Bagi pencinta film seperti saya yang tumbuh di akhir 90-an, majalah film bukanlah barang yang asing. Majalah film ini adalah barang yang wajib dimiliki oleh pencinta film di zaman itu sebelum munculnya internet yang memunculkan portal berita khusus yang membahas berita film terbaru, ulasan kritikus film profesional, hingga blogger atau YouTuber yang membahas segala sesuatu terkait dunia perfilman secara komprehensif.
Pada 2021, pencinta film seperti saya dimanjakan dengan kehadiran internet kalau lagi bingung mau nonton film apa. Tinggal buka-buka forum film seperti Kaskus atau cari referensi film dari sejumlah akun media sosial yang fokusnya ngebahas film. Kalau mau diskusi bahkan sampai debat soal dunia perfilman juga tinggal nimbrung di Kaskus atau media sosial aja.
Dua puluh tahun lalu, saya harus rajin beli majalah film biar tahu film apa yang lagi tayang di bioskop. Saya juga tahu judul film apa yang wajib saya tonton untuk menambah wawasan saya terkait dunia film, terutama film-film dengan kualitas Oscar yang dianggap punya pengaruh kuat untuk nge-influence para sineas perfilman dalam dan luar negeri. Waktu itu, saya juga dapat info kapan tayangnya film James Bond terbaru atau kapan tayangnya film Harry Potter terbaru ya dari majalah film.
Dulu belum banyak orang yang punya internet di rumah. Jadi, kalau mau internetan untuk cari info tentang dunia perfilman, ya, harus ke warnet. Udah gitu belum banyak website yang ngebahas dunia film secara komprehensif. Kalaupun ada, kebanyakan masih dalam bentuk bahasa Inggris. Dulu saya lebih milih baca majalah film yang biasa saya beli di penjual majalah di depan sekolah, toko buku, atau supermaket. Praktis, tinggal baca aja. Dikemasnya juga dengan layout yang cantik warna-warni gitu.
Dulu saya suka bela-belain beli majalah film edisi khusus yang ada bonus poster Harry Potter dan merchandise Spiderman yang diperankan Tobey Maguire. Bahkan poster Harry Potter dan merchandise Spiderman yang saya dapatkan dari majalah film tersebut masih ada di kamar saya. Dulu majalah ini, tuh, lengkap banget isinya. Saya nggak cuma mengincar bonusnya. Isinya tuh mulai dari berita film terbaru, cerita perjalanan syuting film tersebut, fakta-fakta menarik soal film yang lagi dibahas, terutama kalau filmnya dibuat berdasarkan kisah nyata, hingga gosip-gosip seputar aktor dan aktrisnya segala.
Waktu saya sekolah, saya membutuhkan informasi dari majalah film biar bisa nyambung ketika ngobrolin film di sekolah. Jadi, waktu film Harry Potter and the Chamber of Secrets dan Spiderman 2 tayang di bioskop, saya berhasil ngebacot di depan teman dan saudara sebaya saya waktu lagi antri tiket bioskop karena saya rajin baca majalah film. Saya berhasil memberikan mereka berita terbaru seputar dunia film dan fakta-fakta unik di dalamnya. Bangganya bukan main, deh. Zaman itu kalau punya referensi yang banyak seputar dunia film berasa jago banget soalnya nggak semua orang tahu hal itu.
Zaman itu majalah-majalah film yang saya sering beli pada zaman itu adalah majalah Cinemags atau Movie Monthly, yang seingat saya terbit setiap dua minggu atau satu bulan sekali. Ada juga edisi khusus seperti kaleidoskop film di tahun tersebut yang isinya ngebahas film-film yang tayang di tahun tersebut maupun edisi khusus yang ngebahas semesta Harry Potter saat film kedelapan Harry Potter tayang.
Selain dua majalah film yang saya sebutkan di atas, ada juga sih majalah film lainnya, tapi zaman itu yang saya anggap paling populer ya dua majalah tersebut. Zaman itu kalau mau tahu jalan cerita film-film fantasi yang punya semestanya sendiri macam The Lord of the Rings, harus baca majalahnya. Soalnya di situ dijelaskan gimana sejarah Bangsa Elf, sejarah Bangsa Dwarf, sejarah Bangsa Hobbit, sampai sejarah umat manusia di semesta Middle-Earth karya Tolkien yang difilmkan dengan sangat epik. Dulu, nggak sedikit teman saya yang bela-belain fotokopi majalah film kalau ada yang bawa majalah film ke sekolah.
Zaman sekarang, sih, majalah film sudah jarang banget saya lihat. Majalahnya masih ada, tapi dalam bentuk online. Ia sudah nggak terbit dalam bentuk konvensional lagi. Sama seperti koran dan sejumlah majalah lainnya yang saat ini bentuknya online. Malah banyak yang dibikin dalam bentuk kanal YouTube-nya. Namun tetap, sebagai generasi 90-an, saya lebih suka dalam bentuk majalah. Pasalnya, ia bisa dibaca sambil rebahan dan ada bonus-bonus di majalah tersebut seperti poster dan stiker karakter film yang tidak bisa didapatkan dengan baca secara online.
BACA JUGA Majalah Femina: Bacaan Masa Kecil yang Mendewasakan Saya dan tulisan Raden Muhammad Wisnu lainnya.