Kuliah S2 beda dengan S1. Jangan kebanyakan caper bertanya pertanyaan receh di kelas.
Ketika kuliah S1, saya sering menemukan mahasiswa yang caper (cari perhatian) bertanya ke dosen, berlagak aktivis dengan perangai si paling demonstran, dan sebagainya. Tapi di usia segitu, memang wajar. Saya pun pernah melakukannya, meskipun nggak seekstrem itu. Namanya juga masih mahasiswa S1. Mahasiswa baru lagi. Masih menggebu-gebu.
Akan tetapi yang bikin heran justru ketika saya kuliah S2. Ternyata masih ada mahasiswa caper di kelas. Wah, bikin males banget, coy.
Caper di kelas S2 sudah bukan waktunya
Di kelas kuliah S2, ternyata masih ada mahasiswa caper dalam urusan bertanya. Setiap mata kuliah selalu bertanya. Ini bukan soal boleh bertanya atau nggak, tapi soal pertanyaannya penting atau nggak. Kalau pertanyaannya dirasa nggak penting dan bisa ditelusuri sendiri, ya telusuri sendiri saja. Toh sudah dewasa, kan.
Saya pernah punya pengalaman terkait ini. Waktu itu kelas siang dan jam kuliah hampir berakhir. Mahasiswa lain sudah mulai lelah, letih, lesu, pengin segera makan bakso. Sewaktu dosen hendak menutup kelas dan kami menarik napas lega, eh, malah ada mahasiswa yang angkat tangan bertanya soal materi kuliah. Parahnya bukan hanya satu pertanyaan, tapi dua pertanyaan sekaligus.
Masih mending kalau pertanyaannya berbobot. Lha ini sudah bertanya di waktu yang salah, nggak berbobot pula. Kandas sudah keinginan saya makan bakso segera.
Sistem penilaian mahasiswa S2 berbeda dengan S1
Mungkin mahasiswi caper itu belum tahu kalau sistem penilaian kuliah S2 sebagian besar berbeda dengan S1. Biar saya kasih tahu di tulisan ini, ya.
Kalau di S1, bobot nilai keaktifan dan partisipasi aktif diskusi di kelas masih tinggi. Bisa 40-50% dari total penilaian di luar UTS, UAS, dan tugas-tugas. Jadi, wajar kalau banyak mahasiswa bertanya pertanyaan receh untuk nilai keaktifan.
Sementara di tingkat S2, paling tidak di jurusan saya, bobot partisipasi keaktifan di kelas sebagian besar hanya 10-20%. Sisanya dialokasikan pada tugas, UTS, dan UAS.
Bahkan ada satu mata kuliah yang bobot penilaiannya 50% UTS dan 50% UAS. Artinya, mahasiswa hadir atau tidak, aktif atau tidak di kelas, selama tugas, UTS, dan UAS-nya bagus, nilai aman. Jadi nggak ada kebutuhan untuk caper ketika kelas berlangsung.
Baca halaman selanjutnya: Caper sok aktivis juga bukan…
Caper sok aktivis juga bukan umur dan tempatnya
Selain caper soal bertanya di kelas, ternyata di bangku S2 masih ada mahasiswa caper sok aktivis. Berasa paling kritis, Marxis, dan Marhaenis, paling peduli rakyat kecil.
Kasusnya masih hangat. Demo protes atas meninggalnya Affan Kurniawan dijadikan momentum mahasiswa caper paling aktivis ini untuk provokatif ikut demo. Menebar propaganda keparatnya rezim dan siasat yang akan dia lakukan, diajaklah teman kelas untuk konsolidasi dan demo. Hasilnya? Semua teman terpencar dan dalam bahaya karena demo berujung rusuh.
Setelah terpecah, mahasiswa sok aktivis ini malah marah karena merasa mahasiswa S2 bisa terpecah belah. Lah, kocak. Yang ngajak nggak berpengalaman memimpin pasukan kecil, malah ngamuk ke anggotanya.
Ayolah, kalau belum punya kapasitas, nggak usah sok memimpin. Demo atau tidak urusan nurani dan penalaran masing-masing. Di umur mahasiswa S2, semuanya sudah tau prioritas masing-masing dan sikap kritis yang bisa dilakukan.
Menurut saya, untuk ukuran mahasiswa S2, hal terkait aktivisme apalagi soal demonstrasi di era digital nggak perlu pamerkan dan ditunjukkan berlebihan di grup kelas. Nggak perlu berlagak paling aktivis dan demonstran veteran.
Kenapa jangan sok? Karena barangkali teman sekelas Anda, karena S2, banyak yang lebih berpengalaman soal dunia aktivis. Tapi mereka cool aja, tau porsi dan strategis dalam bergerak. Jadi tolong kurangin capernya.
Ngajak boleh, tapi tetap berempati. Kalau temanmu nggak ikut demo karena prioritas lain, ya itu hak dia. Jangan maksa. Meskipun saya yakin, setiap mahasiswa, apalagi S2 sudah punya kesadaran dan pemahaman berdiri di pihak mana. Jadi mahasiswa caper nggak perlu sok heroik.
Di tengah carut-marut saat ini, semoga semua tetap sehat, aman, dan selamat. Stay safe, everyone.
Penulis: Naufalul Ihya’ Ulumuddin
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 5 Dosa Kampus Medioker terhadap Alumni yang Lanjut S2 di Kampus Top.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
