Rasanya membandingkan upah di kota atau kabupaten serta provinsi adalah hal sia-sia. Ini seperti membandingkan hal yang sepenuhnya dipegang oleh ndoro, padahal kita hanyalah kroco-kroco. Ramashok blas. Perbandingan UMK itu sebenarnya agak mirip dengan membandingkan layak atau tidak layaknya hidup di suatu daerah. Lha wong standar hidup orang di setiap daerah kan juga macam-macam. Misal saja orang Wakatobi ya nggak bakal cukup kalo disuruh makan nasi kucing satu atau dua bungkus. Empat, itu minimal. Ketimbang membandingkan UMK mending membandingkan jalan.
Tentu saja lebih masuk akal dan bisa jadi bahan renungan kalau kita membandingkan mulusnya jalan, di Surabaya, Jogja, dan Wakatobi. Nah, kita bakal telusuri jalanan mana yang lebih mulus. Konon jalan yang mulus itu kunci menuju kesuksesan.
#1 Jalanan di Jogja
Bicara jalan, hampir semua pelosok, dari Jogja kota sampai dengan empat kabupaten yang mengapitnya, jalanan menjadi hal yang sangat diperhatikan. Di sana-sini banyak dilakukan perbaikan. Bahkan yang sudah baik, tiap tahunnya mengalami perombakan demi perombakan. Sebut saja salah satu ikon kota Jogja, Malioboro. Tiap akan pergantian tahun macam beberapa waktu ke depan, perbaikan dan renovasi dilakukan. Pun dengan Tugu yang melegenda sebagai bagian dari garis imajiner Merapi-Tugu-Kraton-Pantai Selatan.
Belum lagi, jalan-jalan ikonik atau yang sengaja diciptakan ikonik. Jalan Jenderal Soedirman salah satunya. Yang sepertinya akan segera berganti rupa menjadi tempat selfie-selfie sambil mejeng menikmati motor lewat. Terdengar tidak masuk akal (menikmati motor lewat), tapi memang itulah kenyataannya. Mau nyari alternatif tempat foto-foto macam Malioboro, tidak kondusif. Pun dengan tempat selfie di dua Alun-alun. Satunya sudah dipagari, satunya lagi terlalu ramai.
Eh, tapi kan kita masih bicara masalah jalan. So, untuk jalanan di seantero Jogja, saya menganggap sangat cukup jika mau dianggap jalan. Yang kurang mungkin trotoarnya, kecil banget. Bahkan untuk berpapasan saja tidak akan muat. Belum lagi acara parkir dan PKL yang sepertinya akan selalu jadi hiasan tetap di jalanan Jogja.
Jalanan rusak hampir tidak akan Anda temui di seluruh kawasan Jogja. Sebagai wisatawan dan penduduk “KTP Jogja” sudah sepantasnya kalian semua berterima kasih pada Gubernur Jogja. Eh, maksudnya Sultan. Eh, mau terima kasih ke siapa, Gubernur apa Sultan? Ah, keduanya aja lah sekalian.
#2 Jalan di Surabaya
Bicara jalanan, Surabaya adalah salah satu kota yang mungkin bisa jadi rujukan kalo daerah terpencil mau cari bahan studi banding. Membandingkan jalan di Surabaya dengan kota lain di sekitarnya bisa kontras banget.
Jalan di sudut-sudut RT/RW seantero Surabaya juga mulai dipasangi paving yang semakin menambah estetika. Belum lagi lukisan di paving-paving yang semakin menambah daya tarik. Walau saat ini, narasi jalan yang keren untuk tempat selfie-selfie seperti semakin tidak jelas guna dan manfaatnya.
Bicara masalah estetika ini juga yang membuat Bu Walikota menanam begitu banyak bunga tabebuya di pinggiran jalan-jalan protokol Surabaya. Biar kayak di Jepang, katanya. Walau Surabaya tidak seadem Jepang. Pokoknya, narasi populis ya lempar aja dulu. Kalau nggak kemakan kan bisa alasan apa gitu. Kalau kemakan ya, malah bagus dong. Hitung-hitung buat portofolio 2024.
Soal jalan rusak? Emang ada? Kalau ada, pasti penanggung jawabnya bakal langsung diomeli tuh sama Ibunya Arek-arek. Langsung diperbaiki besoknya.
Tidak ada jalanan yang sempit di Surabaya. Pun, tidak akan Anda temui PKL berjualan di pinggir jalan. Semuanya sudah dipindahkan ke kantong-kantong PKL biar tidak mengganggu jalanan. Dan tentu saja jalanan semakin estetik plus enak dipandang. Apalagi untuk dilalui, mulus, lebih mulus dari kulit yang habis dilulur.
#3 Jalan di Wakatobi
Jika Anda menemukan jalan yang mulusnya kulit habis perawatan, mungkin Anda sedang di Wangi-Wangi, ibu kota kabupaten Wakatobi. Walau tidak sebagus yang ada di Jogja dan Surabaya, jalanan di Wangi-Wangi (daratan) adalah yang terbaik. Jika ada beberapa ruas jalan yang belum terjamah, itu mungkin memang masih dalam tahap perbaikan. Dan kepada siapa Anda wajib berterima kasih atas wajah terbaik Wakatobi ini? Ya tentu kepada jajaran legislatif serta para Bupati yang telah bekerja keras sejak 2003 untuk kemajuan.
Hanya saja, jangan kaget jika di Kaledupa, Tomia dan Binongko, Anda akan mengalami sedikit tremor jika berkendara. Jalannya mungkin tidak semulus yang di ibu kota. Tapi, Anda tidak perlu menghujat para pemimpin. Itu memang salah penduduknya lokal. Masa sudah dikasih otonomi masih ngeyel minta-minta. Kalau mau berkembang itu ya urus sendiri daerahmu. Kira-kira begitu kata para pemimpin yang biasanya bertatap muka lima tahun sekali dengan warganya.
Membandingkan jalan di kota-kota ini selalu membingungkan. Rasanya pengin memuji hasil kerja pemerintah setempat terus. Infrastruktur itu penting banget lho, kadang terasa lebih penting daripada tingkat kesejahteraan rakyat-rakyat yang tinggal di sana dan turut membangun jalan. Tuh, kan, ketimbang membandingkan UMK lebih faedah membandingkan jalan.
BACA JUGA Kisah Cinta Tak Sampai Pelaminan, Dituduh Pakai Pelet, dan Berakhir Platonis dan tulisan Taufik lainnya.