Sebelum Saih Halilintar muncul dengan konten menghancurkan barang elektronik mahalnya dan Mundut Mustopa berkelumit dengan outfit para narasumbernya yang berkeringat, kedua hal tersebut tidak berlaku untuk menentukan kasta ala anak 90an. Ketimbang barang elektronik dan outfit, bungkus rokok Djarum Super edisi piala dunia 2006 jauh lebih menentukan sebuah kedudukan di tongkrongan.
Sebelum tongkrongan diisi teriakan-teriakan mas mbak yang lagi mabar gim moba, pernah di suatu masa tongkrongan diisi pembicaraan yang mediskusikan langka mana antara Ardath dan E-Mild. Atau orang yang memperdebatkan Pagupon itu masuk dalam kategori wadah rokok atau wadah lintingan. Sesederhana itu, namun ngotot teriakannya sama ketika tower kita sedang diserang musuh.
Sebelum adanya anak tajir tongkrongan yang umuk skin epic paling anyar, pernah ada suatu masa bentuk umuknya adalah bagi mereka yang punya Bentoel Biru edisi spesial. Konon, yang merokok pakai Bentoel Biru edisi spesial adalah bapak-bapak tajir.
Ada juga yang memamerkan buku-buku tebal dan isinya melembung seperti batre Nokia yang di-cas selama semalam suntuk. Buku tersebut melembung karena berisi potongan bagian depan wadah rokok yang digunting dan ditempel pakai lim. Dipamerkan karena itulah bentuk kebahagiaan kami, sebelum memamerkan skin dan tier list.
Sebelum ada Discord untuk komunikasi dan farming medal di gim gacha, dulu anak-anak selalu menyusuri ruang dan waktu, baik itu tempat sampah atau teritori desa lain, terminal hingga stasiun, hanya untuk mencari wadah rokok. Singkatnya, koleksi wadah rokok adalah sebuah tradisi luhur anak-anak yang lahir pada era 90an dan tumbuh kembang pada 2000an.
Mungkin terbesit pertanyaan, serunya di mana? Saya pribadi juga jika dicekoki pertanyaan itu bakal jawab nggak ada seru-serunya sama sekali. Namun, dari tradisi ini, saya mengerti bahwa ucapan Aristoteles bahwa manusia adalah zoon politicon itu ada benarnya juga. Terlepas dari itu pula, dari tradisi ini kita mengerti bahwa relasi kuasa itu kejam.
Entah bagaimana sejarahnya, yang jelas pada saat itu, sekitar tahun 2006 pasca gempa di Jogja, tradisi koleksi wadah rokok bersemi bagai jamur di musim penghujan. Masing-masing tongkrongan saling bertukar informasi. Atau paling ektrim saling berebur buku wadah rokok secara paksa. Hirarki kekuasaan sudah terbentuk, yang memiliki kuasa, berada di puncak rantai makanan.
Mungkin karena ini cikal bakal gondes di Bantul bermekaran. Pokoknya, selain hujan di bulan Juni, tidak ada yang lebih tabah dari anak yang selalu ditindas perkara wadah rokok. Sialnya, saya salah satunya. Terlepas dari itu, dari tradisi ini kita bisa niteni tempat mana yang patut diwaspadai dan mana yang masuk kategori aman.
Tapi, seaman-amannya tempat tongkrongan, ada juga sisi nggak enaknya. Begini…
Tempat nongkrong pol mentok ya rental playstation. Di sana segala informasi bisa didapat. Bahkan, guyonan nggak lucu semisal plesetan rokok Ardath adalah aku rela diperkosa asal tidak hamil pun jamak ditemui. Semakin riuh, semakin bergulir bak bola panas pula bursa wadah rokok di tongkrongan tersebut.
Lalu, nggak enaknya apa? Koleksi wadah rokok itu kolektif. Artinya, ada yang bergerak secara individu, pun ada yang berkelopok. Jika berkelompok, paling banyak tiga orang dan diakhiri dengan sebuah sengketa kepemilikan buku koleksi tersebut.
Ya, namanya juga membagi tiga kepala ke dalam sebuah nafsu memiliki (buku koleksi wadah rokok), pasti sangat sulit untuk membagi. Bagai Game of Thrones yang memperebutkan tahta secara njlimet, koleksi wadah rokok yang dijalankan secara berkelompok kekurangannya ada di sana. Jika secara mandiri, memang pembagian “warisan” mudah, namun koleksinya amat terbatas dan rawan dipalak.
Tradisi ini hampir punah. Yang masih pun cenderung orang dewasa yang sudah levelnya sudah berbeda. Koleksi tanpa menggunting sampul depannya lagi, namun dipajang di galeri. Saya pun terbawa arus ini. Libido ingin koleksi pun masih terasa. Namun, sangat susah menengok saya bukan perokok dan sulit menyisihkan uang saku untuk berburu rokok-rokok unik di masa kini.
Alhasil, metode yang saya gunakan adalah nggresek. Yakni sebuah metode yang sebenarnya njijiki lantaran ngambil bungkus rokok yang tercecer di jalan atau maksa temen yang sedang pulang kampung untuk beli rokok endemik daerahnya. Juga, ketika saya pulang dari Vietnam, membawa sekeresek wadah rokok, pulang-pulang saya dipanggil bagian imigrasi lantaran dicurigai membawa obat-obatan terlarang.
Jujur, semakin dewasa malah rasanya semakin memuaskan. Mungkin ini yang dirasakan Rafi Ahmad dan Andre Taulany ketika mengkoleksi mobil mewah. Atau Atta Halilintar dan Ria Richis ketika mengkoleksi kuantitas subscriber-nya di kanal YouTube mereka. Rasa puas ini sulit didapatkan dan saya yakin masing-masing manusia caranya berbeda untuk mendapatkan kepuasan.
Saya memiliki etalase tersendiri di rumah. Sederhana, kecil dan tidak terawat. Ketika yang lain menyimpan cerita dari selembar foto, saya menyimpan dari tiap wadah rokok yang saya pungut dari jalan. Koleksi wadah rokok adalah bentuk kegabutan anak-anak 90an. Namun, yang menjadi pertanyaan, jika ada anak kuliahan yang mengkoleksinya sampai sekarang, bayangkan saja betapa gabutnya orang itu. Huh, dasar aku.
BACA JUGA Ragam Persoalan yang Sering Dihadapi Kolektor Gundam dan Solusi Atas Masalah Tersebut atau tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.