTube MAX Pictures

BACA JUGA Pengalaman Pencinta WC Jongkok Saat Boker di Bandara Changi Singapura dan tulisan Gusti Aditya lainnya.

Baca Juga:  Menghitung Penghasilan Kojiro Hyuga di Juventus

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version