Pembatasan warga karena gelombang covid tinggi jilid sekian atau istilah Pemerintah sekarang PPKM Darurat sudah bergulir dari 3 Juli kemarin. Pasti saudara saudari semuanya sudah tahu dan ngeh lah ya, terutamanya warga Jawa-Bali. Meskipun banyak hal yang bisa kita komentari dari PPKM Darurat ini, tapi kali ini mari kita komentari cara petugas menertibkan para pedagang warung-warung kecil. Terutama, bagian petugas main angkut “barang sitaan”.
Ada beberapa video kejadian yang saya lihat di dunia pertwitteran terkait warung yang masih buka saat PPKM Darurat. Salah satu videonya seperti ini, ada bapak isilop dan bapak loreng hijau yang mendatangi warung. Bapak loreng hijau terlihat sedang berdialog cukup sengit dengan sang ibu pemilik warung. Sedangkan, bapak isilop sedang sibuk wira wiri. Nah di sini yang membuat saya sangat bertanya-tanya.
Bapak isilop ini sedang sibuk wira wiri membawa barang dagangan dari warung ke mobil pick up isilop. Yang tidak kalah mencengangkannya adalah yang dibawa bahkan termasuk bahan untuk memasak yakni bawang merah.
Kalau kamu belum melihat videonya, coba searching saja. Saya rasa kamu perlu melihat video tersebut. Mungkin kalau susah cari videonya, coba search saja di google penertiban warung ppkm dagangan diangkut. Pasti ada berita yang muncul kalau ada dagangan yang diangkut dan disita oleh Bapak isilop. Nah kejadianya sebelas duabelas lah sama video tadi.
Menurut saya, tindakan angkut mengangkut dagangan saat penertiban pedagang atau warung-warung tadi itu layak untuk dipertanyakan terutama masalah dasar hukumnya. Kok bisa petugas main angkut saja? Mari kita bedah ya.
Begini kalau berdasarkan kejadian tadi, tindakan petugas main angkut tentunya berarti tindakan sita menyita barang tadi. Kalo tidak disita ya ngapain diangkut dong? Masa iya cuma diangkut saja terus bawa kantor terus balikin lagi, kan tidak mungkin kalau petugas main angkut tadi cuma gimmick saja. Sebenarnya, petugas main angkut buat disita itu aturannya udah jelas. Ada kok di KUHAP. Coba cek Pasal 37 sampai 39 KUHAP.
Pada intinya begini, memang tindakan menyita itu bisa-bisa saja. TAPI, itu harus ada surat izin dari Ketua PN setempat. Kalau memang urgent sekali dan harus saat itu juga dilakukan penyitaan, bisa saja langsung main sita. TAPI lagi, setelah melakukan penyitaan harus segera lapor ke Ketua PN biar dapat persetujuan.
Sebelum melangkah lebih jauh ngomongin penyitaan, ada hal mendasar kenapa dilakukan penyitaan tadi. Apalagi kalau bukan, harus ada tindak pidana atau kejahatannya dulu. Setidaknya patut diduga ada tindak pidana lah. Sekarang coba saya tanya, termasuk tindak pidana apa para pedagang tadi yang jualan? Melanggar Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan? Atau Pasal 14 UU Wabah Penyakit Menular? Atau Pasal 212 KUHP?
Kalau sampai Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 14 UU Wabah Penyakit Menular yang dipakai, maka logikanya semua orang yang tidak bermasker, orang yang tidak jaga jarak, bahkan orang yang tidak percaya vaksin, seharusnya bisa dikenakan juga. Lah wong unsur utamanya saja kan “menghalangi” dan “tidak mematuhi” kebijakan pemerintah terkait covid. Tak hanya rumah sakit yang makin penuh, pun penjara juga makin membludak~
Terus bagaimana kalo yang dikenakan Pasal 212 KUHP? Saya rasa kalau yang dikenakan pasal ini, terlebih dengan dalih pedagang tersebut melawan petugas. Saya tidak bisa berkomentar, karena ini pasal susah betul untuk ditafsirkan bagi saya.
Singkatnya menurut saya, tidak ada unsur pidananya sama sekali dari ketidakpatuhan para pedagang tadi. Mengapa demikian? Kalau memang ada, maka sudah akan diproses sejak awal adanya kebijakan covid. Memangnya kita baru ketemu covid satu bulan? Sudah lebih 1,5 tahun, Bos.
Pasal-pasal tadi yang disebutkan katanya sebagai sanksi pidana bagi pelanggar PPKM Darurat. Nyatanya hingga saat ini pasal-pasal tersebut baru dikenakan ketika ada kasus yang mempunyai dampak dan skala yang besar, contohnya kasus kerumunan di Petamburan. Terakhir, sebenarnya kan para pedagang tadi hanya ingin berjualan saja. Orang tidak ada PPKM Darurat saja pasti sedang mengalami kesusahan, bagaimana ada PPKM Darurat. Belum lagi kena sita lagi barang dagangannya. Amboi pusing sekali.
Perlu diingat ya bapak-bapak petugas, hukum pidana itu sarana terakhir atau senjata pamungkas kalo memang aturan hukum yang lain sudah digunakan dan belum juga jera sang pelaku. Sebenarnya saya yakin betul bapak-bapak yang terhormat ini sudah tahu hal tersebut. Tapi, kenapa masih saja ada petugas main angkut?
Seharusnya bapak-bapak petugas tadi mencontoh tindakan Bapak isilop yang memborong semua barang jualan pedagang yang disuruh tutup. Sangat solutif menurut saya. Kira-kira Bapak isilop yang lain bisa tidak ya solutif begitu?
BACA JUGA Sebelum Debat Online, Pahami 2 Pasal UU ITE Ini dan tulisan Dimas Purna Adi Siswa lainnya.