Daftar Isi
Jadi maba UM harus siap pegel duduk berjam-jam dengerin materi ospek
Tidak ada perpeloncoan bukan berarti saya sebagai maba bisa bernapas lega. Masih ada hal-hal “capek” lain yang harus saya lalui, yaitu duduk berjam-jam. Itulah yang saya alami ketika enam hari menjalani PKKMB.
Bayangkan saja, saya harus duduk dan memperhatikan materi yang disampaikan di Graha Cakrawala dari pagi hingga siang. Benar-benar duduk, dan hanya berdiri dua atau tiga kali saja (untuk beberapa kegiatan).
Sialnya, saya kebagian tempat duduk di bawah, bukan di bagian tribun. Kalau di tribun mungkin masih enak. Tapi duduk di bawah itu agak menyiksa buat saya. Bayangkan saja, tubuh saya ini gendut, harus duduk di lantai yang hanya beralaskan karpet tipis, tidak ada sandarannya. Sudah begitu, space-nya juga agak sempit untuk ukuran saya. Menyiksa sekali. Saya sampai sudah berdamai dengan kesemutan dan njarem-njarem lainnya.
Belum lagi kalau ngantuk, saya akan lebih tersiksa. Ada aturan tidak boleh tidur selama kegiatan PKKMB. Sebagai orang yang bukan “morning-person”, kegiatan PKKMB yang dimulai pada pukul 6.30 pagi itu mimpi buruk. Itu jam tidur saya. Dan ketika melakoni PKKMB, ya saya harus bertahan dalam ngantuk berat yang datang bertubi-tubi. Apalagi kalau pemateri dan materi yang disampaikan itu membosankan, ya jadi tambah ngantuk.
Tapi saya masih bersyukur, setidaknya capek duduk ini tidak ada apa-apanya ketimbang perpeloncoan yang pernah dialami oleh beberapa senior saya dulu. Bersyukur lah.
Tidak ada hukuman fisik bagi maba UM
Ini yang jadi poin plus dalam PKKMB di UM. Selama enam hari menjalani PKKMB sebagai maba, baik itu PKKMB Universitas atau PKKMB Fakultas, tidak ada hukuman fisik yang berlaku. Tidak ada hukuman seperti push up atau lari keliling lapangan. Para senior seolah anti kepada hukuman fisik.
Terus kalau ada yang melakukan pelanggaran apa hukumannya? Ya hukuman non-fisik. Ada yang pernah dihukum disuruh bernyanyi di depan maba lain, dihukum untuk membawa beberapa barang (tapi bukan yang aneh-aneh) esok hari. Intinya, PKKMB di UM, khususnya di Fakultas Sastra, tidak ada hukuman fisik. PKKMB benar-benar menjadi kegiatan yang menyenangkan dan tidak menimbulkan trauma.
Ya memang meskipun tidak ada hukuman fisik, masih ada beberapa senior yang sok galak dengan bentak-bentak maba. Saya sih tidak pernah kena bentak, lha wong saya maba yang manut saja. Tapi bentak-bentak itu juga hanya terjadi di PKKMB. Ketika sudah masuk perkuliahan biasa, kita juga nongkrong bareng atau bahkan sama-sama mbolos kelas dan berakhir di kantin.
Kampus yang berperikemanusiaan
Itulah pengalaman saya selama menjadi maba UM di tahun 2016. Sudah lama juga, ya. Saya mungkin beruntung karena ketika menjadi maba, tidak ada perpeloncoan. Efek positifnya, saya jadi tidak trauma dengan kampus dan mengenal kampus lebih dalam. Impresi saya dengan kampus UM juga jadi baik.
Saya paham betul bahwa kampus saya, Universitas Negeri Malang (UM), bukan kampus terbaik dan nomor satu di Malang. Tapi dengan PKKMB atau ospek di UM yang anti-perpeloncoan, saya bisa menyebut bahwa UM adalah kampus yang humanis dan berperikemanusiaan. Mungkin saja itu adalah cara UM untuk memberikan kehangatan bagi para maba ketika berada di Malang.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 3 Hal Nggak Enaknya Jadi Mahasiswa UM.