Lulusan SMK Berusia 20-an Sudah Dianggap Lansia oleh Perusahaan, Cari Kerja Makin Sulit

Lulusan SMK Berusia 20-an Sudah Dianggap Lansia oleh Perusahaan, Cari Kerja Makin Sulit Mojok.co

Lulusan SMK Berusia 20-an Sudah Dianggap Lansia oleh Perusahaan, Cari Kerja Makin Sulit (unsplash.com)

Saya lulus SMK pada 2018 atau kurang lebih 5 tahun yang lalu. Secara umum, usia saya sekarang ini tergolong muda di dunia kerja, baru 23 tahun. Namun, di mata perusahaan besar, lulusan SMK yang berusia 20-an adalah lansia. Sudah terlalu tua dan dianggap tidak produktif dan tidak menarik lagi. 

Itu saya rasakan langsung ketika mencari kerja di Cikarang dan Karawang belum lama ini. Mereka lebih menginginkan lulusan-lulusan baru yang berusia di bawah 23 tahun. Saya ditolak beberapa kali dengan berbagai alasan, salah satunya terkait usia. 

Kriteria yang semakin sulit

Saya merasa kriteria untuk dapat bekerja di perusahaan-perusahaan besar kian sulit sekarang ini, apalagi bagi lulusan SMK. Belum lama ini saya melihat salah satu lowongan yang mensyaratkan segudang kriteria. Misalnya, fresh graduate, usia maksimal 23 tahun, berpenampilan menarik, menguasai skill tertentu, memiliki pengalaman minimal 2 tahun di bagian tertentu, memiliki kemampuan bekerja di bawah tekanan, dan masih banyak lagi. Kenapa tidak sekalian ditambahkan mampu menguasai elemen tanah, air, udara?

Kadang saya berpikir apakah perusahaan-perusahaan besar ini betulan niat mencari pekerja? Melihat persyaratannya yang begitu ketat, kok rasanya mereka tidak perlu pekerja baru ya. Apalagi terkait usia, kenapa harus dibatasi sih? Usia 23 tahun itu masih seger-segernya. Entah apa pertimbangannya hingga usia 23 tahun sudah dianggap lansia. 

Lulusan SMK tanpa calo semakin sulit tembus

Sudah syaratnya yang semakin susah, lulusan SMK akan semakin sulit mendapat kerja kalau tidak menggunakan calo. Sudah jadi rahasia umum, masuk ke sebuah perusahaan tidak hanya diukur dari kemampuan, tapi juga kesepakatan-kesepakatan dengan calo. Semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk calo, semakin besar pula peluang tembusnya. 

Benar-benar semakin sulit saja posisi jebolan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di dunia kerja ini. Kadang saya berpikir, bekerja kan untuk mendapatkan pendapatan ya. Kalau sebelum kerja sudah harus membayar biaya ini-itu yang cukup besar, butuh berapa lama agar biaya-biaya itu bisa ditutupi dari gaji yang tidak seberapa.   

Risiko tidak punya kenalan orang dalam

Selain calo, rahasia umum lainnya adalah peran orang dalam untuk meloloskan calon pekerja. Kalau memang tidak bisa membayar calo, lulusan SMK bisa memanfaatkan orang dalam perusahaan agar lamaran kerjanya diterima. Sayangnya, tidak semua punya orang dalam, saya misalnya. 

Sebenarnya, beberapa perusahaan memang lebih suka mencari pekerja dengan jalur bawaan seperti itu. Selain kandidat lebih mudah dipertanggungjawabkan, perusahaan lebih menghemat biaya dan tidak repot dalam mencari pekerja baru. Sayangnya, cara seperti ini akan merugikan bagi orang-orang yang nggak punya orang dalam. Padahal, bisa jadi mereka yang tidak punya koneksi itu punya kemampuan lebih daripada yang punya koneksi. 

Setelah saya pikir-pikir kondisi saya saat ini serba tidak ideal di dunia kerja. Melihat sisi usia tidak lagi muda menurut perusahaan, tidak punya cukup dana untuk membayar calo, dan nggak punya orang dalam. Kondisi ini mungkin juga dirasakan oleh banyak lulusan SMK di luar sana. Padahal kalau dari sisi kemampuan, saya percaya diri bisa bersaing. Namun, apa gunanya kemampuan kalau kesempatannya saja tidak ada.  

Penulis: Somad Arasid
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Lulusan SMK Punya Keunggulan di Mata HRD, Jangan Minder sama Fresh Graduate

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version