Di Lorong Waktu episode 5 ini kita diajak mengingat kembali salah satu sifat anak-anak: punya rasa ingin tahu yang sangat besar. Tidak terkecuali Zidan dan teman-temannya, sesama murid Ustad Addin.
Ketika mereka sedang asyik bermain di halaman masjid kemudian melihat ada bapak-bapak yang berpenampilan seperti Pangeran Diponegoro, mereka langsung ngikutin. Diikutin sampai ke tempat ambil air wudu. Begitu sampai di sana dan melihat kepala bapak-bapak tadi ternyata botak kinclong, mereka langsung ketawa ngakak. Bapak-bapak yang ditertawai ya santuy aja. Namanya juga anak-anak yah, Pak.
Episode kali ini memang bertema Pangeran Diponegoro. Lebih tepatnya mempertanyakan, kepala Pangeran Diponegoro tuh kayak gimana sih? Botak apa berambut? Kalau botak, botaknya kayak gimana? Kalau berambut, rambutnya sepanjang apa?
Itulah yang ditanyakan Zidan dan teman-temannya ketika dikasih kebebasan oleh Ustad Addin untuk memilih materi apa yang mereka ingin pelajari. Setelah melakukan rapat internal (asique), Zidan mewakili teman-temannya bertanya kepada Ustad Addin.
“Pak Ustad, Pangeran Diponegoro itu botak apa nggak, sih?”
Sambil geleng-geleng kepala, Ustad Addin menjawab: “Kalian ada-ada saja. Begini, dari gambar-gambar, museum, atau buku-buku yang pernah Ustad baca, belum ada satu pun yang pernah mengungkapkan hal seperti itu mengenai Diponegoro. Yang Ustad tahu, para pejuang kita dulu sangat sibuk mengusir penjajah sehingga tidak sempat untuk memikirkan apakah kepalanya ada rambut atau tidak. Yang paling penting buat mereka adalah menegakkan kebenaran dan keadilan. Berjuang di jalan Allah.”
Sebegitu panjangnya jawaban Ustad Addin tidak membuat Zidan dan teman-temannya puas. Zidan jadi punya ide untuk melakukan satu hal. Kalau kata Zidan sih, “Kepala boleh keras, asal otak musti encer.” Ya, benar juga sih.
Idenya Zidan bukan kaleng-kaleng. Dia pengin berkunjung ke masa lalu, ke masanya Pangeran Diponegoro. Oleh Ustad Addin, keinginan Zidan itu pun dikabulkan. Tapi kali ini ia berangkat sendiri karena Haji Husin lagi flu. Eh, berangkatnya bertiga ding. Ada Komunikator 2000 sama sebuah benda yang nanti akan saya ceritakan kalau sudah waktunya, wqwqwq.
Yang bikin deg-degan, perjalanan Zidan kena masalah lagi. Error. Bukannya ketemu sama Om Dip (Pangeran Diponegoro), Zidan malah tersangkut di dunia fantasinya sendiri. Dunia yang dia bayangkan ketika membaca komik. Di tempat itu, Zidan ketemu dengan seseorang yang bikin terkejut. Beliau adalah Pak Bendot alias Superman alias Om Sup.
Ternyata nih yah, menurut pengakuan Om Sup yang waktu itu lagi menjemur mantel/sayapnya yang basah setelah kehujanan saat melakukan tugas mengejar asteroid liar, Zidan sudah dikenal sama orang langit. Mungkin Zidan 11-12 sama Hotman Paris. Cuma beda cara orang langit mengenali mereka.
Tidak hanya itu, Om Sup juga bilang begini nih kepada Zidan, “Cuaca bumi memang sudah kacau. Musim hujan dan kemarau, terbalik-balik nggak keruan. Itu karena terlalu banyak lobang-lobang ozon. Jadi, orang-orang itu pada mbakar hutan, nebang hutan, seenaknya saja.”
Dari episode ini juga saya baru tahu, ternyata mantel/sayapnya Supermen itu nggak berfungsi alias nggak bisa dipakai buat terbang kalau lagi basah. Nice info. Setelah gagal terbang dengan mantel/sayapnya Om Sup, Zidan akhirnya pergi, meninggalkan Om Sup yang galau karena mantel/sayapnya dibawa pergi Zidan.
Selanjutnya, Zidan benar-benar ketemu dengan Pangeran Diponegoro dan pengikutnya. Pangeran Diponegoro versi Lorong Waktu tentu saja. Mereka ketemu di sebuah sungai. Zidan dengan mantel milik Om Sup langsung menyapa rombongan Om Dip.
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam warrahmatullah wabarakatuh,” jawab rombongan sang Pangeran.
Salah satu pengikutnya Om Dip langsung bertanya sih. “Pangeran, siapa gerangan yang memberi salam rasul kepada kita, Pangeran?”
Oleh Om Dip, pengikut atau pengawal tersebut langsung diperintahkan untuk menjemput Zidan yang lagi berdiri di atas batu di atas aliran sungai yang cetek. Begitu ketemu dengan Pangeran Diponegoro, Zidan langsung salim dan menyapa, “Oh, jadi ini bener Om Dip, yah?
Om Dip dan rombongannya serentak merespons dengan nada heran, “Om Dip?”
Mendengar Zidan menyapa Pangeran Diponegoro dengan sebutan Om Dip, Haji Husin yang menonton itu langsung ngomelin Ustad Addin. Ustad Addin dianggap lalai. Ustad Addin sih alasannya karena nggak kepikiran.
Lanjut ke adegan Om Dip dan Zidan.
“Cah bagus, kamu ini siapa? Apakah kamu putra Belanda sehingga memanggil saya dengan sebutan om?”
“Saya Zidan, asli Indonesia,” Zidan memperkenalkan diri.
“Indonesia?” dua orang pengawal Om Dip kembali merasa heran.
“Maksudmu… Hindia-Belanda?” tanya Om Dip lagi.
“Iya, iya. Dulu disebutnya begitu, Om,” kata Zidan.
“Dulu? Memangnya sekarang disebut apa?” Nah loh, pengawalnya Om Dip heran lagi.
Dalam Lorong Waktu episode 5 ini, Zidan dapat dua tuduhan. Pertama tuduhan sebagai mata-mata kompeni alias Belanda. Saat dituduh sebagai mata-mata, Zidan sempat meminta bantuan Haji Husin untuk membersihkan nama baik Zidan. Sayangnya Haji Husin menolak.
Kedua, Zidan dituduh atau katakanlah dianggap sudah kesambet wewe gombel karena kelakuannya aneh dan ucapannya cenderung kurang ajar. Begitu pemikiran dua orang pengawal Pangeran Diponegoro. Sang Pangeran sih nggak begitu heran. Dia sudah bisa memprediksi hal seperti itu akan terjadi pada masa mendatang. Dalam artian, anak-anak memang akan lebih bebas bersikap dan berani bicara.
Pangeran Diponegoro lalu mengajak Zidan salat berjamaah. Zidan girang banget. Namun, bukannya langsung siap-siap, Zidan malah mengeluarkan sebuah benda dari sakunya. Benda yang dia bawa sejak awal perjalanan. Sebuah kamera atau dulu disebutnya tustel!
Niatnya Zidan tentu saja pengin ngefotoin Pangeran Diponegoro yang lagi wudu. Namun, karena terhalang pengawalnya Om Dip, Zidan nggak bisa ngefoto. Lucunya (menurut saya sih), kilatan cahaya yang keluar dari tustelnya Zidan disangka petir tak bersuara oleh pengawalnya Om Dip.
Singkat cerita, selesai salat, Zidan langsung nyamperin Om Dip.
“Om Dip sebenarnya mau ke mana sih?”
Sambil menyimpan kembali kerisnya, Om Dip menjawab pertanyaan Zidan, “Om Dip sedang dalam perjalanan menuju tempatnya kompeni. Mereka mengundang aku untuk membuat suatu perjanjian.”
“Jangan, Om Dip!”
“Loh, kenapa?”
“Itu cuma jebakan Belanda. Om bakalan masuk penjara dan dibawa ke Manado.”
“Anak pintar. Aku ini seorang raja. Sabda pandita ratu, pantang ingkar janji. Aku harus menghormati diriku, juga orang yang mengundang diriku. “
“Tapi kan mereka musuh, Om?”
“Mereka itu tetap makhluk ciptaan Allah. Hanya sifatnya yang aku benci.”
“Tapi kan itu undangan jahat, Om.”
Belum sempat Om Dip merespons lagi, Ustad Addin sudah mengeluarkan peringatan, “Zidan, waktumu cuma lima menit lagi. Segera pulang!”
“Baik, Pak Ustad,” sahut Zidan.
“Cah bagus, kelak kamu akan mengerti mengapa aku harus memenuhi undangan itu.”
“Tapi… supaya dipenjara?”
“Ada hikmah yang lebih besar dari penderitaanku. Kamu akan paham jika kamu benar-benar berpikir.”
Berhubung waktunya akan segera habis, Zidan pun salim lalu pamit kepada Pangeran Diponegoro beserta rombongannya.
Cerita pun ditutup dengan jam beker Zidan yang berbunyi. Waktunya sahur. Misteri tentang kepalanya Om Dip tidak terungkap sampai akhir cerita. Selamat penasaran, Zidan dan teman-temannya.
Ikuti sinopsis Lorong Waktu musim 1 di sini serta tulisan Utamy Ningsih lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.