Mencorat-coret Buku Bacaan Itu Nggak Salah, Justru Wujud Kreatif dan Kritis

Mencorat-coret Buku Bacaan Itu Nggak Salah, Justru Wujud Kreatif dan Kritis terminal mojok.co

Mencorat-coret Buku Bacaan Itu Nggak Salah, Justru Wujud Kreatif dan Kritis terminal mojok.co

Menjadi pembaca buku tanpa mencorat-coret buku yang dibaca merupakan sebuah kemustahilan bagi saya. Pasalnya, tangan yang dipandu oleh pikiran, nggak mau diam ketika mata sedang bekerja untuk membaca buku. Seolah-olah terdapat bagian tertentu di dalam buku yang menurut saya seharusnya dicorat-coret. Entah itu coretan dalam bentuk menggarisbawahi, memberi keterangan, menandai hal-hal tertentu, atau bahkan menggambarinya.

Jika menurut istilah kerennya, buku yang telah menjadi korban pencoretan oleh pembacanya disebut annotated book. Begitulah kebanyakan buku milik saya yang menjadi korban tindakan corat-coret saya sendiri. Apakah perilaku tersebut merupakan akhlak yang tercela? Apakah perilaku tersebut melanggar kode etik tertentu? Menurut saya tentu saja nggak sama sekali, bahkan itu baik untuk situasi tertentu.

Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi kenapa saya gemar sekali untuk mencorat-coret buku bacaan saya sendiri. Aspek yang paling utama yakni karena saya merupakan orang yang gampang lupa. Meskipun saya telah membaca buku secara serius, tapi beberapa hari kemudian apa yang saya baca pasti akan lenyap begitu saja, layaknya SpongeBob yang terhapus ingatan ketika hendak menjadi pelayan restoran.

Mungkin apa yang saya baca dapat diingat kembali ketika ada situasi tertentu yang memaksanya untuk hadir, seperti ketika diskusi dengan teman. Bahkan terkadang ingat kembali di waktu yang nggak tepat banget, seperti sedang di kamar mandi atau sedang berkendara. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk mencorat-coret buku bacaan saya dengan menandai bagian-bagian yang penting. Ketika bagian penting telah ditandai, akan memudahkan saya untuk mengingat gagasan dari buku tersebut ketika membacanya kembali.

Secara tidak langsung melalui corat-coret buku tersebut, maka saya telah merawat ingatan saya mengenai isi buku yang telah dibaca. Tentunya, jika buku tersebut dibaca kembali. Pasalnya, jika nggak dibaca kembali ya percuma.

Bukankah apa yang saya lakukan cukup kreatif? Mencorat-coret memudahkan para pembaca untuk mengetahui gagasan-gagasan penting di dalam sebuah buku, terutama bagi saya yang gampang lupa. Corat-coret buku yang saya lakukan nggak sebatas menandai bagian penting, bahkan lebih daripada itu. Terkadang saya memberi catatan kecil pada bagian tertentu yang menurut saya perlu dilakukan.

Mulai dari catatan berupa penguatan atas isi buku melalui referensi yang saya miliki, bahkan sampai mengkritisi bagian tertentu yang saya kurang sepakat dengannya, tentu saja dengan argumen pribadi, yang saya tuliskan pada buku tersebut. Nggak hanya itu saja, di bagian paling akhir buku biasanya saya beri sedikit review tentang isi buku yang telah saya baca. Terkadang, jika saya kurang sepakat dengan isi buku tersebut, maka saya beri argumen mengenai ketidaksepakatan saya dan alasan-alasan yang melatar belakanginya.

Menurut saya, tindakan corat-coret buku dengan memberi catatan kecil ini merupakan tindakan yang kritis dalam membaca. Pasalnya, buku bacaan itu nggak selalu memuat hal yang dapat dipercayai secara penuh, mungkin saja terdapat beberapa aspek yang mana para pembaca bebas untuk mengkritisinya. Jadi, bukan tindakan yang salah dong, ketika corat-coret buku dilakukan dengan alasan-alasan di atas. Bahkan corat-coret buku menjadi sebuah kegiatan positif untuk pengembangan diri bagi para pembaca itu sendiri.

Namun, ada yang perlu diperhatikan sebelumnya. Dikarenakan kegemaran saya yang suka corat-coret buku, saya jarang banget untuk baca buku PDF dan baca buku pinjaman, entah itu pinjam buku dari perpustakaan ataupun dari teman.

Memang sangat mungkin dilakukan untuk mencorat-coret buku PDF, tapi bakalan ribet banget, sebab menggunakan aplikasi tertentu untuk mencoretnya. Keribetan itu nggak banget bagi saya. Kemudian, untuk buku pinjaman memang tentu saja bisa untuk dicorat-coret dan juga nggak ribet, tapi akan ada risiko lanjut atas tindakan corat-coret yang siap menunggu.

Oleh karena itu, lebih enak membaca buku sendiri, yang mana kita memiliki hak sepenuhnya atas buku tersebut. Sebab, melalui buku sendiri, maka kita bebas berkuasa untuk corat-coret sepuasnya tanpa batas.

Di sini saya menekankan bahwa corat-coret buku itu nggak salah, bahkan membangun daya kreatif sekaligus kritis dalam membaca sebuah buku. Namun, corat-coretlah pada buku yang kalian memiliki hak atasnya. Sebab, jika kalian corat-corat pada buku yang kalian nggak memiliki hak atasnya, bersiap-siaplah kalian dijuluki “zalim”, meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya.

BACA JUGA Buku ‘Semesta Murakami’ Adalah Kitab Penting untuk Penulis atau tulisan-tulisan lainnya di Terminal Mojok.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version