Sebagai orang Sunda yang berkuliah di Jogja, banyak budaya Jawa yang bisa saya pelajari di sini, terutama mengenai bahasa. Pada bulan-bulan awal tinggal di Jogja, sudah banyak banyak kosa kata dalam bahasa Jawa yang saya ketahui.
Selain banyaknya kosa kata dalam bahasa Jawa yang mirip dengan bahasa Sunda, faktor lingkungan dan kebiasaan saya mendengarkan lagu-lagu berbahasa Jawa memudahkan saya mempelajari bahasa Jawa. Setiap ada kata asing yang tidak saya ketahui artinya, saya selalu menanyakannya kepada teman saya yang orang Jawa, termasuk ketika saya menanyakan arti kata pabu.
Akan tetapi, berbeda dengan sebelumnya, teman saya yang berasal dari Kudus dan Solo tidak mengetahui arti kata tersebut. Padahal kata tersebut saya dengar dari salah satu lagu NDX A.K.A. yang berjudul “Kimcil Kepolen”.
Awalnya saya berpikir kata pabu ini kata dari bahasa Jawa dialek Jogja yang hanya digunakan di wilayah Jogja sehingga teman-teman saya yang bukan asli Jogja tidak mengetahui artinya. Seperti halnya di kampung halaman saya, Sukabumi, orang-orang di sana lebih sering menggunakan kata harim untuk menyebut pacar, berbeda dengan orang Sunda pada umunya yang menyebut kabogoh. Sampai kemudian saya menemukan sebuah artikel tentang bahasa slang orang-orang Jogja, atau yang lebih dikenal dengan istilah basa walikan Jogja.
Dari artikel tersebutlah kemudian saya baru tahu apa itu arti kata pabu dan arti kata dagadu pada sebuah kaos yang saya beli saat masa study tour SMP. Dari artikel tersebut pula saya baru mengetahui ternyata bahasa slang disusun dengan cara mengubah susunan huruf tidak hanya ada di tempat asal saya.
Orang-orang Sukabumi khususnya yang tinggal di wilayah kota mungkin familier dengan bahasa widal.
Bahasa widal atau bahasa sani widal adalah bahasa sandi yang berkembang di Kelurahan Tipar, Kota Sukabumi. Widal sendiri artinya ‘Tipar’. Bahasa ini lahir dengan cara menukar-nukar huruf dan bunyi dari kata-kata Sunda. Berbeda dengan basa walikan Jogja yang rumus perubahan hurufnya diambil dengan cara mengubah posisi huruf pada alfabet Jawa, perubahan susunan huruf pada bahasa widal sendiri tidak diketahui dengan jelas asalnya.
Saya sendiri mulai menguasai bahasa widal saat kelas 5 SD. Berawal dari kalimat “hanyu wanyi wala yakpi” dan “nyigun-nyigun nyete bamay”, saya mulai mempelajari bahasa widal agar diterima di lingkungan pergaulan. Berbekal dari secarik kertas berisi rumus bahasa widal yang ditulis oleh teman saya, dalam waktu sehari saya sudah mantap berbahasa widal. Pada saat itu biasanya bahasa widal digunakan untuk ejek-ejekan nama orang tua, walaupun kadang hal tersebut sia-sia karena beberapa orang tua teman saya ada yang mengerti bahasa widal.
Berikut rumus dalam bahasa Widal
- Pelafalan huruf vokal tidak terjadi perubahan, kecuali kalau huruf vokal berada di depan kata maka akan ditambahkan bunyi “Ny”.
– A = A (Nya)
– E = E (Nye)
– I = I (Nyi)
– U = U (Nyu)
– O = O (Nyo) - Pelafalan huruf konsonan berubah.
– B = H
– C = J, Z (huruf yang berbunyi mirip)
– D = P, F, V (huruf yang berbunyi mirip)
– F = D
– G = S
– H = B
– J = C
– K = N
– L = R
– M = Y
– N = K, Q, X (huruf yang berbunyi mirip)
– P = D
– Q = N
– R = L
– S = G
– T = W
– V = D
– W = T
– X = N
– Y = M
– Z = C - Kata yang diawali bunyi “Ng” berubah menjadi “Ny”.
– Contoh: nyeukab = ngeunah (enak), nyikuy = nginum (minum). - Beberapa kata yang memiliki huruf vokal bersanding pada huruf vokal kedua ditambahi bunyi “ny”.
– Contoh: donyen = poek (gelap), hanyu = bau (ya bau)
Dewasa ini, dalam pergaulan anak-anak Sukabumi, bahasa widal tidak digunakan secara penuh pada suatu kalimat dalam percakapan, tetapi hanya beberapa kata. Bahasa widal sudah melekat dalam setiap tongkrongan di penjuru Kota Sukabumi, sampai-sampai banyak kosa kata dalam bahasa Widal yang menggeser kata asli dari bahasa Sunda itu sendiri.
Beberapa kata tersebut memang sudah populer dan sering digunakan dalam setiap percakapan, seperti: pabal = dahar (makan), gale = sare (tidur), roha = loba (banyak), gaba = saha (siapa), bipeung = hideung (hitam), norow = kolot (tua), harin = balik (pulang/kembali), sero = gelo (gila), galehu = sarebu (seribu), Nyaged = Asep (nama orang), nyohaw = obat, Kaluwo = Naruto.
Selain itu, ada juga kata yang diubah ke dalam bahasa Widal bukan berdasarkan cara penulisannya, tetapi dari cara pelafalannya. Hal ini dilakukan agar kata tersebut enak didengar ketika diucapkan, contohnya: putiw = duwit, nyimeu = iyeu/ieu (kata nyimeu juga bisa berarti ‘dia’), galuta = saruwa/sarua (sama), puta = duwa/dua, dll.
Foto oleh Reza Putra Handa via Wikimedia Commons
BACA JUGA Boso Walikan Mataraman: Sandi para Kriminal yang Beralih Menjadi Sapaan Akrab
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.