Jalan Margonda Raya Depok merupakan jalan kebangaan warga setempat. Istilah bekennya local pride Depok. Jalan sepanjang kurang lebih 5 km itu terasa begitu modern dengan kafe yang berjejer, kelap-kelip lampu kota, apartemen, hingga mal. Ada beberapa mal terkenal yang ada di sana seperti Margo City, Depok Town Square (Detos), ITC Depok, Plaza Depok, dan D’Mall.
Siapa saja pasti terkesima melewati jalan tersebut. Tidak seperti daerah-daerah lain di Depok, kawasan Margonda punya kesan modern dan elit. Walau memang, ada harga yang harus dibayar. Akibat pembangunan itu, Jalan Margonda Raya menjelma menjadi jalanan yang ramai dan macet. Hanya mereka yang punya kesabaran ekstra yang tahan menghadapi Margonda. Apalagi melewati jalan tersebut di jam-jam berangkat atau pulang kerja dan akhir pekan.
Margonda Depok nggak perlu mal baru
Di kawasan sepadat itu, Bappeda Kota Depok berencana membangun mal startup baru di sana. Sebagai warga yang sudah puluhan tangun tinggal di Depok, saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Bisa-bisanya rencana itu muncul di kepala para pejabat ya.
Kabar yang beredar, pejabat merasa warga Depok kekurangan tempat rekreasi sehingga mal bary akan dibangun. Mohon maaf nih, warga siapa yang mereka maksud ya? Apa mereka nggak pernah ke Margonda ya? Coba sekali saja mereka ke kawasan ini di akhir pekan. Saya yakin niat itu langsung menguap entah ke mana.
Saya merasa, menambah mal atau tempat rekreasi baru di sana hanya menambah “penyakit” alias masalah baru. Kawasan Margonda Depok saat ini sudah ruwet, macet, polusi, dan selalu berhasil menyulut emosi siapa saja. Benar-benar harus siap fisik dan mental kalau mengunjungi kawasan ini di waktu-waktu padat. Saya nggak bisa membayangkan kalau ada mal baru ditambahkan di sana. Apa tidak tambah pusing?
Setelah saya cermati, permasalahan di Margonda, terutama di Jalan Margonda Raya, berakar dari tata ruang dan fasilitas transportasi yang bobrok. Trotoar di kawasan tersebut memang diperlebar. Mungkin pengunjung diharapkan menggunakan tarnsportasi publik dan berjalan kaki ya. Ide yang menarik sebenarnya, tapi kualitas dan kuantitas transportasi publik tidak diperbaiki. Alhasil, Jalan Margonda Raya semakin sempit, sementara kendaraan pribadi tetap membludak. Pemandangan yang terlihat di jam sibuk hanyalah seputar helm pengendara motor dan atap mobil.
Baca halaman selanjutnya: Lebih butuh perpustakaan …