Mana yang Lebih Berbahaya: Aksi Skimming di ATM atau Risiko Diambil Tuyul?

Panik Pas ATM Tertelan Bisa Berujung Kena Penipuan

Panik Pas ATM Tertelan Bisa Berujung Kena Penipuan

Seminggu ini, banyak teman-teman suami yang kena aksi skimming di ATM. Uang yang ada di rekening disikat dan hanya disisakan seratus ribuan saja. Mungkin pelakunya berniat baik menyisakan sedikit uang buat beli kolak. Ta-tapi kan… jahat ya jahat. Zaman lagi susah kok ditambah susah! Tega bener!

Yang punya M-Banking masih mending, bisa segera mengurus begitu mendapat notifikasi adanya transaksi janggal yang tidak merasa mereka lakukan. Nah, kalau yang nggak punya M-Banking itu yang apes. Baru sadar kena skimming setelah sekian purnama. Dikira memang gaji yang terlambat masuk ke rekening, ehhh ternyata sudah masuk duluan ke kantong pelaku.

Setelah ditelusuri, korban skimming itu rata-rata mereka yang pernah melakukan penarikan uang di ATM yang ada di dekat sekolah tinggi kesehatan di kota saya. Saya merasa aman, dong… Kan saya tidak pernah sekalipun ke ATM sana.

Hari berikutnya, korban semakin banyak. Muncul pemberitahuan di grup WA juga kalau ATM yang terindikasi dipasangi alat skimming tidak hanya di sekolah tinggi itu saja melainkan di ATM rumah sakit dan polres.

Mampus! Dua ATM yang disebutkan adalah tempat di mana saya biasanya mengambil uang. Terakhir ke sana sekitar 3 hari yang lalu. Mulai deh kepikiran macam-macam. Jangan-jangan saya juga kena praktek skimming! Iya sih duit di ATM memang nggak seberapa. Sama harga jepit rambut Gigi juga mungkin masih mahalan jepit rambut dia. Ta-tapi kan… Masa-masa seperti ini, duit secuil juga penting. Lha wong pas nyuci baju saja, sakunya sampai dirogoh-rogoh dengan teliti, kok. Berharap bertemu lembaran biru ataupun merah. Meski ternyata lebih sering nemu koin, hehehe… Tapi nggak apa. Berapa pun nominalnya tetap bisa bikin sumringah. Koin-koin kalau dikumpulin ya bisa buat beli kolak.

Kembali ke soal berita bertambahnya ATM yang terindikasi dipasangi alat skimming. Tanpa pikir panjang, saya langsung tancap gas ke ATM. Saya mau narik semua uang saya. Mau saya simpan di mana, itu urusan nanti. Sekarang mengamankan duitnya dulu.

Tapi, entah kena angin apa, sepanjang perjalanan ke ATM tiba-tiba saya kepikiran sesuatu. Sesuatu yang pada akhirnya membuat saya menurunkan kecepatan motor, bahkan terpikir untuk putar balik ke rumah. Saya berpikir jangan-jangan ini…KONSPIRASI.

Nah, loh. Ya maaf kalau saya sempet mikir ini konspirasi. Sekarang kan apa-apa serba dikaitkan dengan kontrasepsi, eh, konspirasi. Maka, saya pun berpikirnya jangan-jangan berita bertambahnya jumlah ATM yang terindikasi dipasangi alat skimming itu adalah rekayasa. Mungkin sebenarnya hanya satu ATM saja, yang di sekolah tinggi itu. Tapi kemudian ada konspirasi politik global yang menginginkan terjadinya kepanikan di masyarakat. Kepanikan yang berujung pada penarikan uang besar-besaran, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap bank. Kalau sudah begini, makin carut marutlah perekonomian negara.

Saya mendadak pusing dengan teori-teori konspirasi yang saya ciptakan sendiri. Saya pun istighfar sambil menggeleng kuat. Berharap pikiran-pikiran tentang konspirasi ini rontok dari kepala saya, jatuh di jalan dan remuk terlindas truk. Sudah, sudah. Mau konspirasi atau bukan, selama beli beras masih pakai uang, maka uang di ATM harus segera diamankan. Titik.

Syukurlah uang di ATM saya aman, Lur. Lega tapi campur bingung. Ini duit sekarang mau ditaruh di mana coba? Saya pun teringat beberapa alternatif tempat penyimpanan uang di rumah yang biasa digunakan simbah-simbah terdahulu. Mulai dari kasur, celengan, sampai bumbung bambu. Tapi kok rasanya ribet, ya? Kalau suatu waktu butuh uang bagaimana? Disimpan di dalam kasur, misalnya. Masa iya harus bongkar jahitan dulu? Trus nanti dijahit lagi, gitu? Atau celengan. Masa celengan harus dipecah? Kalaupun tidak mau dipecah, repot juga harus ngakali ambil uang dari lubang celengan yang cuma seuprit itu.

Lagi pula, menyimpan uang di rumah itu bahaya. Tahu-tahu bisa berkurang atau ludes tanpa kita sadari. Siapa lagi pelakunya kalau bukan… tuyul. Iya, Tuyul. Tuyul yang kakinya napak tanah. Tuyul yang doyan khilaf kalau lihat ada promo di online shop, atau yang suka berdalih, ah cuma selembar ini, nggak apa. Iya sih selembar. Tapi selembarnya setiap hari ya sama aja bohong dong, Bambankkk!!

BACA JUGA Klarifikasi Saya Soal Dugaan Memberdayakan Tuyul untuk Menulis di Terminal Mojok dan tulisan Dyan Arfiana Ayu Puspita lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version