Memberi Pakan Ayam Petelur Itu Challenging Walau Terkesan Boring

Memberi Pakan Ayam Petelur Itu Challenging Walau Terkesan Boring Terminal mojok

Siapa sangka pandemi yang hampir setahun berjalan ini benar-benar membunuh karier kepegawaian sebagian orang. Yang lantas berpikir keras untuk banting setir pada mata pencarian lain, tak terkecuali menjadi seorang peternak ayam petelur. Sing penting halal, dan gimana caranya agar dapur tetap ngebul. Benar, toh?

Nah, kisah ini benar adanya dialami oleh saudara kandung saya. Tentang bagaimana dulunya blio bekerja di sebuah hotel, tentu nyaman, apalagi masalah bayarannya. Hingga saat ini harus berjuang menghidupi keluarganya dengan membangun peternakan ayam petelur dari bawah, tidak tahu apa-apa, dan pokoknya mulai dulu saja~

Sayangnya, tulisan ini tidak akan melebar jauh pada usaha blio tentang susah senangnya merintis usaha peternakan ayam petelur. Terlepas pula dari maraknya kabar kerugian peternak telur, itu lho karena ketidakjelasan logika dari naiknya harga pakan, tapi harga telur malah anjlok. Tulisan ini lebih khusus membahas tentang bagaimana rasanya menjadi seseorang yang berkesempatan memberi pakan ayam petelur. Karena kebetulan pada beberapa waktu tertentu, saya sering dinobatkan sebagai pemberi pakan pada ayam petelur milik saudara saya.

Memang betul, memberi pakan pada ayam petelur ini terkesan boring alias membosankan, atau bahkan menjijikkan. Namun, daripada itu, pekerjaan ini benar-benar challenging atau menantang pekerjanya terhadap beberapa risiko yang mungkin jarang kalian dengar, atau bahkan jarang untuk diperhatikan, mungkin juga hanya dipendam saja sebagai salah satu penderitaan peternaknya. Yah, setidaknya daripada mendengarkan nyinyir tidak jelas, “Wah, sayang tuh telur-telurnya pada dibuang, kenapa nggak dibagikan saja, sih?” Sini, mari coba simak beberapa risiko sekaligus tantangan dari sekadar memberi pakan ayamnya saja.

#1 Dilanda kemalasan

Sebelum turun ke “lapangan” yang penuh tantangan. Hal pertama yang paling utama disiapkan adalah niat. Benar, bahkan di setiap urusan apa pun itu tergantung niatnya, sebagaimana hadis yang telah diriwayatkan oleh sahabat Umar bin Khattab. Jika niat kurang tulus dan mulus dalam tahap awal memberi pakan ayam petelur ini, risikonya ya siap-siap saja dilanda kemalasan. Bukan Dilan da-nMilea, yeaaa~

#2 Menyiapkan pakan

Sebetulnya sih menyiapkan pakan ini adalah risiko tersendiri dari sang peternak, entah itu harganya yang sedang melambung tinggi hingga penjemputannya dari grosir sampai ke kandang. Saya sebagai orang yang hanya sewaktu-waktu ngasih pakan, tidak terlalu memperhatikan masalah ini. Namun, penyiapan pakan ini merupakan hal yang sangat urgent. Jika tidak disiapkan, maka apa yang akan diberikan? Masa iya, korek-korek tanah terus nyari cacing dulu buat kurang lebih 100 ekor ayam?

#3 Harus kuat terhadap apa yang ada di kandang beserta tetek bengeknya

Kebetulan, kandang ayam petelur milik saudara saya cukup sederhana dan terletak di kebun pribadi, dengan segala masalah yang harus dihadapi, bisik-bisik tetangga misalnya. Di kebun ini tuh sering kali banyak nyamuk, laba-laba berukuran raksasa, dan lalat-lalat yang berkecamuk. Betul sekali, di mana banyak lalat, di situ lah terdapat kotoran. Dan pada aromanya, di situ pula lah letak tantangan yang menjadikan kita harus beradaptasi. Cara untuk mengatasi risiko penciuman tersebut yaitu dengan berlama-lama berada di kandang. Serius. Semakin lama di kandang, hidung akan menjadi tahan banting.

#4 Ingat, ayam-ayam itu sedang kelaparan!

Ayam itu tidak seperti anjing yang bisa mengantre ketika akan diberi makan. Dengan kata lain, ia tidak pernah bisa bersabar. Siapkan pelindung telinga agar terhindar dari bisingnya suara ayam-ayam yang kelaparan. Akan tetapi, jika memang mau tadabur alam ayam, silakan dengarkan kokokan ayam yang sedang kelaparan itu sepuasnya.

Selain itu, saking kelaparannya, jika kandang ayam memungkinkannya untuk keluar, ya siap-siap saja ayam itu akan kabur. Nah, makin repot lagi, kan? Makanya sikap cekatan diperlukan untuk menghadapi risiko tak terbantahkan yang satu ini. Usahakan jangan lelet dan bertele-tele seperti tulisan ini. Hahaha. Lekas beri makan secukupnya dan beri waktu jeda untuk mereka menikmati makanannya.

#5 Tahan terhadap muncratan air minumnya

Ketika selesai memberi pakan dan memberi sedikit jeda, bersiaplah untuk memberi mereka minum dan jangan pernah menunggu mereka menghabiskan dulu pakannya. Jika khilaf sedikit saja waktu untuk memberi minum, maka terimalah risiko memberi pakan ayam petelur berikutnya: kemuncratan air minumnya.

Tahu kan, gimana cara ayam minum? Hampir sama lah ketika kita menyeruput segelas kopi hangat. Bedanya, si ayam ini selalu menengadah ke atas setelah beres menyeruput. Hal menyebalkan itu tak luput dari tercecernya air pada tubuh. Untuk mengatasi tantangan semacam ini, tidak salah kiranya jika para peternak ayam petelur menggunakan APD khusus.

#6 Tangan dipatuk-patuk tidak sesakit pangan yang dipatuk

Sampai juga pada risiko sekaligus tantangan paling menyebalkan ini. Saat kita merasa sayang dengan memberinya makan, eh bisa-bisanya mereka mematuk tangan. Kalau sakit secara fisik sih belum seberapa ketimbang si ayam mematuk wadah pakan yang menyebabkan pakan-pakan berjatuhan. Haduhhh, kan mubazir, Bambang!

Kesal memang. Tapi, karena di sini letak tantangannya, jadi ya tetap harus sabar. Jika tidak, ayam saja kelihatan tidak sabar. Nah, apa kita mau, saya maksudnya, disamakan dengan ayam?

Sampai situ, tulisan ini bisa jadi terkesan biasa saja. Tetapi praktiknya, ya mbok tidak mungkin sebiasa tulisan ini. Hal-hal tersebut hanya beberapa risiko sekaligus tantangan dari kompleksnya kegiatan memberi pakan pada ayam petelur secara nyata.

Akhirnya, entah apa pun pekerjaan yang sedang digeluti, risiko dan tantangan tetap harus dihadapi. Terpenting, jika mau jadi peternak ayam petelur, jangan lupa untuk ambil telurnya. Sudah dulu ya, ayam-ayam pada ngamuk, nih~

BACA JUGA Bocoran 5 Tanaman Hias Paling Banyak Diburu Belakangan Ini dan tulisan Handri Setiadi lainnya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version