Lanjutan Dilan Versi Bantul: Ketika Duloh Nggak Lolos SNMPTN dan Mirjah Masuk UGM

dilan dan milea, Lanjutan Dilan Versi Bantul: Ketika Duloh Nggak Lolos SNMPTN dan Mirjah Masuk UGM

Lanjutan Dilan Versi Bantul: Ketika Duloh Nggak Lolos SNMPTN dan Mirjah Masuk UGM

Ingatkah kalian denganku? Aku adalah perempuan paling beruntung di Bumi Bantul karena mengenal seorang pria bernama Duloh. Ya, ia adalah Dulohku 2020. Duloh yang memberi aku pemahaman bahwa Pantai Parangkusumo adalah pusat jagad raya keromantisan di bumi projotamansari, pun ia memberi sebuah makna bahwa Pasar Pasty tak selalu memberikan kepastyan.

Kami telah melewati sebuah babak perihal hubungan baru, memaknai apa itu kasih sayang dan saling mendukung satu sama lain. Hingga kemarin, pengumuman SNMPTN, Duloh kembali membuatku

“Ditolak PTN itu berat, kamu nggak akan kuat, biar aku saja,” begitu postingan Duloh di Twitternya. Sedangkan di saat yang sama, aku, Mirjah, posting foto di Instastory “Alhamdulillah Maba UGM 2020. Thx God *pakai beberapa emot yang aleman*”. Dengan foto lolos SNMPTN staterpack; barcode, nomer pendaftaran dan NISN di sensor pakai emot sodakep. Terus nama Mirjah Suryati Husada sengaja tak dilingkarin supaya terpampang nyata. Pinter bebas buoss~

Selamat, anda dinyatakan lolos SNMPTN 2020 pada

PTN: UNIVERSITAS GADJAH MADA

Program Studi: FILSAFAT KETUHANAN

Aku pun merasa tak enak karena membuat Instastory seperti itu sedangkan pacarku, Duloh, nggak lolos SNMPTN. Dengan cepat, aku pun reply tweet-nya Duloh, “Duloh, kamu di mana? Aku rindu,” ia seakan peka bahwa kekasihnya itu sedang limbung karena ditolak SNMPTN. Belum semenit, Duloh kembali me-reply, “cek DM.”

Duloh pun sharelock melalui Line Mirjah. “Oh, masih di Bantul, tapi kenapa nggak ketemu dua bulan karena physical distancing berasa lama, ya?” kataku sambil senyum-senyum bukan karena lolos Fakultas Filsafat, tapi karena Duloh yang selalu perhatian kepadaku. “Aku rindu,” balasku dengan manja melalui voice note.

Balasan Duloh bikin aku kaget setengah mati. Angkuh banget seperti Haji Muhidin ketika melihat Haji Sulam liwat. Duloh membalas dengan singkat, “aku ndak kenal kamu.”

“Kok gitu?” balasku sambil mbrambangi nyebai. “Kamu marah aku lolos SNMPTN?”

“Oh, kamu lolos SNMPTN? Selamat. Pacarku juga lolos,” katanya bikin aku bingung.

“Kan aku pacar kamu,” balasku masih dalam mode manja. Belum saja aku berubah jadi mode kyubi.

“Pacarku namanya Mirjah. Bukan rindu.”

Uwu banget yang ku tuh! Pengen aku keplak pakai sotil. Akhirnya kami terhubung melalui telepon. Kalau Dilan dan Milea bercakap-cakap melalui wartel, kalau kami telfonan melalui free call.

“Duloh, kamu di mana?”

“Aku? Di Komet,” jawabnya dengan singkat. Suaranya yang merdu dan menenangkan. Merdunya seperti Denny Caknan waktu nyanyi Kartoyono Medot Janji.

“Ketawa jangan?”

“Aku di Warnet Komet, Jalan Imogiri Barat. Download anime,” jebul yang ku wibu.

“Oh, hehehe,” aku kira dirinya ngelawak. “Dari tadi di warnet?”

“Tadi di Meteor.”

“Ketawa jangan?”

“Aku tadi di burjonan Meteor Sarden. Makan nastel, minum es teh.”

“Kok lucu namanya? Plesetan Meteor Sarden?”

“Oh, hehehe,” aku kira dirinya ngelawak. “Nggak pulang ke rumah seharian?”

“Aku kan imigran yang dikirim dari surga.”

Galah gayane, dari Banguntapan aja bilangnya dari surga. “Jauhnya dari surga,” kataku.

“Iya, dikasih tugas sama Tuhan bikin kamu suka sama mie pentil.”

“Hahaha. Pulang sana, bantu simbok panen lombok”

“Capek.”

“Capek panen lombok?”

“Bukan.”

“Lalu?”

“Eh, capek kenapa, ya? Lupa. Sebentar,” katanya, menaruh ponselnya. Terdengar sayup-sayup suara. Suaranya Duloh. Kemudian suaranya masuk ke telingaku dan kembali mendominasi, “aku nanya pada nggak tahu.”

“Kamu nanya ke siapa?”

“Ini, ke mas-mas operator warnet.”

“PEKOK AWOKAWOKAWOK.”

Menghadirkan bahagia adalah keahliannya. Menimbulkan gelak tawa barangkali adalah kemampuannya. Aku bahagia karena bisa bersamanya. Aku bahagia karena bisa memastikannya hidup dengan sehat di Bumi Bantul Projotamansari ini.

“Mirjah?” sungguh, aku lemes tiap dia memanggil namaku. Untung tidak disertai tatap.

“Oi?”

“Slamet lulus SNMPTN.”

Aku pun memeluk guling dengan erat. Rasanya bahagia sekali diberi selamat oleh orang yang disayangin. Apa lagi ini Duloh, orang paling membingungkan di dunia versi On The Spot. “Terimakasih, Duloh.”

“Kok terimakasih, maksudku, teman sekelas kita, Slamet Cahyadi, lolos SNMPTN juga. Masuk Teknik Berpikir UGM.”

Mukaku pasti merah seperti kepiting rebus Pantai Depok. “Nggih, Duloh.”

“Tapi, Mirjah,” kata Duloh dengan mengambil jeda bikin degdegan. “Nanti kalau kamu mau tidur, percayalah, aku sedang mengucapkan selamat karena lolos SNMPTN dari jauh. Kamu ndak akan dengar.”

“Hehehe.”

Di atas kasur, kala aku bisa merasakan diri bahwa pipiku panas dan tentunya merah merona, aku bergelayut dengan kebimbangan yang tidak menentu. Ini prihal rahasiaku yang sebenarnya, yang tidak pernah Duloh tahu. Aku lolos SNMPTN bukan karena nilaiku bagus, bukan juga karena beruntung, tapi karena jimat pemberian simbok sangat mantep!

BACA JUGA Begini Jadinya Cerita Dilan dan Milea Jika Pidi Baiq Orang Bantul atau tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version