Sebagai penonton aktif televisi, saya hampir hafal seluruh acara yang disiarkan di berbagai stasiun televisi swasta. Bahkan saat tiba-tiba lupa sekarang jam berapa, acara yang tengah tayang bisa saya jadikan patokan waktu. Selain itu, iklannya sekalipun bisa saya jadikan patokan kapan acara selanjutnya akan mulai kembali. Makanya, saya bisa berhenti main ponsel untuk beberapa saat kalau acara televisinya memang asyik bukan main.
Sayangnya, beberapa acara semakin hari justru semakin cringe saja. Inovasinya semakin nggak karuan dan jauh dari versi awal, sebut saja kartun SpongeBob Squarepants yang menurut saya cringe parah di episode-episode terbarunya. Satu episode yang bikin saya nggak mau nonton versi terbarunya lagi ialah ketika SpongeBob membuat minuman lemonade dengan campuran tinta gurita Squidward. Saya benar-benar habis akal, itu maksudnya apa, sih?
Eits, nggak berhenti sampai di ranah kartun saja, keasyikan saya menonton televisi turut terusik pula dengan kemunculan iklan salah satu merek susu yang asli ramashok blas! Apalagi kalau bukan iklan susu Real Good versi terbaru. Di kepala saya terputar beberapa pertanyaan soal ini konsep iklannya sebenarnya mau dibikin kayak gimana, sih?
Lagunya saja sudah kurang merepresentasikan rasa susu ini sendiri. Ya gimana mau digambarkan rasanya kalau liriknya hanya diputar-putar begini:
Good, Good, Good, Real Good
Jajan Real Good,
Jajanan beneran,
Susu Real Good rasanya Good beneran
Ya, potongan lirik tadi selayaknya menonton acara icip-icip kuliner yang semuanya makanannya cuma digambarkan dengan ungkapan, “Enak banget sampai mau meninggoy.”
Membongkar isi iklan susu Real Good versi terbaru ini, saya juga bingung sebenarnya mau memulai dari mana lantaran memang dari awal sampai akhir saya nggak menemukan benang merahnya sama sekali. Selayaknya susu Bear Brand yang berlogo beruang beriklan naga, susu Real Good juga menawarkan kebingungan yang nggak jauh berbeda. Bahkan, sebelum menulis ini, saya memutar kembali iklan tersebut untuk mengecek secara saksama dan memastikan nggak cuma saya yang bingung dengan konsep yang ingin dibawa.
Gimana nggak bingung kalau di awal saja tiba-tiba ada ibu-ibu joget sambil menawarkan susu Real Good di dalam gelas seorang bocah? Ini malah terkesan agak mengerikan, tetapi terselamatkan dengan backsound suara ayam dan lagunya yang begitu meriah.
Beralih ke menit selanjutnya yang menampilkan dua orang anak kecil tengah bermain gim sepak bola di atas mobil bak terbuka. Permainan tersebut berhenti karena ada bunyi peluit wasit yang nggak lain dan nggak bukan adalah ibu-ibu yang muncul di gelas tadi. Ini ibu-ibu siapa, sih, sebenarnya? Apa pekerjaannya? Ibu rumah tangga atau wasit sepak bola yang turut menjadi Brand Ambassador Real Good?
Efek CGI yang sangat epic dan pro turut ditunjukkan ketika adegan ibu-ibu rambut merah nyeter ini turun dari kahyangan pakai awan ditemani pula dengan rombongan burung merpati. Asyik sekali kelihatannya, tapi sayang nggak seperti yang kau bayangkan, Ferguso.
Hal yang bikin saya terheran-heran adalah ketika membuka telinga lebar-lebar, burung merpati yang muncul ini justru memiliki suara burung gagak. Tolong, dong, ini maksudnya apalagi? Apakah sempat ada perkawinan silang antara si burung merpati ini dengan burung gagak? Tolong tim kreatifnya segera klarifikasi hal tersebut, deh.
Jika mengingat kemunculan iklan susu Real Good, ingatan saya kembali ke sekitar tahun 2000-an. Iklan Real Good pada tahun itu berkonsep susu dari peternakan yang dikenal pula sebagai susu bantal di kalangan anak-anak. Ya karena bentuk kemasannya yang berbeda dengan susu merek lainnya, sebut saja Frisian Flag, Milo, dan Ultramilk yang hanya berbentuk persegi panjang vertikal. Jauh dari konsep yang dibawa sekarang, iklan susu Real Good tahun 2000-an justru lebih masuk akal dan menjadikannya sebuah identitas Real Good sebagai susu bantal. Akan tetapi, melalui iklannya di tahun 2021 ini, identitas apa yang sebenarnya ingin diusung oleh susu Real Good?
Sumber Gambar: YouTube Iklan Tipi Kita.
BACA JUGA Iklan-iklan Nyebelin tapi Kocak yang Pernah Muncul di Televisi dan tulisan Cindy Gunawan lainnya.