Seaneh-Anehnya Nama Makanan di Sunda, Nggak Ada yang Seaneh Kentang Mustofa

Seaneh-Anehnya Nama Makanan di Sunda, Nggak Ada yang Seaneh Kentang Mustofa

Seaneh-Anehnya Nama Makanan di Sunda, Nggak Ada yang Seaneh Kentang Mustofa

Dari beragam makanan yang ada di daerah Sunda, saya baru nyadar, nggak ada yang seaneh kentang mustofa

Manusia adalah makhluk yang kreatif dan inovatif. Ada saja idenya. Salah satu bentuk kreativitas manusia itu bisa dilihat dalam hal penamaan makanan. Banyak jenis makanan yang memiliki nama-nama unik. Misalnya nih, di Indonesia, ada kerupuk melarat, nasi kentut, es laksamana mengamuk, sampai es jembut kecabut.

Masyarakat Sunda juga tak mau ketinggalan. Mereka sering kali membuat nama makanan berdasarkan singkatan. Lihat saja sederet jajanan ini: cilok (aci dicolok), cireng (aci digoreng), cibay (aci ngambay), cimin (aci mini), colenak (dicocol enak) combro (oncom di jero), misro (amis di jero), gehu (toge tahu), hingga cuanki (cari uang jalan kaki).

Selain didasarkan pada deskripsi atau cara makannya, masyarakat Sunda juga biasa memberi nama makanan berdasarkan cara pembuatannya. Misalnya, liwet (nasi yang dimasak dengan cara diliwet) dan peuyeum (hasil fermentasi singkong atau ketan). Ada lagi penamaan berdasarkan sensasi ketika menyantapnya, seperti seblak yang membuat pakseblak sebab rasanya yang pedas menyengat. Beberapa nama juga mungkin sulit diucapkan oleh selain lidah Sunda, seperti leupeut, peuyeum, atau karedok leunca.

Tapi, dari bermacam-macam penamaan itu, saya kira nggak ada yang seaneh nama olahan kentang yang dipotong tipis memanjang lalu digoreng hingga kering dan renyah kemudian dibalut dengan bumbu gurih, manis, dan pedas. Masyarakat Sunda menyebutnya kentang mustofa (baca: mustopa).

Kentang mustofa (?)

Saya baru nyadar nama itu aneh ketika di pesantren. Saat seorang teman saya dikirimi kentang seperti itu dari rumahnya, saya iseng bertanya, “Di daerah kalian, ini namanya apa? Kalau di rumahku sih, namanya mustofa.”

Teman-teman saya yang mayoritas asal Jawa Timur pun terkejut, tak percaya. Masa iya  namanya malah mirip nama jin di sinetron Aladin yang kami tonton pas kecil dulu? Dipikir-pikir, benar juga: aneh. Apa coba relevansinya olahan dari kentang ini dengan mustofa, yang bahkan merupakan nama lain Baginda Rasulullah saw.?

Dari situlah saya berinisiatif untuk nanya Mbah Google. Berikut hasilnya:

Diambil dari nama seorang koki di istana negara: Opo Mustofa

Meski nama kentang mustofa kearab-araban, bukan berarti makanan ini berasal dari daerah Timur tengah lho. Justru mustofa ini nama yang sangat nasionalis dan bersejarah. Usut punya usut, penamaan mustofa diambil dari nama seorang koki istana pada masa pemerintahan presiden Soekarno. Indonesia banget, bukan?

Ceritanya, dulu ada seorang juru masak di Istana Negara yang bernama Opo Mustofa. Ia sering mengolah kentang yang tersisa dengan cara diiris-iris kecil memanjang dan dimasak dengan bumbu balado. Hal ini dia lakukan karena tidak ingin ada makanan yang terbuang sia-sia. Olahan ini pun sering dihidangkan di meja setiap Soekarno hendak makan.

Suatu ketika, makanan itu tidak tersaji di meja makan. Soekarno pun bertanya, “Kentang mustofa mana? Tentu saja, maksudnya olahan kentang yang biasa dimasak oleh Mustofa. Tapi, ujaran tersebut tanpa sengaja malah keterusan jadi nama. Ya namanya juga presiden. Sekali ngomong, kata-katanya bisa abadi melewati batas waktu. Bisa lah ya kentang mustofa ini kita anggap sekelas sama “jas merah” atau “gitu aja kok repot”?

Baca halaman selanjutnya

Beda daerah, beda nama

Memiliki berbagai sebutan di daerah yang berbeda

Karena lezat dan tahan lama, makanan yang satu ini pun sangat diterima di lidah masyarakat Indonesia. Meski dikatakan ia berasal dari daerah Jawa Barat, tepatnya dari dapur Istana Negara di Cipanas, Bogor, sekarang kentang mustofa sudah mudah ditemukan di berbagai daerah.

Namanya pun bisa berbeda-beda. Misalnya, ada yang menamai kering kentang, kentang balado, atau sambal goreng kentang (ini kok agak aneh ya di telinga saya?). Di daerah Jawa Timur sendiri, tepatnya Madura dan sekitarnya, masyarakat menyebut makanan ini bel goreng, mungkin kependekan dari sambel goreng.

Yang bikin saya heran, kalau memang ucapan presiden pertama kita ini cukup layak ditiru dan digugu, kenapa nama mustofa hanya berlaku di daerah Jawa Barat? Apakah itu berarti, popularitas Soekarno tidak cukup kuat di daerah lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur? Hahaha

Membuat kentang mustofa yang enak dan renyah ternyata tidak mudah

Sampai sekarang, makanan yang tercipta tanpa disengaja itu masih tetap eksis. Ini menjadi bukti bahwa rasanya tidak bisa diremehkan. Di daerah saya, kentang mustofa menjadi menu wajib dalam prasmanan di acara-acara hajat. Mustofa juga cocok dijadikan persediaan lauk, baik untuk di rumah, di kos-kosan, atau di pesantren (meski nasi dan kentang sama-sama karbohidrat, ya). Dikemas jadi oleh-oleh juga menarik.

Namun, di balik rasa yang nendang di lidah itu, teknik pembuatannya tidak mudah. Kalau nggak benar-benar tahu tips dan triknya, bisa gagal jadi mustofa tuh. Terutama karena membuat kentang tetap kriuk setelah dicampur dengan bumbu balado itu sulitnya beneran sulit. Katanya, sih. Kalau nggak garing, kan nggak bisa tahan lama. Belum lagi warnanya yang kadang-kadang pucat, tidak segar dan menggoda seperti seharusnya.

Jadi, kalau pengen membuat kentang mustofa, pastikan kamu benar-benar sudah pro ya. Biar nggak sia-sia. Secara, harga kentang kan lumayan mahal. Kalau memang belum yakin sama kemampuan sendiri, saya saranin beli yang sudah jadi saja. Banyak kok yang jualan.

Nah, itulah sekilas info tentang kentang mustofa. Ternyata, di balik penamaannya yang agak nyeleneh, ia punya sisi sejarah. Sering bertemu dengan Presiden Soekarno, misalnya.

Penulis: Lilis Durotun Nafisah
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 3 Kuliner Khas Sunda yang Nggak Cocok di Lidah Wisatawan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version