Yang unik dari reality show adalah, ia bisa menampilkan hal nyata dan palsu di waktu yang bersamaan. Embel-embel “reality” tak punya makna tegas. Pada akhirnya, ia tetaplah acara yang geraknya diatur oleh pemiliknya. MasterChef Indonesia musim 11, adalah contoh terbaik akan hal itu.
Kiki boleh jago dan jadi pujaan semua penonton, tapi juri (dan mungkin tim di balik acara tersebut) memutuskan bahwa Belinda lah yang jadi juara. Hal ini bikin ribut lini masa media sosial mana pun. Kecuali Tinder, tentu saja.
Ribut-ribut ini, memunculkan asumsi bahwa MasterChef Indonesia tampak mengunggulkan Chindo. Gara-gara itulah, bolanya begitu liar. Mulai dari meme MasterChindo, hingga orang-orang bawa-bawa tragedi 98 ke perdebatan.
Yang tragedi 98 kelewatan sih. Rasis kok bangga.
Daftar Isi
Track Record Juara MCI Season 1-11
Jika dirunut ke belakang, juara satu MasterChef Indonesia memang (kebetulan) diisi oleh orang Chindo. Pola ini seolah konsisten sejak musim pertama MasterChef Indonesia 12 tahun lalu.
Sebenarnya nggak ada salahnya juga. Toh beberapa dari mereka memang membuktikan dirinya layak menjadi juara. Misalnya saja yang paling ikonik ada Ibu Desi Trisnawati dari musim 2 yang tampil memukau dengan memenangkan 17 tantangan selama berkompetisi di galeri MCI. Ada juga William Ghozali yang sukses berkarier sebagai content creator masak-memasak di sosial media. Yang namanya kompetisi, tak mengenal ras, harusnya. Jago ya jago aja, kalau kebetulan dari satu ras yang sama, ya cukup anggap itu kebetulan.
Pola yang bikin curiga
Sayangnya pola juara MasterChef yang terus-menerus diisi peserta beretnis China akhirnya menyisakan cela. Di musim 11 ini misalnya. Kiki dianggap lebih layak menjadi juara 1 sebab ia sudah mencuri perhatian pemirsa akan prestasinya. Ide-idenya dalam menciptakan hidangan terbilang brilian dan kreatif. Ia selalu berhasil memadukan masakan-masakan nusantara dengan konsep internasional. Siwon saja sampai suka.
Pada grand final musim ini, Kiki sekali lagi tampil memukau dengan kemampuan terbaiknya. Ia menuai banyak pujian dari juri untuk setiap hidangan yang dibuatnya. Namun sayang pujian tinggal kata-kata pemanis bibir saja, nyatanya poin yang diberikan tidak sebaik itu. Tentu saja hal ini memantik tanda tanya besar penonton. Kesannya terlalu dipaksakan bahwa Belinda harus lebih unggul dari Kiki.
Beberapa kontroversi lain yang jadi sorotan pada grand final MasterChef musim ini adalah momen Kiki membantu Belinda memotong daging yang tidak ditayangkan di TV. Momen yang terpotong ini diketahui dari unggahan Kiki di akun Instagram pribadinya. Kok bisa-bisanya peserta yang masih butuh bantuan malah keluar jadi juara?
Selain itu cara Belinda yang menyajikan makanan dari depan juga turut menuai kritik. Masa iya lulusan internasional nggak tau cara menyajikan makanan yang benar? Sekilas memang sepele, tapi ya dalam kompetisi, kesalahan kecil inilah yang justru kerap menghukum. Lagipula komentar hidangan Kiki pun cenderung lebih baik daripada Belinda.
Adanya tantangan tim juga membuat gelaran final musim 11 semakin aneh saja. Seharusnya kompetisi final cukup mengadu kemampuan antara dua orang. Kehadiran tim justru berpotensi besar membuat penilaian bias. Sebab anggota tim yang tepat akan menguntungkan kontestan, sedangkan tim yang salah malah akan membebani kontestan. Tolong deh, untuk ke depannya jangan diulang lagi bikin tantangan tim di babak final.
Bukan pertama kalinya MasterChef Indonesia dianggap mengunggulkan kontestan Chindo
Kiki bukan satu-satunya peserta yang menjadi korban dramatisasi MasterChef Indonesia. Di musim 7 ada Nindy yang tersingkir secara mengenaskan. Bayangin deh, Nindy adalah peserta pertama yang lolos ke final tapi ia harus berkompetisi dengan 2 kontestan lainnya lagi. Sialnya dalam babak penyisihan ke final yang sebenarnya Nindy malah tersingkir. Padahal dalam perjalanan MasterChef musim ketujuh, Nindy bukanlah peserta yang kaleng-kaleng. Kemampuannya kerap mendapat pujian para juri, bahkan menjadi salah satu peserta paling menonjol yang saya kira akan menang.
Di musim 8 ada Lord Adi yang begitu memorable. Ia tidak memiliki latar belakang pendidikan kuliner seperti teman-temannya, namun berhasil tampil mengejutkan di setiap tantangan. Kemampuan memasaknya di setiap kompetisi selalu meningkat. Ia berhasil mengeksekusi hidangan secara cepat dan rapi. Bahkan ide-idenya yang di luar nalar kerap membuat juri terkesan. Gara-gara keberadaan Pak Suhaidi Jamaan ini MCI musim 8 menjadi semakin seru dan penuh kejutan. Sayang ia harus gugur di babak Top 3 karena dessert yang keasinan.
Inkonsistensi penilaian MasterChef yang harus diperbaiki
Saya menyadari betul jika kompetisi memasak macam MasterChef sangat berbeda dengan kompetisi bakat lainnya yang bisa dinilai langsung hasilnya oleh banyak. Kompetisi memasak mengandalkan indra pengecap untuk menilai, jadi pada akhirnya memang hanya juri yang benar-benar tau nilai asli makanan tersebut. Sebagai penonton, kita hanya bisa menilai visual hidangan, teknik memasak peserta, dan menerka-nerka hasil kerja keras peserta dari komentar para juri. Bisa jadi menurut kita pesertanya bagus, tapi ternyata masakannya kurang sip.
Maka dari itu, komentar juri adalah kunci dari kompetisi semacam ini. Saya rasa juri nggak sebegitunya berbohong ketika menilai masakan peserta. Lagipula mereka adalah orang-orang yang punya latar belakang pendidikan kuliner dan sudah punya jam terbang tinggi dalam dunia kuliner.
Yang saya sayangkan adalah inkonsistensi penilaian juri. Kenapa nilai yang diberikan tidak sinkron dengan komentarnya? Seharusnya kalau memang skornya rendah jangan memberi komentar yang bagus-bagus. Jatuhkan saja sekalian biar kesannya nggak memaksakan memenangkan salah satu pihak. Begitupun sebaliknya, kalau mau memberi skor yang tinggi ya jangan malu-malu memuji peserta. Lagipula nggak akan ketahuan kok kalau kami lagi dibohongi. Sebab sebagai pemirsa yang nggak ikut mencicipi masakan, kita hanya menilai berdasarkan apa-apa saja yang disampaikan juri.
Perlu diingat bahwa ada kata show dalam reality show. Acara ini, pada akhirnya memang sukses sebagai show. Ia dibicarakan orang, dikenang hingga waktu yang lama. Tapi jujur saja, untuk MasterChef Indonesia, saya rasa tak akan dikenang sebagai acara yang menyenangkan, untuk waktu yang lama.
Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA MasterChef Indonesia Ngebosenin, Sudah Saatnya para Juara Diadu Kembali