Kita sedang dalam keadaan penjajahan baru. Bukan melawan negara lain, bukan melawan pistol-pistol, atau bambu runcing. Kita sedang keadaan perang menghadapi penjajah biologis, virus Sars-Cov -2. Sang penjajah telah berhasil menyerang banyak orang. Korbannya adalah orang-orang dengan positif Covid-19.
Serangan sang pejajah atau virus Sars- Cov-2—kita sebut saja virus Covid biar lebih mudah—menyerang kita bertubi-tubi dan memakan banyak korban. Parahnya, tidak semua korban sadar kalau dia adalah korban. Sedang jalan-jalan di mal, sedang joget-joget di kerumunan, eh, ternyata dia sudah jadi korbannya si virus Covid. Tidak ada batuk-batuk, tidak ada sesak. Tiba-tiba, waktu diperiksa oksigen tubuhnya sudah turun, dari normalnya 94% bahkan 98% jadi 55%.
Rasanya, sehat-sehat saja, tapi jumlah oksigen di tubuhnya turun. Memang apa bahayanya oksigen rendah pada tubuh?
Tubuh kita ini kerjanya butuh oksigen. Ibaratnya, oksigen itu seperti bahan bakar tubuh kita. Kalau mobil kita tidak ada bensin, mogok, toh? Demikian juga dengan tubuh kita. Kekurangan oksigen bisa membuat tubuh kita mogok kerja. Kalau tubuh mogok kerja, bisa gawat.
Karena kekurangan oksigen itu merupakan fenomena yang gawat di dalam tubuh kita, maka biasanya tubuh akan memberikan tanda-tanda bahwa tubuh kita ini lagi kurang bahan bakar. Salah satunya meningkatkan usaha napas kita. Kita ‘kan napas untuk dapat oksigen. Jadi, kalau kita kekurangan oksigen, tubuh kita akan mencoba meningkatkan usaha napas kita, bisa dipercepat kecepatan bernapasnya atau bisa dibanyakkin volume yang diambil tiap hirupan napas. Ini yang biasa disebut sesak.
Sesak ini rasanya tidak enak, sulit dan berat bernapas. Kalau merasa tidak pernah merasakan sesak, coba lari cepat keliling komplek sampai terasa napas cepat atau “ngap-ngap-an”. Nah, itu dia rasanya sesak. Tapi ada jenis sesak napas lain yang mengerikan. Seberapa mengerikan? Banget, pokoknya.
Sesak yang saya maksud adalah happy hypoxia. Happy hypoxia adalah keadaan tubuh kekurangan bahan bakar, tapi tubuh tidak memberikan tanda-tanda waspada bahwa tubuh bisa mogok kapan saja karena kurang bahan bakar. Kurang oksigen tapi tidak ada sesak.
Happy hypoxia tidak hanya terjadi pada korban virus Covid saja, tapi juga bisa terjadi pada atelektasis, malformasi pembuluh darah paru, juga pada kelainan aliran darah jantung (right-to-left intracardiac shunt). Tapi, karena sekarang kita sedang dalam masa perang dengan virus Covid, makanya kalau ada yang happy hypoxia, biasa langsung dicurigai bahwa dia adalah korban perang oleh virus Covid.
Sekarang pertanyaannya, mengapa bisa tubuh tidak memberikan tanda-tanda kalau sedang kekurangan bahan bakar?
Seperti yang sudah saya bahas, rasa sesak ini adalah usaha tubuh untuk meningkatkan usaha napas kita. Di dalam tubuh kita, yang bertugas untuk memerintahkan peningkatan usaha napas ini adalah pusat kontrol napas. Untuk meningkatkan usaha napas, pusat kontrol napas ini harus terlebih dahulu mendapat sinyal yang menandakan bahwa tubuh sedang kekurangan oksigen.
Ibaratnya kalau kita ingin orang yang kita suka tahu kalau kita sedang suka padanya, maka kita harus meberi sinyal berupa kata-kata, kedipan mata, gerakan tubuh, supaya orang tersebut bisa menerima sinyal kalau kita sedang suka padanya
Kalau tubuh kita ingin memberitahu pusat kontrol napas kalau tubuh sedang kekurangan oksigen, maka dibutuhkan pula sinyal-sinyal. Tapi bedanya, sinyal di tubuh kita ini berupa sinyal-sinyal kimiawi. Penjajah kita si virus Covid ini bisa menyerang hingga sinyal kimiawi tersebut sehingga tubuh tidak bisa memberi informasi ke pusat kontrol napas bahwa tubuh sedang kurang bahan bakar. Ya, akibatnya ketika kita kekurangan oksigen, kita bisa saja tidak merasa sesak.
Bayangkan bagaimana bahayanya bila tidak tidak ada tanda-tanda bahwa tubuh akan mogok karena kehabisan bahan bakar. Anggap saja seperti naik pesawat tapi ternyata bahan bakar pesawat sudah mau habis, tapi kita tidak tahu. Pesawat bisa mogok alias jatuh di mana saja. Kalau pada fenomena happy hypoxia, tubuh bisa mogok kapan saja.
Terus, bagaimana caranya supaya kita tidak terkena happy hypoxia? Hindari penyebabnya, si virus Covid-19 atau Sars-Cov-2. Cara menghindarinya? Jaga jarak dengan orang lain, pakai alat pelindung diri (masker, face shield), dan hindari keramaian. Tidak usah alasan-alasan. Lihat, sebegitu acaknya gejala Covid sampai kita bisa saja tidak tahu kalau kita sudah menjadi korban Covid.
Ya, happy hypoxia bukan berarti kita sedang mengalami kekurangan oksigen yang membahagiakan. Kekurangan oksigen tidak ada bahagia-bahagianya. Jangan mau jadi happy hypoxia. Cukup happy saja.
BACA JUGA Mari Bersepakat Bahwa Indomaret Lebih Baik Daripada Alfamart dan tulisan Maria Marind Desrianti Hutauruk lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.