Pada medio 2014-2015 silam saya masih ingat betul tren batu akik di Indonesia. Banyak masyarakat yang kepincut membeli batu akik hingga mengoleksinya. Padahal, batu akik sendiri sudah digunakan cukup lama oleh masyarakat Indonesia.
Konon, pada saat itu yang membikin tren batu akik diperbincangkan khalayak ramai adalah berkat Pak Susilo Bambang Yudhoyono ketika beliau memberikan hadiah batu akik jenis Bacan kepada Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Hal ini pernah dibahas oleh Mas Rusdi Mathari di esainya yang dimuat oleh Mojok pada tahun 2014 dengan judul Misteri Batu Akik Bertuah.
Yang menarik perhatian saya diesainya sang penulis buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya itu ketika beliau menyampaikan, “Harga batu jenis Ohen dari Garut pernah mencapai Rp 800 juta”. Di situ, sontak saya terhenyak takjub dan ingin mengenang masa berjayanya batu akik Garut.
Batu akik Garut pada masa jayanya sempat menguasai pangsa pasar. Hal itu terjadi pada tahun 2014 sampai 2015. Harga batu akik memang benar bisa mencapai ratusan juta, bahkan miliaran rupiah. Sebut saja batu akik jenis Pancawarna Edong dan Ohen yang kerap menjadi primadona.
Batu akik Garut pada gelaran Asian Games 2018 lalu pernah menjadi cinderamata bergengsi (walaupun di tahun ini sudah terbilang agak meredup) bahkan hingga konferensi tingkat tinggi Asia-Afrika. Tersebab itu batu akik kota kami sangat digemari oleh negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan sebagainya.
Permintaan batu akik Garut sendiri oleh negara-negara tersebut digunakan untuk bahan aksesoris wanita, seperti kalung dan cincin. Luar biasanya, sekali mengirim, permintaannya itu tak tanggung-tanggung, 300 sampai 500 batu akik lebih.
Nah, salah satu daerah di kota Garut yang terkenal dengan batu akik adalah kecamatan Bungbulang. Di kecamatan Bungbulang ini jenis batu fenomenal banyak bermunculan.
Saya pribadi, kalo ingat kecamatan Bungbulang maka ingat Pangeran Charles Philip Arthur yang membeli batu Ijo Botol atau Edong seharga Rp 40 juta di Gamstone festival RRI Bandung pada tahun 2015 lalu.
Demam batu akik pada waktu itu terasa sekali oleh saya pribadi dan kawan-kawan saya saat kami kelas tiga SMA. Di sekolah, kawan-kawan saya sering kali menggunakan dua sampai tiga buah cincin batu akik untuk sekadar kepuasan pribadi. Obrolan-obrolan batu akik tak pernah absen setiap hari. Bahkan, sekolah dijadikan tempat transaksi bongkahan batu akik.
Kini, perbincangan tentang batu akik di Garut sudah jarang saya dengar. Sebab, tahun 2017 merupakan awal mula meredupnya masa kejayaan batu akik Garut. Di tahun itu juga harga batu akik Garut merosot drastis, dari harga 10 juta misalnya untuk jenis batu akik biasa menjadi 2 juta. Bahkan sekarang, harganya ratusan ribu rupiah.
Ada sebab-sebab yang membikin batu akik meredup. Salah duanya, peminatnya kurang. Dari tahun 2017 saja sampai artikel ini saya tulis, peminat batu akik semakin kesini semakin sedikit. Hal ini disampaikan oleh salah satu penjual batu akik yang saya tanya ketika saya melakukan riset, “Peminatna kirang, A. Nu dipilariana batu akik anu langki hungkul” penjual batu akik Garut atas nama Mang Usep mengatakan kalo peminatnya kurang dan yang pembeli cari saat ini malah batu akik yang langka saja.
Lalu, penyebab batu akik meredup yaitu minimnya promosi dari pemerintah setempat. Memang, pada tahun 2018 seperti yang saya sampaikan di atas, batu akik Garut pernah menjadi souvenir Asian Games, tetapi tetap saja jika promosinya hanya sebatas untuk menghadapi ketika ada kejuaraan-kejuaraan atau event-event tertentu saja, akan mengalami penurunan pembeli lagi. Impactnya, penjual batu akik kemungkinan gulung tikar.
Dan benar, sudah banyak sekali penjual batu akik yang saat ini gulung tikar. Warga Garut pasti merasakan anomali itu. Kalo dulu di setiap jalanan kota para penjual batu akik rame banget, kini dapat dihitung dengan jari.
Kendati demikian, walaupun batu akik sudah meredup, masyarakat Garut sendiri masih mempunyai secercah harapan agar batu akik Garut pamornya naik lagi. Apalagi belakangan ini saya melihat para penggali batu akik mulai beroprasi kembali.
Dalam menutup artikel ini, saya mengutip perkataan Mang Usep yang saya wawancara tiga hari yang lalu, “Batu akik sampai kapanpun tidak akan musnah sebab sudah menjadi budaya masyarakat kita”. Oke, kita nantikan saja.
BACA JUGA Hal-hal yang Harus Kamu Tahu tentang Kota Garut agar Tahunya Nggak Cuma Vina Garut doang! dan artikel menarik lainnya dari Muhammad Ridwansyah.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.