Miris hati Indonesia melihat berita belakangan ini. Menangis, sedih dan tidak karuan, itu yang dirasakan ketika memperhatikan saluran televisi Indonesia. Bentrok masyarakat dan aparat pemerintahan terulang kembali.
Kenapa bisa terjadi? Apa yang salah? Siapa yang salah?
Mulai banyak pertanyaan yang berkeliling di otak ini.
Jika di-review dari awal mulanya perkara, misalkan kita berangkat dari pemilihan Pilpres 2019. Sejak dimulainya pencalonan presiden terciptalah 2 (dua) kubu yang sangat ingin memenangkan calon masing-masing. Berbagai cara dilakukan oleh setiap kelompok agar pilihan mereka menjadi pimpinan negara untuk 5 tahun ke depan.
Kemudian, mulai bermunculan berita hoax terkait kedua pasangan calon. Mulai bermunculan drama-drama yang saling menjelekkan kedua pasangan calon. Tidak hanya sampai disana pemberitaan melalui media sosial, TV, koran dan berbagai media lainnya. Kemudian mulai merembet kepada Polisi, TNI, BIN, dan lembaga lain yang berhubungan dengan pemerintah. Selain itu, segala kejadian selalu dikaitkan dengan Pilpres yang terjadi. Bahkan sampai muncul panggilan kampret dan cebong untuk kedua pendukung pasangan calon presiden.
Hari pemilihan presiden menjadi hari yang ditunggu-tunggu oleh pasangan calon pada saat itu. Seluruh masyarakat Indonesia jatuh dalam euforia menyambut pesta demokrasi yang dilakukan. Indah pemandangan ketika masyarakat berpatisipasi dalam pemilihan kala itu meskipun ada sebagian orang yang belum bisa melaksanakan dan merasakan pesta tersebut.
Pengumuman pemenang berdasarkan quick count oleh lembaga survei menjadi permasalahan terbesar setelah pelaksanaan pesta demokrasi. Kondisi mulai memanas antar pendukung paslon, hingga berpuncak pada 22 Mei 2019 dimana hasil real count diumumkan dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara Pemilu 2019. Sebagian masyarakat yang tidak puas akan hasil yang diumumkan oleh KPU dan merasa adanya kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2019. Sehingga orang-orang tersebut berkumpul di Jakarta untuk melaksanakan “kedaulatan demokrasi” dan menuntut KPU, Bawaslu dan Presiden atas ketidakpuasan mereka atas hasil Pemilu. Pada akhirnya terjadilah bentrok antara kubu tersebut dan pihak aparat keamanan sehingga mengakibatkan kerusakan pada fasilitas yang dibangun untuk rakyat.
“Apakah ini yang disebut dari rakyat untuk dihancurkan rakyat? Sekarang siapa yang harus disalahkan?”
“Ini negara hukum apa?”
“Hukum rimba?”
Padahal Indonesia sudah memiliki hukum dalam setiap permasalahan yang terjadi di Negara ini.
“Adakah yang lebih penting dari pada kedamaian NKRI yang memiliki hidup rukun?”
“Kemenangan politik?”
“Atau apa?”
Perpecahan yang terjadi hingga mengakibatkan adanya korban jiwa dan keresahan terhadap sesama masyarakat Indonesia, apakah itu yang diinginkan oleh pendukung paslon saat ini?
“Bukan”
“Lantas apa?”
Seharusnya, jika pendukung paslon tidak puas dengan hasil Pemilu bisa diajukan melalui jalur konstitusional.
Coba kembali ke awal lagi bahwasanya Indonesia sedang melakukan pesta demokrasi. Jika sampai orang luar melihat pesta demokrasi Indonesia yang mudah untuk dipecah belah hanya karena berbeda pilihan, negara asing akan tertawa atas ini. Para veteran perang yang dulu bersusah payah membuat Indonesia merdeka akan sedih melihat kondisi negara mereka pecah hanya karna segelintir masyarakat yang tidak ingin paslonnya kalah.
Bukankah lucu sekali negara +62 saat ini?
Sekarang, pemberitaan bentrok antara pendukung paslon dan aparat keamanan sudah tersebar diseluruh Indonesia. Banyak berita hoax melalui media sosial yang menciptakan provokasi terhadap masyarakat Indonesia yang tidak ada di lokasi kejadian. Masyarakat yang tidak ada di lokasi kejadian juga mulai ikut memviralkan atau menyebarkan berita hoax yang memecahkan negara Indonesia. Grup-grup Whatsapp penuh akan pemberitaan berita yang mereka sendiri tidak tahu asal usul kebenaran informasi tersebut. Facebook, Twitter dan Instagram menjadi tempat penyebaran video maupun foto yang paling cepat diakses oleh masyarakat.
Sungguh lucu negeri ini; negeri yang kaya, negeri yang besar, bangsa yang kuat tetapi mudah sekali diprovokasi oleh kelompok yang tidak jelas asal usulnya.
Akan tetapi, bukan hanya sampai di sana kebingungan masyarakat yang terus mengikuti permasalahan politik saat ini. Karena sebenarnya sejak diumumkan hasil pemilu pasangan calon 02 sudah menyampaikan melalui media bahwa akan menempuh jalur konstitusional guna mengusut kembali hasil pemilu yang diumumkan KPU serta akan membawa seluruh bukti kecurangan yang ditemukan.
“Lah trus, kenapa masih ada yang tidak puas akan kebijakan paslon 02?”
Berarti yang melakukan aksi kelompok pendukung mana? Kelompok yang ingin memecah belah NKRI?
Bukankah pendukung paslon harusnya mengikuti paslon yang dipilih? Sedih melihat negeri ini, mudah diprovokasi, padahal kedua pemimpin sudah akan menempuh jalur konstitusional. Pesta demokrasi kita sedang diganggu kelompok tertentu yang tujuannya sudah pasti jelas untuk memecah belah negeri ini.
“Sebagai rakyat Indonesia saya bangsa yang satu, bangsa Indonesia, bahasa yang satu, bahasa Indonesia, negara yang satu, Negara Kesatuan Republik Indonesia”
Tidak ada yang dapat memecah belah saya sebagai masyarakat Indonesia. Indonesia itu damai, Indonesia itu kuat, Indonesia itu bukan negara yang mudah diadu domba.
Mulai saat ini masyarakat Indonesia harusnya melihat fakta yang terjadi bukah sekedar berita di media sosial, bukan berita di TV, ini negara hukum dengan UU yang sudah diciptakan, bukan negara hukum rimba yang kuat yang menang.