Kecamatan Kranggan Temanggung nggak cocok buat slow living. Pikir ulang kalau pengin tinggal di sini.
Baru-baru ini Kabupaten Temanggung disebut-sebut menjadi salah satu kabupaten terbaik di Indonesia untuk menjalani gaya hidup slow living. Hal ini mengacu pada Kompas yang menyebutkan bahwa wilayah Kedu Raya yang meliputi Kabupaten Purworejo, Temanggung, Wonosobo, Magelang, dan Kota Magelang adalah kawasan yang cocok untuk slow living.
Buat kalian yang belum tahu, slow living adalah gaya hidup santai, sederhana, dan lebih aware pada lingkungan sekitar serta waktu. Yah, kalau diangen-angen seperti kehidupan zaman dulu yang slow, nggak tergesa-gesa, dan lebih menikmati momen. Gaya hidup ini banyak diidam-idamkan warga kota juga dijadikan opsi untuk menghabiskan masa pensiun. Tujuannya tak lain ya supaya hidup jadi lebih tenang dan bermakna.
Temanggung memang cocok sih buat slow living. Sebab, kawasan ini diapit gunung megah, Gunung Sindoro dan Sumbing, serta gunung lain seperti Merapi dan Merbabu. Kondisi geografis ini membuat wilayah Temanggung asri dan sejuk. Namun pernyataan Kabupaten Temanggung masuk kategori terbaik untuk slow living kurang pas jika melihat kondisinya hari ini. Apalagi jika melihat Kecamatan Kranggan. Sebab, Kecamatan Kranggan Temanggung justru bikin hidup jadi nggak tenang.
Daftar Isi
Kranggan Temanggung dikelilingi pabrik kayu, bikin kualitas udara di sana bobrok sekali
Saya katakan “bobrok” karena kualitas udara di Kecamatan Kranggan Temanggung yang kebetulan saya tinggali ini jauh dari kata bersih. Penyebabnya adalah puluhan pabrik kayu skala besar maupun menengah yang berdiri di sini. Semakin ke sini, pembangunan pabrik baru pun terus bertambah. Tentu saja peningkatan jumlah pabrik berpotensi memperburuk keadaan ke depannya.
Jeleknya kualitas udara tersebut disebabkan proses produksi industri kayu yang setiap hari mengeluarkan polusi. Polusi tersebut berupa kepulan asap hitam dan serbuk-serbuk kayu sisa produksi yang menyesaki udara. Tentu saja polusi ini membahayakan kesehatan pernapasan warga yang setiap hari menghirup udara di kawasan ini. Temanggung yang terkenal memiliki hawa sejuk, adem ayem, dan menentramkan, ternyata nggak sepenuhnya demikian.
Alih lahan area sawah dan kebun bikin hawa panas
Alih lahan area sawah dan kebun warga menjadi bangunan pabrik tentu saja membuat pepohonan harus ditebang. Padahal pepohonan dikenal sebagai penghasil oksigen sekaligus penghalang matahari. Penebangan ini pun akhirnya memicu hawa di permukiman warga Kranggan Temanggung menjadi panas tak karuan.
Saking panasnya, beberapa tetangga saya yang rumahnya beratapkan seng atau asbes menyebut bahwa mereka seolah digodok di dalam rumah (baca: direbus). Hal ini dikarenakan suhu udara yang panas membuat tubuh jadi berkeringat, sehingga terasa nggak nyaman. Bahkan warga dengan rumah beratap genteng yang diklaim membuat sejuk pun tetap merasakan panas.
Percayalah, ini bukan sekadar sumuk atau gerah. Rata-rata suhu udara di Kecamatan Kranggan Temanggung di siang hari berada di angka 30 derajat Celcius. Suhu tersebut tentu saja bisa lebih tinggi hingga terasa begitu menyengat di kulit. Warga jadi merasa nggak nyaman.
Banyaknya kendaraan berat keluar masuk wilayah Kranggan Temanggung bikin macet
Selain membuat kualitas udara buruk, kehadiran pabrik kayu membuat jalan raya dipenuhi kendaraan berat yang keluar masuk kawasan Kranggan Temanggung. Kendaraan berat didominasi truk-truk pengangkut dan kontainer yang digunakan sebagai transportasi untuk mendistribusikan bahan baku maupun hasil produksi.
Kendaraan muatan berat tersebut sering membuat jengkel karena beroperasi di jam-jam berangkat sekolah atau kerja. Tentu saja hal ini bikin jalanan jadi macet dan membahayakan pengguna jalan lainnya.
Sebenarnya pabrik kayu di Kabupaten Temanggung nggak hanya ada di Kecamatan Kranggan. Ada juga pabrik kayu di Kecamatan Pringsurat, Kedu, dan Parakan. Tapi saya nggak tahu pasti apakah warga di kecamatan lain juga merasakan penderitaan serupa saya di Kranggan sini.
Menurut saya, kalian yang ingin slow living di Kabupaten Temanggung, mending pikir ulang, deh. Nyatanya Temanggung itu semrawut sekali.
Percaya nggak percaya, banjir mulai melanda
Kalau kemarin Kabupaten Wonosobo geger karena banjir, Temanggung juga bernasib serupa. Secara geografis, wilayah Temanggung nggak jauh beda dengan Wonosobo yang dikelilingi pegunungan dan perbukitan. Tapi, karena pesatnya pembangunan pabrik, tempat wisata, perumahan, dll di Kabupaten Temanggung, membuat sejumlah lahan hijau hilang. Akibatnya, area resapan berkurang sehingga air hujan tak bisa dikendalikan dan terjadilah banjir.
Di musim hujan seperti sekarang, banjir melanda rumah-rumah warga, bahkan turut menggenangi jalan. Tahun ini, musim hujan benar-benar menjadi bencana bagi warga Temanggung. Gimana di masa yang akan datang.
Begitulah sedikit realitas yang perlu kalian ketahui sebelum memutuskan untuk menerapkan gaya hidup slow living di Kabupaten Temanggung, utamanya Kecamatan Kranggan. Maraknya pembangunan mengubah wajah Temanggung menuju bencana. Kondisi tersebut memberikan gambaran bahwa kabupaten ini tak seindah yang dibayangkan.
Penulis: Anita Sari
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kabupaten Temanggung Tampak Begitu Nyaman, namun Menyimpan Banyak Persoalan.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.