Kementerian Agama RI baru aja mengumumkan jumlah kuota haji Indonesia untuk tahun 2023 sebanyak 221.000 jemaah. Angka itu mengalami penambahan 2 kali lipat dari kuota haji tahun 2022 yang hanya berkisar 100 ribu jamaah. Komposisi kuota haji sebanyak 221.000 tersebut akan diisi oleh 203.320 jemaah haji reguler, dan 17.680 jemaah haji khusus dengan petugas yang mendampingi sebanyak 4.200 orang.
Mendengar perihal kuota, kalian pernah berpikir dan bertanya-tanya nggak sih, bagaimana ketentuan yang diberlakukan oleh pihak Arab Saudi terhadap kuota jemaah haji untuk setiap negara? Terus kenapa antrean di negara kita ini begitu lama? Bisa puluhan tahun masa tunggunya.
Perihal kuota haji, Arab Saudi sendiri setiap tahunnya menentukan kuota haji secara keseluruhan umumnya di kisaran 1,5 hingga 2 juta jemaah. Namun, pada tahun 2022, total kuota haji keseluruhan hanya di angka 1 juta. Hal tersebut imbas dari kondisi krisis pandemi yang baru melandai, sehingga kuota tidak dibuka secara penuh untuk masing-masing negara sebagai bagian dari upaya preventif dari pihak Arab Saudi.
Angka 1 juta tersebut kemudian dibagi untuk Arab Saudi memperoleh kuota 15 persen dari total kuota, sementara 85 persen sisanya diberikan kepada negara-negara lainnya, termasuk di dalamnya Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, porsi kuota haji yang diterima Indonesia dari Arab Saudi selalu berada di posisi 3 besar untuk negara yang menerima kuota terbanyak. Hal ini mengingat populasi muslim di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia.
Cara hitungan kuota haji adalah mengacu kepada Keputusan KTT-OKI tahun 1987 di Amman, Yordania. Dalam forum itu, kuota haji ditentukan berdasarkan 1/1000 (satu perseribu) dari jumlah penduduk muslim suatu negara. Mudahnya, dari 1.000 penduduk muslim suatu negara, hanya satu orang yang berangkat ke Baitullah.
Populasi muslim terbesar juga jadi daya tarik tersendiri dari kaca mata ekonomi. Sehingga untuk mengoptimalkan hal tersebut, kuota haji di negara-negara mayoritas muslim seperti Indonesia jadi cukup besar, minimal di atas 100 ribu setiap tahunnya.
Sementara dalam pembagian kuota haji di dalam negeri juga berlaku aturan yang serupa. Provinsi dengan jumlah muslim terbanyak di Indonesia akan memperoleh kuota haji lebih banyak dari provinsi lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir, Jawa Barat menjadi provinsi dengan kuota terbanyak di Indonesia, yaitu sekitar 30 ribuan jamaah haji setiap tahunnya.
Beralih ke soal antrean atau masa tunggu ibadah haji di Indonesia yang terkenal lama. Rata-rata masa tunggu tiap provinsi di atas 15 tahun untuk yang haji reguler, sementara yang haji khusus sekitar 5-6 tahun. Masa tunggu haji paling lama adalah di provinsi Aceh di angka 31 tahun. Kenapa bisa selama itu masa tunggunya?
Masa tunggu yang lama dari keberangkatan ibadah haji di Indonesia ini berkaitan erat dengan tingginya minat berhaji masyarakat yang nggak sebanding dengan kuota haji Indonesia yang di kisaran 200 ribuan. Dilansir dari JawaPos.com, Data dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyebutkan bahwa jumlah pendaftar dari tahun 2019 hingga 2021 masing mencapai 710 ribu, 418 ribu, dan 270 ribu. Hingga saat ini tercatat pendaftar haji menyentuh angka 5.207.426 jamaah.
Ada 5 juta pendaftar, tapi kuota hanya 200 ribuan, sementara tiap tahun pendaftar haji selalu bertambah mengakibatkan antreannya makin lama. Sebenarnya, tingginya jumlah pendaftar haji di Indonesia juga disebabkan oleh orang-orang yang ingin kembali lagi ke Tanah Suci. Mereka yang berangkat haji lebih dari sekali itu mencapai ratusan orang setiap tahunnya.
Jumlah antrean ibadah haji sempat mengalami masa tunggu hingga di atas 30 tahun di awal 2000-an. Hal ini disebabkan karena banyak pihak perbankan yang menyediakan produk dana talangan haji bagi nasabah. Jadi bagi nasabah yang ingin mendaftar haji bisa ditalangi oleh pihak bank terlebih dahulu. Kemudian nasabah akan mengangsur tiap bulan untuk menutup biaya talangan tersebut.
Oleh karena mengakibatkan antrean keberangkatan yang panjang, produk ini akhirnya dihapus atau dilarang oleh Kementerian Agama mulai 2013.
Sebenarnya, jika ingin masa tunggunya lebih singkat, bisa menggunakan haji khusus atau haji plus. Tapi yah itu, biayanya lebih besar. Besaran biaya untuk ibadah haji lewat jalur haji plus berkisar dari 11.000 dolar AS sampai dengan 22.000 dolar AS. Jika dikonversi ke rupiah, biaya ini nilainya sekitar Rp155 juta hingga Rp311 juta per jamaah. Nominal tersebut lebih mahal dari biaya haji reguler. Biaya yang dibayar langsung jamaah haji reguler hanya sebesar Rp39,6 juta per orang.
Perlu kalian ketahui bahwa dari dana keberangkatan sebesar 39 juta itu, sebenarnya masih kurang untuk membayar segala akomodasi dari ibadah haji, mulai dari keberangkatan, tempat tinggal, hingga kebutuhan lainnya selama beribadah haji. Biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) pada 2022 ini sebenarnya mencapai 86 jutaan. Artinya hampir 60 persen biaya tersebut sebenarnya disubsidi oleh pemerintah. Nominal tersebut bisa berubah setiap tahunnya mengikuti fluktuasi ekonomi dan kurs mata uang Arab Saudi.
Lalu dari mana uang untuk subsidinya? Uang tersebut diambil dari nilai manfaat investasi dari dana setoran ibadah haji sebesar 39 juta yang dibayarkan oleh jamaah. Dana setoran jamaah kemudian dikelola oleh BPKH ke berbagai instrumen investasi yang ramah dengan imbal hasil yang kompetitif. Setiap keuntungan investasi dari dana tersebut untuk mensubsidi segala kebutuhan dari para jamaah haji.
Nah, oleh karena itu, ketika ada isu yang mengatakan bahwa dana haji digunakan untuk pembangunan infrastruktur terutama IKN, itu jadi isu yang terkesan konyol. Lah mau nalangin yang lain gimana, wong biaya haji aja masih butuh disubsidi. Nanti kalau biaya haji nggak disubsidi, nanti bilang pemerintah anti-Islam. Pancen angel urip neng Indonesia, bukan begitu netizen?
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Pak Haji, Bu Puasa… Mbah Syahadat