Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Kota Bandung Tak Mungkin Selamat dari Kemacetan Meski Jadi Lautan Flyover

Ananda Bintang oleh Ananda Bintang
9 Agustus 2022
A A
Kota Bandung Tak Mungkin Selamat dari Kemacetan Meski Jadi Lautan Flyover (Unsplash.com)

Kota Bandung Tak Mungkin Selamat dari Kemacetan Meski Jadi Lautan Flyover (Unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Beberapa hari yang lalu, lewat Instagram pribadinya, Kang Emil memamerkan pembangunan flyover Kopo dengan tetek bengek “estetik” dan banyolan anehnya yang digadang-gadang akan mengurai kemacetan di daerah Kopo yang memang terkenal macet. Pembangunan flyover Kopo menjadi yang kesekian kalinya dilakukan pemerintah setempat, setelah beberapa tahun yang lalu Kota Bandung gencar melakukan pembangunan jembatan layang atau biasa disebut flyover.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Ridwan Kamil (@ridwankamil)

Mulai dari flyover Antapani, Supratman, Laswi, sampai Kopo. Masih ada beberapa wacana pembangunan Flyover lain yang akan dibangun dari Jl. Buah Batu-Kiaracondong untuk mengurai kemacetan yang diakibatkan lampu merah Buah Batu yang terkenal lama dan mungkin bisa saja di jalan-jalan lain yang akan dan sering menimbulkan kemacetan lainnya.

Namun, apakah flyover di Kota Bandung benar-benar ampuh mengatasi kemacetan, jika titik kemacetan semakin hari semakin bertambah banyak?

Sejarah flyover Kota Bandung

Saya akan mulai dari perspektif saya sebagai warga Kota Bandung.

Baca Juga:

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang di Balik Kota Bandung yang Katanya Romantis 

Kuliah di UIN Bandung: Ekspektasi Mau kayak Dilan 1990 Realitanya Malah Kaya Mad Max Fury Road

Sebelum menjadi fetish pemerintah, flyover di Kota Bandung hanya ada dua. Yang pertama adalah Jalan Layang Pasupati (Kini berubah nama menjadi Jl. Layang Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja) yang menjadi “ikon” Kota Bandung. Flyover ini menyambungkan Dago sampai Pasteur. 

Mengutip Hardjasaputra (2000) secara historis, flyover ini sebenarnya sudah dirancang oleh arsitek Ir. Karsten pada era 1920-an yang menyimpan dasar rancangan Kota Bandung dan obsesi jalan layang tersebut berlangsung hingga 10 tahun selanjutnya.

Obsesi tersebut tercantum dalam program Autostrada yang ingin menghubungkan missing link Jalan Pasteur dan Dago. Pembangunan flyover ini sendiri baru terlaksana setelah reformasi dan baru diuji coba pada 2005.

Meskipun bisa diakui cukup efektif mengurai kemacetan dan mempercepat akses jalan, namun semakin hari, flyover Pasupati ini tidak benar-benar bisa mengurai kemacetan 100%. Apalagi jika weekend tiba dan pada jam-jam pergi pulang kerja atau sekolah. Alih-alih mengurai, kemacetan justru mengular di flyover itu sendiri. 

Saya sering mengalami kemacetan di jembatan layang ini, ditambah ketika dulu saya sekolah di Pasteur. Agaknya saya hafal betul betapa menyebalkannya terjebak kemacetan di atas flyover yang digadang-gadang mampu mengurai kemacetan.

Flyover kedua yang dimiliki Kota Bandung adalah flyover Kiaracondong. Flyover ini menghubungkan Jl. Kiaracondong dan Ibrahim Adjie yang melintasi jalur kereta api dekat Stasiun Kiaracondong. Dibanding Pasupati, flyover ini lebih kecil dan sebenarnya juga bisa dibilang lebih efektif mengurai kemacetan, khusus di atas flyovernya. Sebab, kehidupan di bawah flyover Kiaracondong tetap saja macet. Ditambah ada kehidupan pasar, pabrik, dan juga stasiun. Alih-alih memecah kemacetan, flyover Kircon ini justru memindahkan kemacetan ke bawah jembatan yang semakin parah dan menambah kepengapan.

Hobi membangun flyover

Selama beberapa belas tahun setelahnya, seolah tak kapok, pemerintah Kota Bandung kembali membangun flyover. Kali ini lebih pendek dan kecil dari Pasupati dan Kiaracondong. 

Flyover itu berwarna-warni dan terletak di kawasan perempatan Antapani yang memang juga terkenal macet karena lampu merah yang lama dan perputaran arus kendaraan yang banyak. Antapani sendiri bisa dibilang adalah kawasan permukiman penduduk yang cukup ramai. 

Beberapa tahun berselang, flyover sepanjang 2 kilometer kembali dibangun dari Flyover Antapani. Flyover ini menghubungkan Jl. Ahmad Yani ke Supratman. Lagi-lagi karena perempatan dan lampu merah.

Beberapa bulan setelah pembangunan flyover pendek itu, secara singkat, memang cukup efektif mengurai kemacetan. Apalagi bagi orang-orang Antapani yang ingin pergi ke tengah Kota Bandung untuk sekolah, bekerja, atau sekadar main. Namun, sama seperti flyover-flyover yang dibangun sebelumnya, semakin hari, kemacetan tetap ada dan justru malah berlipat ganda. Rasa-rasanya flyover hanya memberikan kelancaraan yang sementara, kemacetan abadi.

Kritik atas hobi aneh ini

Kritik atas hobi Kota Bandung membangun flyover sebenarnya sudah dilontarkan oleh seorang Arsitek dari Amerika bernama Lawrence Halprin. Menurut Halprin (1966) dalam Sukma Larastiti di laman transportologi.org, jalan layang, alih-alih mengurai kemacetan, justru hanya akan mendistribusikan kemacetan ke kawasan sekitarnya dan memberi dampak buruk secara ekologis. 

Misalnya, menghalangi cahaya dan udara, kerusakan kota, semakin banyaknya tempat kumuh dan pembuangan sampah. Elemen tersebut justru akan memperburuk Kota Bandung itu sendiri. Kritik tersebut sejalan dengan studi dan temuan belasan tahun setelahnya yang mengungkapkan bahwa pembangunan flyover memang tidak benar-benar bisa menyelesaikan masalah kemacetan.

Ketidakefektifan flyover dalam mengurai kemacetan ini juga disadari oleh beberapa negara maju, seperti Korea Selatan. Masih dalam Sukma Larastiti mengutip Joon-Ho Ko (2015) mengatakan bahwa di Korea Selatan, selama periode 1994 sampai 2014 telah tercatat sebanyak 18 flyover yang dibongkar. 

Alasannya, Korea Selatan menganggap flyover tidak benar-benar efektif mengurai kemacetan dan justru malah merusak estetika kota. Korea Selatan juga mengubah orientasi kebijakan yang lebih berfokus pada angkutan umum. Oleh sebab itu, anggaran yang tadinya dialokasikan untuk pembangunan flyover dipindahkan pada angkutan umum.

Pola pikir pemerintah Kota Bandung

Hal ini sangat amat berbanding terbalik jika kita melihat pola pikir pemerintah Kota Bandung (dan mungkin pemerintah daerah lainnya) yang menganggap jembatan layang adalah hal yang paling estetik dengan lampu-lampunya yang seakan bisa membantu mengurai kemacetan dan “mempercantik kota”, meskipun pada akhirnya ya toh macet juga. Sebab kendaraan makin tumpah ruah, manusia makin banyak, dan jalan raya hanya begitu-begitu saja.

Dengan menambah kapasitas jalan raya dengan flyover atau sejenisnya, pemerintah seolah-olah memberikan solusi cepat atas masalah kemacetan. Masalahnya, ini bukan solusi jangka panjang. Pemerintah Kota Bandung seharusnya sadar. Bukan saya saja yang merasakan dampak negatifnya.

Tentu saja, menurut saya, orientasi kebijakan tersebut keblinger. Alih-alih berfokus pada pergerakan manusia yang semakin banyak, pemerintah Kota Bandung justru lebih fokus pada pergerakan kendaraan. Bagaimana caranya agar jalan selalu lancar, tak peduli berapa isi orang yang ada di dalam kendaraan, bukan berfokus pada pergerakan manusia.

Jika fokus pemerintah Kota Bandung akhirnya beralih pada pergerakan manusia dengan menambah variasi kendaraan khususnya transportasi umum, sedikit demi sedikit, kepadatan lalu lintas agaknya bisa saja lebih lega. Yap, betul, memperbaiki dan meningkatkan fasilitas transportasi umum adalah solusi andalan ketimbang jor-joran membangun flyover malang-melintang yang lebih banyak mudharatnya.

Angkutan umum perlu dipikirkan

Sebenarnya, Kota Bandung sendiri selain membangun flyover juga pernah mewacanakan berbagai pilihan angkutan umum, yang sayangnya malah gagal dan tidak ada kejelasan. Mulai dari BRT, Metro Kapsul, Cable Car, dan halte-halte kendaraan umum yang akhirnya terbengkalai seperti kandang singa.

Angkot, sebagai transportasi yang kerap ditumbalkan atas masalah kemacetan Kota Bandung karena sering ngetem seenaknya juga tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Ya karena sistemnya membuat para angkot diharuskan seperti itu, belum lagi kejar setoran dan seterusnya.

Jakarta, sebenarnya bisa menjadi contoh pengembangan transportasi publik yang cukup baik. Terlebih Jaklingo yang sempat viral dan diapresiasi oleh warganet di Twitter. Salah satu efek yang paling terasa dari pesatnya transportasi publik di Jakarta adalah fenomena Citayam Fashion Week yang sepertinya juga sudah banyak dibahas. Akses transportasi publik di Jakarta memang sudah selangkah lebih maju dalam mengakses berbagai tempat-tempat strategis.

Mengubah pola pikir

Namun, tentu saja orientasi kebijakan kota-kota besar selain Jakarta pada transportasi publik agaknya memang sulit dilakukan secara merata. Meskipun saya yakin, bisa aja sedikit demi sedikit dilakukan, jika memang pemerintah Kota Bandung mau melakukan itu. Mungkin dimulai dari pembenaran halte yang terbengkalai sehingga bisa mengakses seluruh wilayah meskipun tentu saja tidak semua dan perlahan memperbaiki fasilitas transportasi publik.

Saya pikir, mindset masyarakat untuk beralih ke transportasi publik mah pasti bisa berubah. Tentu kalau fasilitasnya juga ikut berbenah. Lagi-lagi Jakarta adalah salah satu contohnya. 

Masalahnya, apakah pemerintah Kota Bandung dan Jawa Barat mau mengubah mindsetnya? Lebih pilih mana, Bandung Lautan Flyover dengan estetika semu yang dipoles Kang Emil dengan kata-katanya yang seolah “gaul” dan riding the wave tapi kemacetan makin parah atau Bandung Lautan Transportasi Publik tapi bebas macet?

Penulis: Ananda Bintang

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Kehidupan Rakyat Jawa Barat Tidak Seindah Postingan Ridwan Kamil.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 9 Agustus 2022 oleh

Tags: AntapaniBandungflyover kota bandungJawa Baratkang emilkota bandungRidwan Kamil
Ananda Bintang

Ananda Bintang

ArtikelTerkait

Selain Lembang, Orang Bandung Juga Ogah Berwisata ke Ciwidey Mojok.co

Selain Lembang, Orang Bandung Juga Ogah Berwisata ke Ciwidey

17 November 2024
10 Istilah Makan dalam Bahasa Sunda, Mulai dari yang Paling Halus sampai yang Biasa Digunakan untuk Binatang. Jangan Salah Pakai!

10 Istilah Makan dalam Bahasa Sunda, Mulai dari yang Paling Halus sampai yang Biasa Digunakan untuk Binatang. Jangan Salah Pakai!

4 Juni 2024
Bandung Kota Romantis di Titik Tertentu Saja, Lainnya ya Suram Mojok.co kota bandung

Kota Bandung Itu Indah Cuma di Konten “Kenapa Bandung?”, Aslinya sih Penuh Masalah dan Nggak Terurus!

21 Maret 2024
Derita Tinggal di Kayuagung Sumatera Selatan (Unsplash)

Penderitaan yang Saya Rasakan ketika Tinggal di Kayuagung, Sumatera Selatan

23 April 2023
Gedebage

Sejarah Gedebage, Daerah Pengangkutan Barang sejak Zaman Kolonial

2 Desember 2021
Kampus UI, Tempat Jogging Terbaik di Depok

Kampus UI, Tempat Jogging Terbaik di Depok

24 Oktober 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang Dibalik Kota Bandung yang Katanya Romantis Mojok.co

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang di Balik Kota Bandung yang Katanya Romantis 

1 Desember 2025
5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

29 November 2025
Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

30 November 2025
Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

29 November 2025
Logika Aneh di Balik Es Teh Solo yang Bikin Kaget (Unsplash)

Logika Ekonomi yang Aneh di Balik Es Teh Solo, Membuat Pendatang dari Klaten Heran Sekaligus Bahagia

30 November 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.