Menerka Alasan Kita Memanggil Kawan dengan Nama Bapak

Menerka Alasan Kita Memanggil Kawan dengan Nama Bapak

Menerka Alasan Kita Memanggil Kawan dengan Nama Bapak (Pixabay.com)

Masa sekolah merupakan masa yang sangat menyenangkan. Ada banyak memori—baik yang indah maupun yang ingin dilupakan—yang terkenang begitu dalam dan hingga kini masih menempel di ingatan saya. Salah satunya adalah momen di mana saya dan teman-teman bercanda dengan begitu lepasnya sampai-sampai nama bapak masing-masing pun dijadikan bahan lelucon.

Ya, saya yakin sebagian besar dari kalian pasti pernah melakukan hal tersebut. Saking eratnya persahabatan yang dijalani, kalian tak lagi sungkan untuk saling menghina nama bapak. Semuanya menjadi jokes tersendiri yang teramat menggoda untuk ditertawakan.

Namun terkadang, di masa-masa ketika saya sedang ngelamun dan bingung mesti ngapain, saya sering kali bertanya-tanya dalam hati, Apa, sih, alasan anak sekolah sering saling menghina nama bapak (selain sebagai lelucon)? Kenapa nggak nama ibu, nama kakek, nama nenek, dan sebagainya? Emang nggak ada bahan lain yang bisa dijadikan hinaan? Maka dari itu, melalui tulisan ini, saya akan berusaha menerka alasan di balik itu semua.

Jadi, menurut saya, alasan pertama mengapa nama bapak yang dipilih sebagai bahan ceng-cengan adalah karena nama bapak selalu muncul paling pertama di rapor siswa.

Ketika sekolah, atau tepatnya ketika waktu akhir semester dan rapor dibagikan oleh wali kelas, hal pertama yang sering dilihat selain nilai adalah nama orang tua. Bagi saya, faktor inilah yang menjadi penyebab pertama mengapa nama ayah lebih sering dijadikan olokan dibandingkan nama yang lain. Lebih familier aja, gitu.

Kemudian, alasan kedua adalah karena adanya kesamaan gender. Bentar, saya jelasin dulu.

Lebih nyaman aja gitu

Kalau menurut saya, sih, ada. Pada umumnya, para siswa-lah yang lebih sering membercandai teman dengan menggunakan nama bapak. Setahu saya, para siswi lebih jarang melakukannya, walaupun tentunya ada juga, kok, yang mempraktikkan itu. Nah, berdasarkan ke-sotoy-an saya, mengolok-olok bapak jelas lebih masuk akal. Masak ya pake nama ibu.

Misal, teman kita yang bernama Rama, kita panggil Yanto, nama sang bapak. Coba kalau si Rama dipanggil Ida, nama ibunya. Paham kan?

Alasan berikutnya adalah karena adanya kedekatan dari sang bapak dengan sang anak. Kebanyakan, sekali lagi, KEBANYAKAN, ya, anak laki-laki itu lebih dekat kepada bapaknya dibandingkan kepada ibunya. Bukan karena ada masalah atau apa, tetapi lebih karena ada rasa nyaman jika harus curhat atau bercerita kepada bapak mengenai apa pun dibandingkan kepada ibu. Dalam konteks curhat, misalnya, bapak akan melihat segala curhatan kita dengan menggunakan perspektif pria, sama seperti sang bocah lanangnya.

Nah, balik lagi ke topik utama, dengan menghina nama si bapak, “damage-nya” pasti akan lebih terasa. Mengapa? Ya, karena sosok tersebut begitu dekat dengan sang anak. Coba kalau dia dihina dengan nama pemilik toko dekat rumah, malah aneh. Ngapain anjir?

Alasan terakhir mengapa anak sekolah lebih sering menghina nama bapak dibandingkan yang lain adalah karena … mereka tidak berani untuk menghina yang lain. Masak ya menghina agamanya? Mah repot.

Itulah alasan-alasan sotoy saya kenapa sewaktu SMA, banyak orang memanggil atau ngecengin temannya dengan nama bapaknya. Saran saya sih, jangan ngecengin temen yang belum begitu deket dengan nama bapaknya. Bukannya akrab, malah kena bogem klean.

Tapi saya yakin sih, Gibran sama Kaesang nggak ngrasain dipanggil dengan nama bapaknya. Jan Ethes juga.

Penulis: Bintang Ramadhana Andyanto
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Ejek-ejekan Nama Bapak sampai Panggilan Olok-olokan yang Lain, Bagaimana Penjelasannya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version