Mari Berandai-andai jika Soe Hok Gie Hidup di Zaman Sekarang

Mari Berandai-andai jika Soe Hok Gie Hidup di Zaman Sekarang terminal mojok.co

Mari Berandai-andai jika Soe Hok Gie Hidup di Zaman Sekarang terminal mojok.co

Siapa yang tidak kenal dengan Soe Hok Gie? Hampir semua anak muda di Indonesia pasti pernah mendengar namanya, bahkan mengidolakannya. Ia adalah aktivis mahasiswa yang berkuliah di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada 1962-1969. Menurut saya, Soe Hok Gie pantas diberi predikat sebagai seorang legenda karena karya-karyanya saat masih hidup.

Saking hebatnya, cerita kehidupannya sudah dibuat jadi buku dengan judul Catatan Seorang Demonstran yang berasal dari buku harian pribadinya yang telah ditulisnya sejak anak-anak. Dari buku harian tersebut pula, sutradara kondang Riri Riza terinspirasi untuk membuat film Gie pada 2005 dan Nicholas Saputra telah berhasil memerankan sosok Soe Hok Gie dengan sangat sempurna.

Saya jadi berandai-andai, bagaimana jika Soe Hok Gie ini lahir pada 90-an alih-alih 60-an? Beginilah imajinasi saya.

#1 Soe Hok Gie akan banyak menulis di media online

Pada tahun 60-an, sejak masih kuliah, Soe Hok Gie selalu melahirkan tulisan-tulisan yang penuh dengan kritikan pada pemerintah Indonesia tanpa pandang bulu. Tulisan tersebut ia kirimkan pada sejumlah surat kabar seperti Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, dan berbagai media lainnya. Tulisannya selalu tajam dan objektif karena Soe Hok Gie rajin membaca berbagai macam buku sejak masih kecil.

Jika terlahir pada tahun 90-an dan jadi aktivis di masa sekarang, saya yakin ia akan produktif menulis. Tidak saja pada surat kabar konvensional, tapi ia akan banyak menulis pada sejumlah media online seperti Detik.com, Tempo, Tirto, hingga Kompas.com sebagai kontributor. Bahkan sesekali ia akan menuliskan sejumlah artikel ringan untuk Mojok.co yang isinnya bukan saja kritikan sosial pada pemerintah, tapi artikel ringan seperti review film. Pasalnya. selain dikenal suka menulis, ia dikenal sangat menyukai film.

#2 Akun Twitter-nya akan dipenuhi dengan berbagai macam kritik sosial

Dalam catatan hariannya maupun dalam adaptasi filmnya, Soe Hok Gie berkata bahwa seharusnya kaum intelektual Indonesia berbuat sesuatu untuk menyelamatkan bangsa ini. Salah satunya adalah dengan mulai berkata tidak pada kebijakan Presiden Sukarno, meskipun Presiden Sukarno adalah “our founding father” sekalipun.

Ia pun dengan lantang tidak suka dengan situasi yang ia lihat di dalam Istana Presiden. Ia telah melihat sendiri bagaimana pemerintahan Sukarno dari dekat saat diundang Presiden Sukarno ke dalam istana. Ia muak ketika melihat sikap para ajudan dan menteri yang menjilatnya, dan terlebih pada sekretaris Presiden Sukarno yang ia anggap berpakaian terlalu ketat dan seksi.

Sebagai tukang kritik, ia akan lebih dimanjakan dengan kehadiran teknologi zaman sekarang, yakni Twitter. Di tahun 60-an, ia gemar mengkritisi sesuatu yang ia anggap salah dengan objektif. Ia akan mengkritisi semua kebijakan pemerintah ataupun fenomena sosial yang ia lihat di jalanan sambil sesekali posting twit yang berbau melankolis.

Laman Twitter-nya saya jamin akan berisikan hal-hal tersebut. Namun, ia bukan SJW apalagi buzzer. Ia posting twit hanya untuk mengutarakan pendapatnya saja dan berkarya melalui tulisan. Selain itu, yang ia twit bukanlah yang menyerang pribadi seseorang, tapi ide atau gagasan dari orang lainlah yang ia kritik. Sama seperti yang kerap kali ia lakukan ketika masih hidup di tahun 60-an melalui tulisan-tulisannya.

#3 Akun Instagram Soe Hok Gie akan dipenuhi kegiatan outdoor-nya

Selain dikenal sebagai aktivis mahasiswa, ia pun dianggap sebagai seorang legenda, terutama bagi seluruh anggota pencinta alam di Indonesia. Ia adalah salah satu pendiri Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Universitas Indonesia bersama sahabatnya sesama aktivis mahasiswa, Herman Lantang yang menginspirasi pendirian Mapala-Mapala lainnya pada sejumlah kampus di Indonesia. Sosoknya pun menginspirasi saya untuk masuk dalam perhimpunan pencinta alam di kampus saya. Selain itu, banyak tulisan maupun puisi karyanya yang ia tulis setelah terinsprirasi dari kegiatannya saat berpetualang di alam bebas.

Jika hidup di zaman sekarang, saya yakin ia akan aktif di Instagram. Namun, beda dengan akun Twitter-nya, akun Instagram miliknya hanya akan memamerkan foto-foto kegiatan outdoor bersama sahabat-sahabatnya di Mapala UI. Bakal ada caption-caption indah nan patriotik seperti, “Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung

#4 Soe Hok Gie akan diundang Deddy Corbuzier

Saya jamin, jika hidup di zaman sekarang, Deddy Corbuzier tidak akan melewatkan kesempatan untuk mengundang Soe Hok Gie untuk berbicara di Podcast Close the Door dirinya. Tujuannya tentu saja untuk mencari trefik untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Saat sudah meninggal pun, sosoknya “laku” untuk dijual dalam bentuk buku dan film. Apalagi jika beliau masih hidup. Saya jamin, Podcast Deddy Corbuzier dan Soe Hok Gie akan meledak, jadi trending nomor satu di YouTube Indonesia saking antusiasnya orang-orang untuk mengenal pemikirannya maupun mengenal sosoknya secara pribadi.

Seperti itulah imajinasi saya jika ia hidup di zaman sekarang. Seorang aktivis mahasiswa yang sangat objektif dan patut dijadikan panutan. Ketika teman-teman seangkatannya sudah duduk di pemerintahan, mereka mengkhianati apa yang mereka perjuangkan dulu. Namun, tidak dengan Soe Hok Gie, ia masih sangat idealis sampai ia meninggal dunia tepat satu hari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 karena menghirup gas beracun saat mendaki Gunung Semeru.

Harapan saya sih cuma satu, mudah-mudahan, Tuhan mengampuni semua dosa Soe Hok Gie dan menempatkannya di Surga-Nya. Dan suatu saat akan terlahir kembali sosok Soe Hok Gie yang baru, yang bisa membawa perubahan pada bangsa ini.

Sumber Gambar: YouTube Adji Putra

BACA JUGA Soe Hok Gie dan Mohammad Roem Saja Setuju dengan Perpeloncoan Ospek dan tulisan Raden Muhammad Wisnu lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version