Rerasan atau bergunjing atau bergosip atau membicarakan orang lain atau apapun namanya itu, bisa jadi merupakan salah satu aktivitas terniqmat di dunia. Mengapa? Karena dengan bergosip kita akan merasa lebih baik daripada objek yang sedang kita bicarakan, bukan? Gosip bisa juga menjadi obat penawar saat rutinitas terasa sangat membosankan atau bahkan sekedar obrolan yang menimbulkan haha-hihi di antara kita. Pokoknya gosip ini kalau diibaratkan makanan udah kaya kentang, bisa diolah dan dinikmati oleh siapapun dan dengan cara apapun, tapi hasilnya tetep bikin kenyang.
Namun, seiring berkembangnya peradaban manusia, satu-satunya makhluk hidup yang bergosip (iyalah satu-satunya, emang pernah denger kambing gosipin kambing lain? Kecuali kalau situ paham bahasa hewan kaya pak itu, hiyaaa), ternyata juga menemukan cara lain untuk tetap bergosip. Walaupun aktivitas semakin padat, jalanan makin macet dan isi kantong yang kian seret. Lazimnya sebab-sebab tersebut bisa membuat orang kehilangan kesempatan untuk berkumpul dengan teman-temannya, apalagi mengagendakan untuk rerasan.
Tapi ternyata tidak demikian adanya, kesibukan tidak kemudian mengikis niat untuk tetap rerasan di manapun berada. Di era digital ini, apapun bisa dijadikan digital, termasuk gosip. Saat ini sudah sangat banyak akun-akun yang menjajakan gosip sebagai menu utamanya, seperti lambe turah yang sudah mengudara sejak tahun 2015 yang kemudian disusul oleh lambe-lambe yang lain seperti lambe nyinyir, lambe lamis, viral lambe, lambe lincah, lambe hoaks. Eh bukan, kalau yang terakhir itu milik Kemkominfo gaes, nggak jualan gosip tapi buat menangkal hoaks, gitu lhoo. Ashiyaap.
Kembali ke lambe-lambean yang makin hari makin menjadi. Lambe turah misalnya yang sampai hari ini followersnya sudah mencapai 6.6 juta tentu ini belum termasuk orang-orang hobi stalking enggan follow karena gengsi kalau-kalau dicengin temennya “ih lu follow x ya?!”
Sejauh saya menanyai orang-orang yang merupakan konsumen akun-akun gosip, mereka mengatakan kalau konten yang disajikan menarik walaupun kadang-kadang (baca : sering) paparazi gitu. Bahkan inilah yang menjadikan aktivitas bergosip saat ini berbeda dengan jaman dulu, yang kalau kita dapet omongan “eh si x jadian sama si y loh” masih bisa nyangkal “ah enggak, orang masih pacaran sama si z kok.”
Kalau sekarang, tinggal difoto/divideoin dan kasih caption yang menggugah selera untuk saling berasumsi di kolom komentar, beres deh.
Kemudahan itu ternyata nggak cuma menguntungkan konsumen gosip yang mendapatkan informasi dengan lebih verified karena ada barang buktinya meskipun nggak tau juga yang memberikan informasi tersebut siapa, karena biasanya akun lambe-lambean ini anonim statusnya. Tapi juga memberikan keuntungan buat sang pemilik dan pengelola akun. Gimana nggak menguntungkan coba kalau followernya nyampe 6 juta an gitu, bisa jadi pasar buat mempromosikan produk, yang sekali postingnya bisa ratusan ribu atau bahkan jutaan rupiah. Ini semua berkat apa?
Berkat Tuhan Yang Maha Esa pastinya, dengan perpanjangan tangan Pemerintah Indonesia yang tidak menetapkan kalau paparazi dan anonimitas (meskipun bagi media yang sudah menjadi influencer) adalah tindakan yang melanggar hukum positif. Seperti yang pernah saya tanyakan kepada bapak Ferdinandus Setu selaku Plt Kepala Humas Kemenkominfo tentang mengambil dan memposting gambar tanpa izin dan beliau menjawab “ya itu melanggar moral, kepantasan. Tapi bukan tindak pidana.” Ataupun terkait anonimitas yang kata beliau merupakan ‘ciri penting’ dalam era digital dengan alasan karena seseorang bisa lebih nyaman menyampaikan sesuatu secara anonim (meskipun orang yang lainnya harus tertekan karena informasi tentang dirinya diposting tanpa izin dan nggak tau siapa yang melakukan, ih ngeri).
Jadi pokoknya selama tidak melanggar UUITE pasal 27-29 tentang larangan konten penipuan, menyinggung SARA, pencemaran nama baik, dll (baca sendiri lengkapnya yhaaa~ males amat. wkwk) maka nggak akan ada masalah, mau paparaziin siapa aja atau apa aja, mau buat konten anonim tandingan juga nggak apa-apa.
Tapi nggak semua orang setuju dan menikmati hasil olah privasi ini kok. Seperti mas Ardyan dari media Vice Indonesia yang bilang “kalau tagline nya mengatakan bahwa gosip adalah fakta yang tertunda (kemudian itu jadi alasan untuk boleh menyebarkan tanpa izin dan anonim seperti itu), kita kan nggak tahu tertundanya sampai kapan, lha kalo sampe yaumul qiyamah piye?.” Ya, billahi taufiq wal hidayah. Wassalamualaikum. Gitu wes.