Kalau kamu mampir ke Kulon Progo, apalagi di sekitar Wates, mungkin kamu bakal kaget sama suasananya di malam hari. Setelah azan isya, jalanan langsung terasa lengang. Berbeda dengan kota besar yang justru semakin hidup ketika malam, Kulon Progo punya ritme sendiri. Sepi, tenang, tetapi justru itulah daya tariknya.
Siang sampai sore, suasana di pusat kota lumayan ramai. Alun-Alun Wates jadi titik kumpul favorit. Anak-anak main bola atau sepeda, pedagang kaki lima berjajar dengan aneka jajanan, dan orang-orang sekadar nongkrong sambil menikmati udara sore. Kalau hari Minggu, suasananya makin meriah karena ada Car Free Day (CFD).
Di CFD, warga tumpah ruah. Ada yang jogging, jalan santai, gowes bareng, atau sekadar cuci mata. Sepanjang jalan sekitar alun-alun, jajanan berjajar rapi, dari klepon, cenil, hingga sosis bakar dan kopi susu kekinian, bahkan ada tukang sayur pakai mobil box. Nggak heran, CFD jadi salah satu momen paling ditunggu, bukan cuma untuk olahraga tapi juga ajang kumpul keluarga dan teman.
Tetap sederhana dan tenang meski ada bandara besar di Kulon Progo
Uniknya, meski sudah ada Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kulon Progo, keramaian kota ini nggak otomatis berubah drastis. Banyak orang mengira bandara besar bakal bikin Wates jadi lebih sibuk. Tapi faktanya, kehidupan di Kulon Progo tetap berjalan dengan ritme lama: tenang, sederhana, dan nggak terburu-buru.
Kalau malam, memang ada satu pengecualian: coffee shop. Anak muda Kulon Progo biasanya nongkrong di kafe, terutama yang ada di sekitar Wates. Konsep kafe di sini beragam, mulai dari industrial, minimalis, sampai yang menyatu dengan alam. Ada yang menyediakan live music, ada juga yang nyaman untuk kerja dengan laptop. Jadi, kalau kamu cari keramaian setelah gelap, coffee shop inilah jawabannya.
Fenomena ini menarik. Di satu sisi, Kulon Progo terasa “kota tidur”. Tapi di sisi lain, ketenangan itu justru jadi alasan kenapa orang betah. Banyak yang merasa hidup di kota besar melelahkan, penuh kemacetan dan kebisingan. Di Kulon Progo, kamu bisa merasakan suasana sebaliknya, jalanan sepi, udara segar, dan malam yang damai.
Bukan berarti Kulon Progo ketinggalan zaman. Justru, perlahan banyak peluang ekonomi muncul. Kehadiran bandara membuka pintu untuk usaha baru, mulai dari homestay, coffee shop, hingga tempat wisata. Pemerintah daerah juga terus membenahi infrastruktur. Tapi yang menarik, meski ada pembangunan, identitas “kota kecil yang tenang” tetap terjaga.
Memberi kesempatan warga untuk benar-benar menikmati waktu
Untuk anak muda, Kulon Progo bisa jadi tempat belajar menikmati hidup dengan ritme berbeda. Di sini kamu nggak dituntut untuk selalu buru-buru. Hiburan bukan hanya soal mall atau lampu kota, tapi bisa sesederhana duduk di alun-alun sambil makan cilok, atau nongkrong di kafe kecil bareng teman.
Malam yang sepi juga punya keindahan sendiri. Bayangkan jalanan yang lengang, udara yang masih bersih, dan langit yang cukup cerah untuk melihat bintang. Jalan pelan naik motor keliling Wates bisa jadi cara sederhana untuk healing. Sesuatu yang mungkin sulit kamu temukan di kota besar macam Jakarta, Surabaya, atau bahkan Semarang.
Kulon Progo memang nggak pernah berniat jadi kota yang sibuk 24 jam. Ia menawarkan sesuatu yang beda. Suasana damai, keramahan warganya, dan kesempatan untuk benar-benar menikmati waktu. Jadi, kalau kamu butuh jeda dari rutinitas, coba deh mampir ke sini. Nikmati pagi di alun-alun, rasakan meriahnya CFD, lalu akhiri hari dengan nongkrong santai di coffee shop.
Di tempat yang sederhana ini, kamu akan sadar kalau kebahagiaan nggak melulu datang dari keramaian. Kadang, justru dari kesunyianlah kita menemukan ketenangan.
Penulis: Nur Anisa Budi Utami
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















