Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kuliner

Mama, Kopi Memang Pahit

Bruno Rey Pantola oleh Bruno Rey Pantola
9 Juli 2019
A A
kopi mama

kopi mama

Share on FacebookShare on Twitter

Tulisan ini spesial dipersembahkan buat Alm. Mama Novy Jacob

Sebagaimana matahari selalu memerlakukan semua makhluk hidup sama, begitupun juga seorang mama. Ia adalah segalanya tentang sebuah kehidupan. Ia adalah kehangatan yang selalu membalut tubuh.  Mama adalah langit biru yang selalu cerah sepanjang waktu, sesekali dibalut awan namun, tetaplah Mama adalah kebeningan yang selalu kuterawangi. Segala sesuatu yang bagiku sangat indah, menggambarkan seorang yang bernama Mama. Tak pernah kurasakan  setitik kepahitan ketika berada di dekat mama. Bagiku, Mama adalah rindu yang tak kunjung temu. Mama hanya menjadi kenangan yang selalu bersinar di setia tapak langkahku, saat ini.

Suatu hari di rumah Omku, Mama dan Bapak menghadiri sebuah acara keluarga guna membahas acara pernikahan kakak sepupuku. Sore itu, mereka semua menikmati senja kampungku sembari memperbincangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan akan berlangsungnya acara pernikahan tersebut, nanti. Kopi dan cemilan-cemilan yang dihidangkan bagi mereka menambah keharmonisan mereka sore itu.

Setahuku, setahun yang lalu, Mama mengidap penyakit kanker darah. Ia mendapatkan larangan dari dokter untuk tidak mengonsumsi kopi. Selama setahun itu, Mama tidak pernah minum kopi. Tak seperti waktu sebelumnya, Mama dan Bapak adalah penikmat kopi keras. Setiap hari, mereka hanya dipertemukan dengan acara minum kopi di pagi hari atau sore hari, di beranda rumah atau di ruang tamu. Yang selalu mengademkan suasana keluargaku bisa dibilang adalah lewat seduhan-seduhan kopi dari Mama.

Dalam pertemuan itu, Mama yang tidak lagi mengonsumsi kopi, secara tidak sadar, ia mengambil secangkir kopi dari yang sudah disiapkan di atas meja kecil di tengah-tengah mereka. Begitupun Bapak dan semua yang hadir di situ. Kebahagiaan mereka untuk menyambut menantu baru membuat mereka lupa bahwa Mama seharusnya tidak boleh minum kopi.

Konsekuensi besar dari Mama minum kopi akan berakibat fatal bagi kesehatannya. Namun, semua seakan hilang ingatannya untuk memperingatkan Mama. Bapak  adalah orang yang paling bertanggung jawab mengontrol pola makan dan minuman Mama pun luput dari ‘mengingatkan’ Mama.  Benar-benar aku menyesal tidak hadir dalam acara itu untuk memberitahukan Mama agar tidak meneguk kopi di hadapannya itu, atau setidaknya memberitahu tuan rumah agar tidak memberikan Mama kopi tapi teh saja seperti yang dikonsumsi Mama beberapa bulan terakhir ini.

Setalah setengah dari pertemuan itu, cangkir kopi Mama pun sudah setengah. Kopinya nyaris terminum habis. Ia mulai bercerita dengan berapi-api tentang bagaimana menjalani sebuah hubungan keluarga setelah menikah. Sesekali ia mencontoh kehidupan keluarga kecil Omku, yang katanya, kehidupannya sangat harmonis karena mampu membina keluarganya menjadi keluarga sakinah. Mereka kadang tertawa terbahak-bahak atau merasa haru dengan cerita-cerita Mama yang penuh semangat itu, hingga lupa, kopi sudah beberapa kali diteguk oleh Mama dan hampir habis diminumnya.

Tak lama kemudian Mama berhenti bercerita, ia tertunduk lemas di atas sofa. Suara mama pudar. Semangatnya beroceh tiba-tiba lenyap. Suasana menjadi sunyi. Semua jadi cemas. Mereka mengahampiri Mama dan menanyakan keberadaannya. Mama tak menjawab. Ia membisu.

Baca Juga:

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

Kasta Kopi Minimarket dari yang Paling Enak sampai Skip Aja daripada Kecewa

Bapak dan keluarga yang lain membopong Mama dan berusaha menidurkannya, sedangkan yang lain bergegas ke rumah sakit memanggil dokter. Aku dan kakak pertamaku masih di rumah  dengan kesibukkan kami sendiri.  Selang beberapa menit, kami mendapat kabar, Mama dalam keadaan darurat sakit. Kami terburu-buru menuju rumah Omku.

Tangan dan kakiku terasa gemetaran ketika melangkah menuju tempat Bapak dan Mama tandangi itu. Aku mulai gamang dengan situasi sore itu. Namun, pikirku, Mama akan baik-baik saja. Mama belum terlalu berumur untuk sebuah kematian. Ia masih terlihat muda. Ia sangat menyayangi kami. Kuyakin ia tak akan tega meninggalkan kami. Apalagi aku, belum cukup kuat untuk kehilangan seorang Mama. Pokoknya tidak, tidak apa-apa dengan keadaan Mama.

Setelah tiba di rumah itu, kulihat Mama meregangkan tubuhnya di atas sofa. Ada dokter yang memeriksa kondisi kondisi kesehatannya. Aku menuju kakinya dan mengelus-elus seluruh bagian kakinya yang mulai dingin. Namun begitulah, yang kurasa sama dengan dinginnya tubuhku, pikirku. Aku percaya penuh pada dokter yang memeriksa Mama. Ia orang baik yang kukenal. Ia pasti menyelamatkan Mama dari penyakit ini. Ia yang pernah melarang Mama untuk tidak mengonsumsi kopi, ia juga yang harus bertanggung jawab menyembuhkan Mama.

Sepertinya dokter itu menunjukkan raut wajah yang dingin—sedingin kaki Mama yang kupegang dengan erat. Ia terus menyenter mata dan bagian dalam mulut Mama. Mungkin ia sudah tahu, Mama telah melepaskan jiwa dan tubuhnya terpisah lewat tarikan nafas terakhirnya, namun ia tak ingin memberi tahu kami—mungkin ia masih menipu kami dengan terus memeriksa Mama agar menaruh harapan bagi kami; Mama masih hidup. Sungguh, harapan palsu yang pernah kualami. Harapan itu lebih pahit dari kopi milik Mama yang pernah kuteguk ketika Mama meninggalkannya di atas meja ruang tamu dan pergi ke kamar mandi—sangat pahit.

Selang beberapa waktu, dokter mengangakat wajahnya. Sedikit pilu terapampang  di sana. Aku tak lagi membendung air mata. Kecurigaanku terhadap kepergian Mama terjawab sudah. Mama telah pergi—untuk selamanya. Ruangan, tempat kami membaringkan Mama nihil. Tangis pecah—semua kehidupanku pun seakan telah usai malam itu. Malam yang tak pernah kubayangkan, saat itu, akan berakhirnya kehidupan seorang yang kusayangi.

“Selamat jalan Mama. Kopi kadang menyatukan kita dalam canda tawa yang riuh. Namun kini, oleh sebab kopi itu, kita benar-benar terpisah. Jadilah kuat di dalam alammu, Ma. Aku masih di sini, dengan sisa-sisa pesanmu yang lusuh itu. Kematian adalah jalan yang senantiasa harus dilewati dan diterima siapapun dan apapun. Aku percaya, ini jalan Tuhan.”

Terakhir diperbarui pada 19 Januari 2022 oleh

Tags: Kedai KopiKopiKopi Kekinian
Bruno Rey Pantola

Bruno Rey Pantola

ArtikelTerkait

Jangan Jadi Barista. Gajinya Kecil, Gengsinya Tinggi, Nggak ada Jenjang Karier pula! pendekar kopi

Jangan Jadi Barista. Gajinya Kecil, Gengsinya Tinggi, Nggak ada Jenjang Karier pula!

23 Oktober 2023
sophie arwah noni belanda mojok

Sophie, Arwah Noni Belanda yang Setia Menemani Saya Jaga Malam di Kedai Kopi

24 Oktober 2020
Mempertanyakan Coffee Shop yang Mematok Harga Tanggung, Bikin Repot Pembeli Saja Mojok.co

Mempertanyakan Coffee Shop yang Mematok Harga Tanggung, Bikin Repot Pembeli Saja

30 Juni 2024
Nongkrong di Starbucks Itu Murah, Asal Tahu Strateginya terminal mojok.co

Nongkrong di Starbucks Itu Murah, Asal Tahu Strateginya

20 Desember 2021
Minta Es Batu di Kedai Kopi Itu Sesekali Nggak Apa-apa, kalau Tiap Hari Nah Baru Bagusnya Dilempar Batu

Minta Es Batu di Kedai Kopi Itu Sesekali Nggak Apa-apa, kalau Tiap Hari Nah Baru Bagusnya Dilempar Batu

29 November 2023
Membaca 6 Kepribadian Berdasarkan Minuman yang Dipesan di Kedai Kopi terminal mojok.co

4 Tipe Mahasiswa di Kedai Kopi yang Patut Dihujat

21 Mei 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

19 Desember 2025
Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

18 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025
Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

19 Desember 2025
Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

17 Desember 2025
Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

20 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Membandingkan Warteg di Singapura, Negara Tersehat di Dunia, dengan Indonesia: Perbedaan Kualitasnya Bagai Langit dan Bumi
  • Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan
  • Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan
  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.