Membedah Pernyataan Ganjar Pranowo tentang TKA Cina dengan Ilmu Komunikasi

Membedah Pernyataan Ganjar Pranowo tentang TKA Cina dengan Ilmu Komunikasi (Pixabay.com)

Membedah Pernyataan Ganjar Pranowo tentang TKA Cina dengan Ilmu Komunikasi (Pixabay.com)

Pernyataan Ganjar Pranowo tentang TKA Cina saya coba bedah semiotikanya. Hasilnya, benar-benar mencengangkan.

Sebetulnya, saya paling malas membahas masalah politik. Bukannya apa-apa, tapi ya politik di Indonesia itu lebih banyak dramanya ketimbang pembelajarannya. Kayaknya nggak perlu saya sebutkan satu per satu deh drama politik macam apa yang terjadi selama ini. Contoh yang paling dekat ya yang kemarin itu, ketika salah satu bacapres, Ganjar Pranowo, dianggap merendahkan kualitas SDM di Indonesia.

Ketika mengisi kuliah kebangsaan di salah satu kampus ternama di Indonesia, si bacapres ini bercerita tentang protes masyarakat terkait maraknya Tenaga Kerja Asing (TKA) dari Cina. Blio menanggapi protes tersebut dengan sebuah kalimat pertanyaan menohok: “Ya sudah kita usir besok pagi, tapi kamu bisa gantikan nggak?”.

Sekali lagi, saya malas membahas hal-hal begini. Lagi pula, saya bukan pendukung Ganjar Pranowo dan bukan simpatisan bacapres yang lainnya. Tapi sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi, hati saya tergelitik untuk membedah pertanyaan bacapres tersebut menggunakan salah satu teori ilmu komunikasi yang saya pelajari dalam setahun terakhir ini: semiotika.

Fyi, semiotika adalah ilmu yang mempelajari suatu tanda—bisa berupa gambar, logo, bahasa, lagu, film, gestur, dan sebagainya—dan bagaimana tanda tersebut menghasilkan makna. Salah satu tokoh semiotika yang berpengaruh adalah Roland Barthes, seorang filsuf sekaligus kritikus sastra asal Prancis. Menurut blio, semua tanda—termasuk pertanyaan si bacapres tadi—memiliki makna dan makna tersebut dapat diinterpretasikan ke dalam tiga bentuk: denotatif, konotatif, dan mitos.

Makna Denotatif

Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya, sesuai definisi, dan bersifat jelas dalam suatu tanda. Jadi, pertanyaan si bacapres “Ya sudah kita usir besok pagi, tapi kamu bisa gantikan nggak?” itu memiliki makna bahwa blio akan menyuruh dengan paksa para TKA asal Cina itu untuk pergi dari Indonesia mulai besok pagi. Selain itu, blio juga meminta orang lain untuk menggantikan posisi TKA asal Cina tersebut. Secara umum, nggak ada masalah dengan makna denotatif itu karena memang pertanyaan si bacapres tadi dimaknai secara natural dan apa adanya.

Makna Konotatif

Sebaliknya, makna konotatif adalah makna kiasan, bukan yang sebenarnya, dan bersifat subjektif dari suatu tanda. Nah, dari sinilah kontroversi ini dimulai. Karena bersifat subjektif, maka setiap orang punya interpretasi masing-masing terhadap pertanyaan si bacapres tadi. Kalimat “Ya sudah kita usir besok pagi” itu bisa dimaknai bahwa blio akan bertindak cepat untuk mengusir para TKA asal Cina tersebut. Sedangkan kalimat “tapi kamu bisa gantikan nggak?” itu dimaknai sebagai sindiran bahwa untuk menggantikan TKA asal Cina itu nggak mudah. Secara nggak langsung, pertanyaan si bacapres tadi dimaknai bahwa belum ada orang Indonesia yang bisa menggantikan TKA asal Cina tersebut.

Mitos

Terakhir, adalah tentang mitos. Mitos di sini bukan berarti cerita tentang dewa-dewa, cerita rakyat zaman dahulu, atau hal-hal yang bersifat gaib, ya. Mitos adalah pengembangan dari makna konotatif yang digunakan secara terus-menerus oleh masyarakat sehingga mampu menggantikan makna denotatifnya. Sebagai contoh, pertanyaan si bacapres “Ya sudah kita usir besok pagi, tapi kamu bisa gantikan nggak?” itu memang bermakna sindiran.

Jika dilihat dari gaya bahasa dan kebiasaan masyarakat Indonesia, kalimat-kalimat seperti itu biasanya memang digunakan untuk menyindir seseorang. Dalam hal ini, yang disindir adalah SDM Indonesia yang belum mampu menyamai kompetensi TKA asal Cina. Inilah yang menyebabkan Ganjar Pranowo dianggap merendahkan kualitas SDM Indonesia.

Tapi apakah memang benar kualitas SDM Indonesia itu kalah dari Cina? Kalau merujuk pada data statistik, faktanya memang seperti itu. Menurut Human Development Report 2021-2022 dari UNDP (United Nations Development Programme), Indeks Pembangunan Manusia negara Indonesia ada di ranking 114. Sedangkan China bersama Hongkong bertengger di posisi 4 dunia dengan kategori “Very High Human Development”.

Jadi, sindiran si bacapres lewat pertanyaan “Ya sudah kita usir besok pagi, tapi kamu bisa gantikan nggak?” itu memang benar adanya. Faktanya, kualitas SDM Indonesia memang belum bisa menyaingi kualitas SDM Cina, kok. Terlepas blio itu merendahkan atau bukan, ya itu balik lagi ke interpretasi masing-masing.

Yang pasti, dari permasalahan rendahnya kualitas SDM Indonesia ini pasti selalu ada pihak yang disalahkan. Siapa lagi kalau bukan pemerintah?

Penulis: Andri Saleh
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Oh Tuhan, Kenapa Engkau Menciptakan Nyamuk?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version